Menteri Jonan Bawa “Oleh-oleh” Menarik Usai Bertemu PM Rasmussen

oleh -
Perdana Menteri Denmark Lars Rasmussen dan Menteri ESDM Ignasius Jonan bertemu di Jakarta, 29 November 2017. (foto: Kementerian ESDM)

JAKARTA-Ada oleh-oleh menarik yang dibawa Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan dari pertemuannya dengan Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen, Rabu (29/11) kemarin.

Dalam pertemuan itu Menteri Jonan mengetahui bahwa banyak negara saat ini sudah mulai mengembangkan teknologi terkait pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT). Dan teknologi yang dikembangkan tersebut semakin canggih.

Selain makin canggih, harga teknologi yang ditawarkan untuk pengembangan EBT tersebut juga semakin kompetitif.

“Sekarang teknologinya makin canggih dan harganya makin kompetitif. Kemarin saya mewakili Bapak Presiden untuk berdialog dengan PM Denmark, dan kemarin beliau dan timnya juga memberikan data dan informasi (mengenai EBT),” katanya di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta, Kamis (30/11/2017).

Dia mencontohkan, Denmark saat ini tengah membangun pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB). Untuk PLTB yang dibangun di darat, tarifnya sekitar 4 sen per kilowatt hour (kWh). Sementara untuk yang dibangun di laut (offshore) sekitar 6 sen per kWh.

PM Denmark Lars Rasmussen melakukan pembicaraan dengan Menteri ESDM Ignasius Jonan di Jakarta, 30 November 2017. (foto: Kementerian ESDM)

Jonan mengatakan, di Indonesia, hingga November 2017 sudah ada sekitar 1.186 megawatt (MW) perjanjian jual beli listrik berbasis EBT yang diteken. Sehingga, mantan Menteri Perhubungan ini optimistis EBT akan berkembang juga di Indonesia.

“Jadi, mustinya ini akan jalan terus, ada PLTS yang besar sekali mungkin segera. Saya enggak berani ngomong sekarang karena belum ditandatangani, juga inisiatif mengenai pengembangan geothermal juga banyak sekali, mulai dari Aceh sampai sekarang merambah ke Flores,” kata Jonan.

Sementara itu, terkait penyederhanaan golongan pelanggan listrik, Jonan mengatakan bahwa keputusannya ada di tangan Presiden Joko Widodo. Hingga saat ini, pihaknya masih terus menampung aspirasi masyarakat terkait rencana tersebut.

Menurut Jonan, penyederhanaan golongan listrik hingga saat ini belum dijalankan. Sebab, sosialisasi dan mendengarkan aspirasi masyarakat membutuhkan waktu cukup lama. Pasalnya, hampir seluruh masyarakat di Indonesia merupakan pengguna listrik.

“Intinya gini, jadi kita akan tetap pada tahap menampung aspirasi masyarakat, diskusi, terus rekan media juga dimintai pendapat. Ini belum dijalankan kok. Jalankan atau tidak, nanti keputusannya ada di Presiden. Kita berpikir, mungkin sosialisasinya untuk customer ya bukan stakeholder, jadi customer yang besar sekali,” katanya.

Mantan Dirut PT KAI ini mengatakan kebijakan tersebut bukan akal-akalan pemerintah untuk menutupi kerugian PLN, tetapi untuk memberi kemudahan bagi masyarakat dalam menambah daya listrik. Apalagi, tawaran untuk meningkatkan daya listrik bersifat sukarela dan gratis.

“Tujuannya satu, ini juga bukan untuk PLN takut rugi, malah dengan ini nutupi. Misalnya sekarang, orang kan kalau mau nambah daya kan bayar sekarang. Nah, ini ditawarkan gratis, ini sukarela kok. Enggak mau juga enggak apa-apa. Tapi ini akan disosialisasi dulu, ditanyakan, bagaimana sampai semua sepakat, jadi enggak buru-buru sekarang,” jelasnya.