Strategi UKM Agar Bertahan di Tengah Pandemi

oleh -
FoKus --Forum Diskusi-- ISKA Channel yang menghadirkan Ketua Bidang UKM dan Industri Kecil Menengah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ronald Walla dan Direktur APINDO Research Institute Paulus Agung Pambudhi. Diskusi yang dipandu oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Dr. Luky Yusgiantoro ini digelar secara daring, pada Jumat (19/3). (Foto; JN)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Sektor Usaha Kecil dan Menengah (UKM) adalah lokomotif perekonomian Indonesia dari masa ke masa. Pada krisis 1998, sektor ini menjadi bantalan pemulihan ekonomi nasional (PEN). Pada 2019, UKM menyerap lebih dari 100 juta tenaga kerja. Tatkala roda perekonomian Indonesia anjlok pada 2020 -2021 saat dihantam pandemi COVID-19, bidang usaha kecil menengah lagi-lagi diharapkan menjadi tulang punggung kebangkitan ekonomi Indonesia.

Untuk menumbuhkan optimisme ini diperlukan komitmen bersama antara pemerintah, industri, para pelaku bisnis, dan masyarakat. Apa saja kesempatan dan tantangan UKM dalam membantu PEN? Strategi apa yang perlu dilakukan untuk mempercepat laju lokomotif perekonomian Indonesia?

Hal inilah yang dibahas dalam FoKus  –Forum Diskusi– ISKA Channel yang menghadirkan Ketua Bidang UKM dan Industri Kecil Menengah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ronald Walla dan Direktur APINDO Research Institute Paulus Agung Pambudhi. Diskusi yang dipandu oleh Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA), Dr. Luky Yusgiantoro ini digelar secara daring, pada Jumat (19/3) dan diikuti oleh Ketua Presidium Pusat ISKA, Hargo Mandiraharjo, pengurus pusat dan pengurus daerah ISKA.

Ketua Bidang UKM dan Industri Kecil Menengah Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Ronald Walla. (Foto: JN)

Kembangkan Business Knowledge

Ketika pandemi Covid-19 menghantam Indonesia, hampir seluruh sektor terimbas dampaknya. Namun ada beberapa sektor saja yang tidak tersapu pandemi antara lain sektor kesehatan dan pertanian.

Ronald mengatakan, ada sejumlah masalah yang dihadapi oleh sejumlah sektor UKM seperti perizinan, pemasaran, dan pendanaan.

Selama ini, katanya, pengembangan UMKM hanya bertumpu pada funding dan arus modal, padahal ini pendekatan yang sudah kuno. “Sekarang yang lebih penting adalah business knowledge, bagaimana mengembangkan bisnis dengan pengetahuan marketing, transformasi digital, dan manajemen bisnis,” ujarnya.

Pola pengembangan bisnis, katanya, juga akan mengarah ke kebutuhan individual konsumen, sehingga produk akan menjadi terspesialisasi, bukan lagi mengarah pada kebutuhan umum yang cenderung sudah dikuasai pemain global.

“Pemerintah harus mengambil kesempatan pandemi ini untuk mengembangkan UMKM, karena ketika pandemi berakhir, kemungkinan terbesar negara-negara berkembang akan dibanjiri oleh produk impor karena berlebihnya produksi di negara-negara maju,” katanya.

Karena itu, katanya, saat ini merupakan kesempatan untuk menggenjot konsumsi barang-barang di dalam negeri seperti perintah Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu.

Ronal mengatakan, mau tidak mau, Indonesia harus mengubah bisnis karena bisnis pasca pandemi berbeda dengan sebelum pandemi.

“Contohnya bisnis perhotelan, kini hanya menyerap tenaga kerja sebesar 1/3 dari kebutuhan tenaga kerja. Karena itu, tenaga kerja perhotelan dituntut untuk memiliki berbagai macam skill. Ada fleksibilitas untuk dunia kerja, karena itu mereka ditutut menguasai dua atau tiga skill sekaligus,” ujar Ronald.

Selain itu, UKM, katanya, harus meningkatkan akses bisnis sehingga mendapatkan pasar yang lebih luas, juga akses terhadap finansil menjadi terbuka lebar.

