Jaga Harga Kompetitif, Pemerintah Perbaiki Tata Niaga Hilir Gas Bumi

oleh -
Pemerintah membidik kerja sama dengan sejumlah negara terutama di kawasan Timur Tengah yaitu Irak dan Azerbaijan.(Foto: esdm.go.id)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah berusaha optimal dan terus melakukan langkah strategis demi menciptakan harga gas Indonesia yang kompetitif.

“Langkah strategis tersebut perlu ditempuh guna mendapatkan efisiensi, yang akhirnya harga gas lebih baik buat investor, badan usaha niaga, dan pelanggan” ujar Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi di Jakarta, Senin (15/7).

Agung menjelaskan, selain menjaga keekonomian harga gas di hulu, perbaikan tata niaga hilir gas bumi menjadi fokus utama dalam melakukan penyesuaian harga gas nasional.

“Perbaikan tata kelola terus dilakukan, Pemerintah juga mengatur mekanisme alokasi gas ke pengelola infrastruktur hingga perpendekan rantai niaga,” katanya seperti dikutip esdm.go.id.

Perpendekan rantai niaga, tegas Agung, akan menghilangkan trader bertingkat kepada pemilik pipa gas. Dengan begitu, hanya badan usaha yang memiliki pipa yang diberikan alokasi gas dari Pemerintah. “Penertiban trader tanpa fasilitas ini berdampak pada rantai niaga yang lebih efisien,” kata Agung.

Sebagaimana diketahui penertiban trader diatur melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

Selain itu, Kementerian ESDM juga melihat pentingnya rasionalisasi dan transparansi dalam perhitungan biaya infrastruktur melalui evaluasi nilai skema keekonomian dan pembiayaan infrastruktur.

“Kami review kembali nilai capex (belanja modal), opex (belanja operasional) dan asumsi jangka waktu, kami ingin biaya infrastruktur dalam komponen harga jual di satu sisi efisien, di sisi yang lain juga menginsentif Badan Usaha untuk memberikan layanan yang handal dan mengembangkan infrastruktur ke pasar-pasar baru,” jelas Agung.

Sebelumnya, Pemerintah telah membuat berbagai kebijakan strategis terkait harga gas untuk industri tertentu melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 40 Tahun 2016. “Harga gas untuk industri strategis, seperti pupuk, petrokimia, dan industri baja telah diatur di bawah Permen ESDM karena mendominasi komponen pembiayaan gas sebesar 70%,” kata Agung.

Untuk harga gas pembangkit, melalui Permen ESDM No 45 tahun 2017, Pemerintah mengatur harga gas sebesar 8 persen dari harga minyak mentah Indonesia jika pembangkit berada di mulut tambang. “Harganya harus sama atau lebih rendah dari 14,5% dari ICP,” imbuh Agung.

Lebih lanjut Agung menjelaskan, harga gas industri hulu ditetapkan oleh Menteri ESDM, sementara untuk industri midstream dan industri hilir diatur penataan tata kelola dilakukan melalui Permen ESDM Nomor 04 tahun 2018 tentang Pengusahaan Gas Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi dan pengaturan rasionalisasi dan transparansi dalam penetapaj harga jual gas bumi melalui pipa diatur dalam Permen ESDM Nomor 58 tahun 2017 tentang Harga Jual Gas Bumi Melalui Pipa pada Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi.

Untuk memastikan minat pelanggan gas bumi di sektor industri, Pemerintah juga telah menyiapkan struktur biaya midstream dan downstream yang akan menjaga keekonomian pengelolaan infrastruktur gas bumi dan niaga gas bumi hilir. Selanjutnya, Peraturan Menteri ESDM Nomor 58 tahun 2017 dibuat untuk menjamin kemampuan badan usaha untuk dapat mengembangkan infastruktur gas bumi termasuk peningkatan pemanfaatannya gas bumi.

Sebagaimana diketahui, Pemerintah telah menetapkan IRR biaya infrastruktur untuk gas bumi melalui pipa sebesar 11% dan biaya niaga (sudah termasuk marjin didalamnya) sebesar 7% dari harga gas hulu. Untuk Harga gas hilir terdiri dari harga hulu ditambah biaya infrastruktur dan biaya niaga.

Dengan penataan pemberian alokasi, perbaikan tata kelola gas bumi sampai dengan pengaturan harga jual gas bumi tersebut diharapkan terwujud pemerataan akses (accesibility), terjaminya ketersediaan (availability), kehandalan (reliability), terjangkaunya harga gas bumi (affordability) dan gas bumi dapat diterima oleh masyarakat sebagai energi (acceptability). Yang tidak kalah penting adalah keberlanjutan dari penyediaan energi jangka panjang (sustainability) dari gas bumi untuk anak cucu ke depan. (Ryman)