Akhiri Ketidakpastian Hukum, Presiden Diminta Keluarkan Perppu Migas

oleh -
Anggota DPR RI dari Fraksi Nasdem, Dr. Kurtubi. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Kebijakan Pemerintah untuk mendukung Pertamina agar meningkatkan kegiatan sektor hulu di luar negeri dengan dukungan dana APBN merupakan kebijakan yang bagus. Meski hal itu memang membutuhkan biaya yang besar dan berisiko.

Namun, cara yang paling tepat dan paling murah -tanpa menggunakan dana APBN – untuk meningkatkan produksi migas agar defisit neraca perdagangan dan defisit neraca pembayaran migas bisa berkurang, bahkan bisa surplus sekaligus bisa meningkatkan penerimaan negara dalam jangka panjang, adalah dengan menyederhanakan sistem tata kelola perminyakan nasional sekaligus.

“Hal ini sekaligus agar tidak melanggar konstitusi dan menghilangkan ketidakpastian hukum,” ujar DPR dari Fraksi Partai Nasdem, Kurtubi, di Jakarta, Jumat (23/8).

Seperti diketahui, selama sekitar dua dekade industri migas di tanah air mengalami ketidakpastian hukum karena 17 pasal dari payung hukum UU Migas No.22/2001 sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi. Maka cara atau langkah strategi dan kebijakan yang sebaiknya segera diambil oleh Pemerintah, menurut Kurtubi, adalah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) atau Peraturan Pemerintah.

Isi dari Perppu tersebut antara lain pertama, kembali ke UU No.8/1971 yang intinya Kuasa Pertambangan dialihkan dari Menteri ESDM ke Pertamina.

Kedua, SKK Migas digabung kembali dengan Pertamina. Ketiga, BPH Migas digabung dengan Ditjen Migas agar disektor hilir tidak ribet. Keempat Menteri ESDM mewakili Pemerintah sebagai Pemegang Kebijakan dan Regulator di bidang migas nasional.

Menurut Kurtubi, UU Migas No.22/2001 terbukti melanggar Konstitusi, sehingga harus direvisi atau dicabut.

Dikatakannya, DPR periode 1999-2004 sudah berusaha untuk merevisi UU Migas tesebut, namun gagal dilakukan. Karena itu, DPR periode 2014-2019 juga sudah membuat konsep revisi. Konsep revisi yang sudah dibuat atau disepakati oleh Komisi VII, namun kemudian substansinya diubah oleh Baleg DPR.

“Saya ragu RUU revisi UU Migas ini bisa disyahkan di DPR periode saat ini yang akan selesai sekitar 1 bulan lagi. Oleh karenanya saya usul agar Presiden mengeluarkan PERPPU untuk mengakhiri ketidakpastian hukum yang diderita oleh industri minyak dan gas nasional,” pungkasnya. (Ryman)