PKS: Evaluasi Pembangunan Infrastruktur

oleh -
Ilustrasi

JAKARTA-Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Ecky Awal Mucharram, mengingatkan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan terkait pembangunan infrastruktur. “Pemerintah harus mengevaluasi dengan serius tiga isu yang menghantui pembangunan infrastruktur yaitu utang, keselamatan, dan tenaga kerja local,” ujar Ecky kepada para wartawan di kompleks DPR Senayan Jakarta, Jumat (9/3).

Pembangunan infrastruktur telah digadang-gadangkan sejak awal bekerjanya “Kabinet Kerja”. Dengan infrastruktur, pemerintah yakin mencapai pertumbuhan ekonomi meroket (rata-rata 7 persen per tahun).

“Ini juga mencapai syarat agar konektivitas nasional semakin kuat,” imbuhnya.

Ecky mengaku infrastruktur memang dibutuhkan, karena ekonomi tidak berjalan efisien. Infrastruktur buruk menyebabkan high cost economy, sehingga daya saing jauh di bawah negara sekawasan.

Namun dalam perkembangannya, pembangunan tidak berjalan mulus.

Pertama jelasnya terkait dengan kecukupan dana.

Sejak 2015 pemerintah telah memotong belanja subsidi dan menaikkan belanja modal. Namun, itu tidak cukup memenuhi memenuhi target pembangunan infrastruktur.

Kalkulasi pemerintah diperlukan sekitar Rp5.000 triliun untuk pembangunan infrastruktur sepanjang 2015-2019. Pada 2018, secara total anggaran infrastruktur sebesar Rp410 triliun.

“Tentu, ini masih jauh dari kebutuhan dan pada gilirannya mencetak utang dan keuangan negara makin rentan terpapar risiko fiscal,” jelas Ecky.

Kedua, pembangunan infrastruktur juga terusik oleh maraknya kecelakaan kerja. Sepanjang 2017 misalnya, telah terjadi 7 kali kecelakaan pada Proyek Strategis Nasional (PSN) sedangkan pada 2018 sudah terjadi 5 kali kecelakaan.

“Kok seperti dikebut ya? sehingga muncul pertanyaan terhadap kualitasnya. Padahal infrastruktur harus dapat digunakan untuk jangka panjang,” papar Ecky.

Ketiga, Ecky turut menyoroti masalah rendahnya keterlibatan tenaga kerja Indonesia pada proyek infrastruktur. “Ini cukup dramatis, karena pemerintah sudah menggenjot proyek-proyek infrastruktur, namun penyerapan tenaga kerja masih terbatas,” imbuhnya.

“Kalau kita lihat di BPS, penyerapan tenaga kerja hanya 8,14 jutaan per Agustus 2017; dan justru turun dari Agustus 2015 sebesar 8,21 juta. Jadi, apa gunanya jika proyek-proyek infrastruktur tidak membuka lapangan kerja bagi rakyat. Masa pekerja kasar saja harus impor,” tutup Ecky.