Program Kartu Prakerja Perlu Didorong Jadi Program Utama Peningkatan Kualitas SDM

oleh -
Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Program Kartu Prakerja hanya salah satu dari banyak sekali instrumen perlindungan sosial pemerintah yang masih berjalan untuk meringankan beban rakyat Indonesia akibat pandemi Covid-19. Namun demikian, manfaat nyata Program ini telah dirasakan oleh para penerimanya, khususnya dalam menjaga daya beli di tengah krisis serta meningkatkan keterampilan kerja.

Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari saat menjadi narasumber “Indonesia Town Hall” di sebuh televisi swasta bertema “Bangkit dari Pandemi”, awal pekan ini.

Denni hadir bersama tiga narasumber lain yakni Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo, Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah, serta pengamat ketenagakerjaan Timboel Siregar. Selain itu, hadir juga pakar ekonomi Aviliani sebagai panelis.

Denni memaparkan, pada 2020, tahun pertama pelaksanaan program, Kartu Prakerja menjangkau 5,5 juta penerima dari Rp 20 triliun anggaran yang diamanatkan. Sementara itu, pada kuartal pertama 2021, manfaat Program Kartu Prakerja dirasakan oleh 2,77 juta peserta baru.

“Dari Rp 10 triliun anggaran di tahun ini, penyerapannya sudah 98 persen,” kata doktor ekonomi lulusan University of Colorado Boulder, Amerika Serikat itu, seperti dikutip dari siaran pers di Jakarta, Rabu (2/6).

Diuraikannya, Program Kartu Prakerja memberi solusi konkret karena insentif Rp 2,4 juta yang diterima setiap peserta dapat menopang daya beli di masa sulit seperti ini.

“Bantuan Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan itu, jika dihitung angkanya, lebih dari 50 persen kebutuhan makanan keluarga penerima Kartu Prakerja di Indonesia,” terang Denni.

Dengan insentif senilai Rp 600 ribu per bulan ini, penerima Kartu Prakerja dapat menggunakannya untuk membeli kebutuhan hidup sehari-hari, sekaligus menciptakan konsumsi dan memutar roda perekonomian setempat.

Untuk bisa mendapatkan insentif itu, para penerima Kartu Prakerja dihadapkan pada syarat khusus, yakni harus menyelesaikan minimal satu pelatihan di ekosistem Kartu Prakerja.

“Mengapa harus ikut pelatihan? Karena program ini konsepnya ‘conditional cash transfer’. Jadi, meski mengincarnya insentif, tetapi mereka diperkenalkan dengan model belajar baru, yang memungkinkan mendapat skill baru, baik skilling, reskilling, maupun upskilling,” kata Deputi Perekonomian Kantor Staf Presiden 2015-2020 itu.

Mengapa penerima Kartu Prakerja diwajibkan untuk mengikuti pelatihan, tak lain karena ‘khittah’ program ini sebagai bantuan pembiayaan peningkatan kompetensi dari pemerintah.

“Pelatihan peningkatan keterampilan tidak hanya untuk yang menganggur, tapi juga bagi para pekerja. Dunia terus berubah, jadi mereka yang sudah bekerja pun perlu memperbaharui keterampilan secara terus menerus,” kata Denni.

Pada kesempatan ini, Denni Purbasari memaparkan hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Badan Pusat Statistik yang baru dirilis Mei 2021. Survei yang dilakukan pada Februari 2021 itu menyebut bahwa 90,97 persen penerima Kartu Prakerja menganggap program ini dapat meningkatkan keterampilan kerja mereka.

Selain itu, Survei Cyrus Network pada Mei 2021 menyebutkan 98,7 persen responden merasa mendapat manfaat dari pelatihan Kartu Prakerja. Survei ini juga mengungkapkan bahwa 92,6 persen penerima Kartu Prakerja merasa bahwa ilmu yang didapatkan dalam pelatihan Kartu Prakerja bisa diaplikasikan di tempat kerja atau tempat usaha.

“Dengan demikian jelas bahwa 1.561 jenis pelatihan yang disediakan 179 lembaga pelatihan di ekosistem Kartu Prakerja dinyatakan relevan oleh para penerimanya, termasuk kelompok marginal di daerah tertinggal, purna pekerja migran, dan juga penyandang disabilitas,” kata Denni.

 

Relevan dengan Kondisi Situasi Sulit Akibat Pandemi

Pengamat ketenagakerjaan yang juga Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menggarisbawahi peran penting Kartu Prakerja sebagai instrumen perlindungan sosial di masa pandemi.

“Pada 2020 ada berbagai jenis perlindungan sosial dari pemerintah seperti Bantuan Subsidi Upah, Insentif Pajak Penghasilan, Relaksasi Iuran untuk Perusahaan dan Kartu Prakerja. Tapi, pada 2021 ini tampaknya hanya Kartu Prakerja yang masih berjalan. Di sinilah program ini bisa menopang konsumsi masyarakat, khususnya para pekerja sehingga memicu pergerakan barang dan jasa lebih baik lagi,” tukasnya.

Staf Khusus Menkeu Yustinus Prastowo mengapresiasi Program Kartu Prakerja yang dinilainya relevan dengan kondisi situasi sulit akibat pandemi.

“Tidak semua orang yang kehilangan pekerjaan lantas menganggur. Sebagian berubah menjadi pelaku sektor wirausaha. Di sinilah baik pengusaha maupun pekerja butuh skill baru yang sesuai dengan kebutuhan,” jelasnya.

Aviliani pun memuji pelaksanaan Kartu Prakerja yang dianggapnya sudah baik. Hanya saja, ia menyarankan agar program ini dikaitkan dengan kesempatan kerja yang dibutuhkan di masa datang.

Ekonom yang pernah menjabat Sekretaris Komite Ekonomi Nasional itu pun sepakat dengan pola Program Kartu Prakerja yang mensyaratkan penerimanya untuk menyelesaikan satu pelatihan dulu baru kemudian mendapatkan insentif.

“Kalau orang hanya dikasih uang saja, cenderung menjadi malas. Kita ingin membuat masyarakat tidak malas. Jadi harus punya ilmu dan bisa bekerja apa saja untuk mendapatkan uang, sehingga nanti ketika program ini selesai, mereka bisa mandiri,” tegasnya.

Di akhir program, Piter Abdullah mengingatkan bahwa tidak ada program yang sempurna sejak awal berdirinya.

“Kelebihan Kartu Prakerja karena program ini terus berbenah dengan melakukan upaya evaluasi secara terus-menerus termasuk dengan berbagai survei. Yang dibutuhkan adalah konsistensi. Jadikan Kartu Prakerja sebagai program utama dalam upaya kita meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia di Indonesia,” pungkas Piter.