Indonesia Lemah Soal Urusan Publik, Gesit untuk Urusan Pribadi

oleh -

Jakarta – Pakar Hukum Universitas Parahyangan Bandung, Dr. Liona Nanang Supriatna mengatakan, Indonesia masih sangat lemah dalam hal urusan publik. Tapi, sebaliknya, jika sudah menyangkut urusan atau kepentingan pribadi, segalanya bisa berjalan lancar.

Ini yang membuat banyak sekali masalah sosial di Indonesia, seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidakadilan, yang tak pernah terselesaikan secara tuntas.

“Ini persoalan utama bangsa Indonesia, dan kuncinya ada di tangan pejabat publik yang kerap cuek terhadap kepentingan rakyatnya. Etos pengabdian bagi pelayanan publik masih sangat lemah,” kata Liona Nanang, di Jakarta, Jumat (25/5/2018).

Ia mengatakan hal itu dalam diskusi bertajuk “Hukum dan Keadilan Sosial”, yang digelar Presidium Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Sarjana Katolik (DPP ISKA), di ISKA Center, Jakarta. Diskusi tersebut dimoderatori oleh Daniel Tonapa Masiku dari DPP ISKA dan dihadiri sejumlah aktivis sosial-politik dan praktisi hukum.

Ia menegaskan bahwa keadilan sosial sejatinya mengacu pada prinsip, semua orang harus mendapatkan apa yang menjadi haknya dalam kehidupan bersama sebagai bangsa.

Tapi, dalam kenyataan, mutu pelayanan publik masih menyisakan begitu banyak masalah. Para pejabat publik yang mestinya menjalankan amanah dari rakyat, yakni mengelola berbagai kekayaan alam bagi kesejahteraan publik, malah lebih sering sibuk dengan kepentingannya masing-masing.

Ia kemudian mencontohkan fakta atas demikian banyaknya pejabat publik, mulai dari anggota DPR, gubernur, bupati, walikota, anggota DPRD, juga sederetan aparat penegak hukum, yang akhirnya dijebloskan ke panjara oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, karena terlibat korupsi.

“Itu adalah bukti betapa kuatnya nafsu memperkaya diri dari pejabat publik kita ketimbang spirit mereka untuk melayani kepentingan masyarakat,” ujar Liona Nanang.

Perilaku seperti itulah yang menurut Liona ikut memengaruhi praktik hukum di Indonesia secara keseluruhan. Akibatnya, banyak sekali keputusan hukum yang sering tidak berjalan dengan semestinya, karena masih terjerat oleh kompromi-kompromi.

“Di Indonesia, kompromi dan maklum adalah dua kata yang sering mengalahkan keputusan hukum,” kata Liona Nanang.

Doktor Hukum lulusan Justus-Liebig University, Jerman, itu kemudian meminta anggota ISKA untuk tidak ragu bersuara, memberikan koreksi-koreksi, ikut mencerahkan, dan membawakan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan keadilan di tengah masyarakat yang masih tersandera berbagai persoalan.

Kata Liona Nanang, “Sebagai bagian dari orang-orang terdidik di Indonesia, para anggota ISKA harus berani berjuang untuk menebarkan nilai-nilai kebenaran, kejujuran, dan keadilan itu, demi terciptanya budaya hukum dan keadilan yang substansial di Tanah Air”.