Deputi Basilio: EBT Tenaga Surya Mampu Jadi Agen Pertumbuhan

oleh -
Deputi Kedaulatan Maritim dan Energi-Kemenko Marves RI, Basilio D. Araujo (tengah baju biru) pada acara Penandatanganan MoU Kemitraan Strategis dan Kerjasama di Bidang Pengembangan dan Pengelolaan Infrastruktur Green Port di Kawasan Krakatau International Port (KIP) Melalui Pemasangan Solar PV. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Pengembangan PLTS Atap adalah salah satu upaya untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi serta memajukan industri di dalam negeri. Selain konsumen mendapatkan listrik murah karena memproduksi listrik sendiri, EBT tenaga surya (Solar Panel PV) ke depannya, mampu menjadi agen pertumbuhan.

Hal ini disampaikan Deputi Kedaulatan Maritim dan Energi-Kemenko Marves RI, Basilio D. Araujo pada acara Penandatanganan MoU Kemitraan Strategis dan Kerjasama di Bidang Pengembangan dan Pengelolaan Infrastruktur Green Port di Kawasan Krakatau International Port  (KIP) Melalui Pemasangan Solar PV.

Kerjasama Kemitraan Strategis itu dilakukan antara Krakatau Internasional Port (KIP) dan Krakatau Daya Listrik (KDL) dengan ENERTEC/EMITS yang merupakan konsorsium empat perusahaan besar di bidang energi terbarukan, pada Rabu, 25 Agustus 2021 di Kantor Kemenko Marves.

Pemerintah Indonesia saat ini terus berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi demi terlaksananya pengembangan energi baru terbarukan serta memperkuat ketahanan dan kemandirian energi nasional.

Perpres 22/2017 menyebutkan target EBT pada tahun 2025 sebesar 23%, sedangkan pada tahun 2030 sebesar 28%, sedangkan rencana pengembangan EBT dalam Grand Strategi Energi Nasional (GSEN) terdapat penambahan 38 GW EBT hingga tahun 2035 dengan prioritas pengembangan EBT untuk PLTS serta peningkatan kapasitas pembangkit EBT, dimana target pada tahun 2021 sebesar 11.362 MW.

“Saya ingin tekankan bahwa ini sejalan dengan instruksi Presiden dalam GSEN yang visinya mewujudkan ketahanan dan kemandirian energi nasional. Salah satu upaya tersebut yaitu dengan mempercepat pembangkitan EBT, dengan memaksimalkan tenaga surya atau PLTS baik atap maupun ground-mounted,” ujar Deputi Basilio melalui siaran pers di Jakarta.

Dalam konteks penurunan emisi karbon, Indonesia masih perlu upaya ekstra untuk memenuhi komitmennya dalam pencapaian Intended Nationally Determined Contributions (INDC) sejalan dengan Paris Agreement, yang saat ini pengurangan emisi gas rumah kaca kontribusinya sebesar 64,36 MTCO2e pada 2020 dan akan mencapai 314 MTCO2e pada 2030. Apalagi saat ini konsumsi energi fosil masih tinggi sedangkan penggunaan energi baru terbarukan masih di bawah 15%.

“Kita perlu antisipasi demand energi yang semakin meningkat dan kapasitas pasokan energi masih terbatas. Salah satu solusinya adalah mempercepat pemanfaatan pembangkit EBT,” jelas Deputi yang menangani berbagai isu kedaulatan maritim dan energi ini.

Disamping itu, Deputi Basilio juga menyampaikan bahwa ketahanan dan kemandirian energi dapat terwujud dengan pemanfaatan sumber energi dalam negeri melalui 11 program GSEN untuk mengurangi impor energi secara signifikan.

Deputi menambahkan bahwa pengembangan EBT harus diakselerasi lebih cepat untuk mengurangi ketergantungan terhadap energi fosil. Deputi memaparkan mengenai program pemasangan solar panel PV serta persyaratan global yang meminta produk-produk ekspor dan pelabuhan menerapkan energi bersih atau green energy dan green port.

Terdapat rencana revisi Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem PLTS Atap oleh konsumen PLN agar APBN dan PLN tidak terbebani. Intinya revisi Permen PLTS Atap akan mengubah rasio ekspor-impor listrik dari 65% menjadi 100%.

Sebagai Deputi yang menangani sektor energi termasuk Energi Baru Terbarukan (EBT), Basilio Araujo menilai peran kepemimpinan pemerintah sangat diperlukan dalam transisi energi dengan mengintegrasikan transisi industri nasional di bidang EBT di dalam negeri.

“Kita perlu dukung dengan solusi yang komprehensif melalui penguatan rantai pasok energy. Saat ini kami fokus di pelabuhan strategis dan Kawasan Ekonomi Khusus dan Industri seperti Sabang (Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas) dan Pelabuhan Terintegrasi seperti Krakatau International Port, sekaligus mewujudkan Green Port,” pungkas Deputi Basilio.