Mulai Membuahkan Hasil, Program B30 Terus Digenjot

oleh -
Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan dan Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Program penggunaan bakar Biodiesel B30 yang sudah dijalankan pemerintah beberapa waktu lalu mulai mendatangkan hasil yang baik. Kini impor minyak dan gas (migas) Indonesia telah berkurang sebesar US$ 3 miliar setara Rp 42 triliun (kurs Rp 14.000 per dolar AS).

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menegaskan penggunaan Biodiesel B30 telah mengurangi penggunaan minyak. “Saya sudah laporkan ke Pak Presiden, ini kita bisa hemat sampai US$ 3 miliar,” katanya di Jakarta, Selasa (16/7/2019).

Selama ini, kata Luhut, Indonesia harus mengimpor energi termasuk migas dalam jumlah yang besar. Kurang lebih Indonesia harus mengeluarkan anggaran yang mencapai Rp 300 triliun per tahun untuk impor migas. Akibatnya, neraca perdagangan dalam negeri mengalami defisit.

Seperti dikutip Jokowidodo.app, mengacu data Badan Pusat Statistik (BPS), defisit neraca perdagangan Indonesia sebesar US$ 1,94 miliar sepanjang tahun 2019. Dari catatan BPS, Indonesia masih mengimpor migas sebesar US$ 1,7 miliar. Jumlah ini sebetulnya turun 19,99 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

Adanya penurunan itu membuat Luhut terus mendorong agar penggunaan B30 dikembangkan agar defisit perdagangan bisa terus dikurangi. Dorongan diberikan karena saat ini Indonesia memiliki potensi minyak kelapa sawit yang sangat melimpah.

Dorongan juga diberikan karena ke depan diprediksikan sekitar 50 persen kebutuhan energi akan dipenuhi dari impor. Luhut mengakui pengembangan B30 di dalam negeri saat ini masih terkendala teknologi.

Untuk itu, Luhut meminta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama perguruan tinggi untuk ikut fokus mengembangkan teknologi B30. “BPPT itu saya minta fokus lah, jangan semuanya mau tetapi tidak jadi. BPPT apa maunya supaya dirumuskan diselesaikan,” ujarnya.

Saat ini Indonesia sudah menganut sistem B20 atau campuran Biodiesel 20 persen yang terbuat dari minyak kelapa sawit. Aturan tentang B20 tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 41 Tahun 2018 yang diundangkan dan berlaku pada 24 Agustus 2018. Dengan demikian, kebijakan B20 mulai diterapkan sejak 1 September 2018 lalu.

 

Wajibkan Penggunaan B30 pada 2020

Setelah penggunaan B20 dinilai sukses, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mulai melakukan uji coba penggunaan B30 pada Kamis (13/6/2019).

Menteri ESDM Ignatius Jonan waktu itu melepas keberangkatan 3 unit truk dan 8 unit kendaraan penumpang berbahan bakar B30 yang masing-masing akan menempuh jarak 40 ribu dan 50 ribu kilometer.

“Road test B30 ini bukan uji jalan saja tetapi juga mempromosikan kepada masyarakat bahwa penggunaan bahan bakar B30 performa termasuk akselerasi kendaraan tidak turun dan perawatannya tidak memakan biaya tambahan yang besar,” kata Jonan saat itu.

Pemerintah akan mewajibkan penggunaan campuran biodiesel 30 atau B30 pada kendaraan ini mulai tahun 2020. Hal ini dilakukan dalam rangka mengurangi ketergantungan impor juga menyediakan Bahan Bakar Minyak (BBM) yang lebih ramah lingkungan.

Diharapkan konsumsi biodiesel dalam negeri di 2025 akan meningkat hingga mencapai 6,9 juta kilo liter. Adapun konsumsi biodiesel pada tahun 2018 telah mencapai 3,8 juta kilo liter, dimana implementasi B20 telah dilakukan.

Tujuan akhirnya tentu saja suatu hari Indonesia akhirnya bisa menggunakan B100. B100 adalah bahan bakar yang tidak lagi menggunakan minyak berbasis fosil, tetapi seluruhnya dari bahan terbarukan seperti jagung, kelapa sawit atau lainnya. Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Balai Penelitian Tanaman Industri Penyegar, Badan Litbang Pertanian tengah melakukan uji coba B100 atau 100 persen Biosolar.

B100 memiliki keunggulan yakni lebih efisien 40 persen dibanding bahan bakar fosil. Faktanya dengan menggunakan bahan bakar fosil sepert solar, 1 liternya hanya dapat menempuh jarak 9,4 kilometer (km). Sedangkan dengan menggunakan B-100 dapat menempuh jarak 13 km per liter.

“Lebih dari itu, penggunaan B100 ini bisa menghemat devisa sebesar Rp26 triliun yang berdampak langsung pada kesejahteraan petani sawit,” kata Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian ( Kementan), Momon Rusmono dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (7/7/2019).

Sebagai catatan, proses riset ini diawali pada pengembangan minyak nabati di tahun 2014. Saat itu, Kementerian Pertanian sukses menghasilkan bahan bakar B20 yang selanjutnya disebut campuran 20 persen minyak nabati pada solar. Kemudian, Kementan berhasil mengembangkan B30 hingga akhirnya bisa 100 persen menggunakan minyak nabati, tanpa campuran solar. Biodiesel B100 memiliki prospek untuk memecahkan masalah terkait pengembangan industri kelapa sawit, penyejahteraan petani dan penyediaan energi terbarukan. (Jokowidodo.app/Ryman)