Pemda Didorong Manfaatkan Inisiatif Transparansi pada Industri Ekstraktif

oleh -
Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Montty Girianna dalam diskusi publik bertajuk Hak Participating Interest (PI) Bagi Badan Usaha Milik Daerah: Pemanfaatan dan Pengelolaannya, Kamis (14/8), di Bali. (Foto: Ist)

Bali, JENDELANASIONAL.ID — Migas masih menjadi salah satu sektor yang berkontribusi besar bagi penerimaan negara. Di tahun 2018, penerimaan negara dari sektor ini mencapai Rp 228 Triliun atau 182% dari target APBN 2018 sebesar Rp 125 Triliun.

Hal tersebut tidak terlepas dari usaha serius pemerintah dalam upaya menciptakan iklim investasi industri migas yang lebih baik. Salah satunya dengan transformasi kontrak Production Sharing Contract (PSC) ke Gross Split dan penyederhanaan perizinan.

“Penerimaan negara dari sektor migas tersebut diharapkan dapat dirasakan manfaatnya secara maksimal oleh daerah-daerah penghasil migas,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Montty Girianna.

Montty menjelaskan, salah satu isu strategis bagi daerah di sektor migas adalah isu mengenai Participating Interest atau PI. Untuk itu, sekretariat Extractive Industries Transparency Initiative (EITI) menyelenggarakan diskusi publik bertajuk Hak Participating Interest (PI) Bagi Badan Usaha Milik Daerah: Pemanfaatan dan Pengelolaannya, Kamis (14/8), di Bali.

Aturan tentang PI tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 37 Tahun 2016. Permen ESDM tersebut mengatur tentang ketentuan penawaran PI sebesar 10% pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas Bumi dan Pemerintah Daerah akan mendapatkan pembagian saham sebanyak 10%.

Menariknya, ada kemudahan bagi daerah penghasil migas untuk mendapatkan PI 10% karena investasi 10% partisipasi daerah tersebut dapat ditanggung oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Diterbitkannya Permen ESDM 37/2016 ini, lanjut Montty, merupakan langkah maju bagi pelaksanaan PI. Daerah dapat ikut perpartisipasi secara langsung dalam pengelolaan migas, termasuk dalam transparansi, tata kelola, dan pengawasan kinerja industri migas di wilayahnya.

“PI harus dapat dikelola dengan baik agar dapat memberikan keuntungan dan manfaat bagi pemerintah daerah yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” pesan Montty yang juga Ketua Tim Pelaksana EITI seperti dikutip dari siaran pers Kemenko Perekonomian.

Laporan EITI terakhir telah memuat informasi daftar pengalihan PI selama tahun 2016. PI akan tetap menjadi salah satu isu penting dalam upaya transparansi sektor industri ekstraktif yang digulirkan oleh EITI.

“Sejalan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang dianut EITI, kami sangat memprioritaskan, agar isu PI dan beberapa isu lainnya yang dapat meningkatkan penerimaan negara dan daerah dari sektor industri ekstraktif, dapat ditindaklanjuti pembahasannya,” tegas Montty Girianna.

Ia pun menerangkan, dalam pelaksanaan PI selama ini, beberapa daerah telah berhasil memanfaatkannya dengan baik, melalui pembentukan BUMD untuk pengelolaan PI. Namun memang masih ada berbagai tantangan yang dihadapi pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dalam pelaksanaan PI ini.

Selain itu, Kemenko Perekonomian yang juga mendapat mandat sebagai penanggung jawab pelaksanaan EITI akan terus berupaya mendorong transparansi penerimaan negara dan daerah dari sektor migas.

“Informasi tentang penerimaan Dana Bagi Hasil migas dapat diakses secara bebas di laporan EITI. Sejumlah diskusi publik untuk menjembatani kesepahaman tentang DBH pun telah beberapa kali dilakukan di sejumlah daerah,” jelas Montty.

Menutup sambutannya, Montty berharap forum diskusi ini dapat memberi sumbangan informasi mengenai PI bagi semua pihak, sekaligus menjadi masukan untuk proses transparansi tata kelola industri ekstraktif ke depan.

Sebagai informasi, Ketua Tim Sekretariat EITI, Edi Effendi Tedjakusuma menjelaskan bahwa EITI adalah standar global yang bertujuan untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas pada sektor migas dan pertambangan. Sejak tahun 2010, Indonesia secara sukarela telah ikut aktif berpartisipasi sebagai negara pelaksana EITI.

Sejak menjadi negara pelaksana EITI, Indonesia sudah mempublikasikan 6 laporan pelaksanaan EITI yang mencakup informasi penerimaan negara dari industri ekstraktif tahun kalender 2009 s.d 2016. Sementara mengenai Laporan EITI Tahun Kalender 2017 sedang dalam proses penyusunan dan direncanakan selesai pada akhir tahun 2019 ini.

Hadir sebagai narasumber antara lain pejabat dari Kementerian ESDM, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur, Sekretariat Daerah Kabupaten Bojonegoro, Asosiasi Daerah Penghasil Migas, PT Pertamina Hulu Energi, PT Migas Hulu Jabar, dan Publish What You Pay Indonesia. (Ryman)