Selain itu, agar bisnis mereka tetap kompetitif maka UKM harus bisa melakukan diferensiasi terhadap produknya. “Mereka harus melakukan diferensiasi dan harus ada story telling,” ujarnya.

Selanjutnya, UKM juga diminta meningkatkan promosi, misalnya dengan mencantumkan berbagai award yang diterimanya. Hal itu untuk menambah rasa percaya diri dan juga mendapat pengakuan dari masyarakat.

Sementara itu, Agung Pambudhi menyoroti kebijakan pemerintah terhadap sektor UKM saat ini.

Memang muncul kekuatiran bahwa UKM akan tergilas. Karena itu, keberpihakan pemerintah terhadap UMK harus lebih diperjelas, seperti ada kewajiban bagi BUMN menyediakan pendanaan untuk sektor UMKM.

Direktur APINDO Research Institute Paulus Agung Pambudhi. (Foto: JN)

Pada masa Pandemi, sebesar 48 persen sektor UKM mengalami keterbatasan pemasukkan bahan baku. Fakta ini jauh berbeda dengan saat sebelum pandemi yaitu sekitar 75% bisnis dimana bisnis mereka berjalan lancar. Selama Covid-19, cuma ada 30% UMK mengalami bisnis yang cukup bagus dan lebih dari 42% UKM mengalami dampak buruk selama Covid-19.

Dampak Covid-19 terasa cukup besar, antara lain 29,12 juta orang mengalami dampak buruk dalam pekerjaannya. Sebesar 2, 56 juta orang kehilangan pekerjaan, alias menganggur. Sebesar 24, 03 juta orang mengalami pengurangan jam kerja.

Pada tahun 2019, terdapat 95 juta orang mengalami kesulitan mencari pekerjaan dan pada tahun 2020 terdapat 11 juta orang sulit mencari pekerjaan.

Menyikapi hal tersebut, pemerintah sejauh ini terus menggenjot perekonomian. Menurut Agung, ada beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk menumbuhkan kembali sektor UKM tersebut seperti dengan melakukan percepatan digitalisasi dan inovasi.

Selanjutnya, peran pemerintah juga tampak terlihat melalui berbagai bantuan sosial kepada masyarakat.

Menjawab pertanyaan apa yang seharusnya dilakukan UKM ketika harus berhadapan dengan “giant business”, Ronald mengatakan, harusnya UKM melakukan variasi terhadap produk untuk dipromosikan.

“Contohnya dalam dunia kuliner, di mana setiap daerah memiliki jenis kuliner yang berbeda-beda. Oleh karena itu harus adanya kegiatan promosi kuliner ke orang lain, agar produk kuliner itu bisa dikenal dan dinikmati oleh sesama kita di daerah yang lain. Misalnya Soto Palembang yang selama ini tidak dikenal oleh orang lain, ketika dipromosikan, baru bisa menjadi terkenal dan dinikmati oleh banyak orang. Dan hal yang menjadi tantangan adalah daya beli. Para pebisnis yang memasarkan produknya lebih murah, maka daya belinya pun lebih tinggi,” ujarnya.

Sementara itu, Agung menekankan bahwa UMK tersebut lebih membutuhkan kebijakan dari pemerintah. Misalnya UU Cipta Kerja terhadap UKM, agar tidak tergilas oleh perusahan besar (giant business) dari luar. “Jadi peran dari pemerintah harus lebih besar untuk UKM,” ujarnya.

Selain itu, menurut Agung, harus ada limitasi dari bisnis-bisnis tertentu yang harus masuk dalam UKM. “UKM tidak boleh menjadi minder atau menjadi  ‘under dog’ untuk bisa menembus pasar luar, dengan cara menggunakan teknologi IT untuk menembus pasar di berbagai belahan dunia. Jadi para pebisnis kecil yang sebelumnya hanya beroperasi di sekitar 1 km dari tempat tinggalnya, sekarang harus bisa melebarkan usahanya hingga lebih dari puluhan km dari tempat tinggalnya,” ujarnya.

 

Tantangan Bagi ISKA

Moderator mengajukan pertanyaan terkait apa yang bisa dilakukan oleh Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) menyikapi kondisi saat ini.

Ronald mengatakan agar ISKA tidak boleh takut untuk mencoba sebuah usaha. Bisa juga mengajak teman-teman yang mempunyai satu visi untuk bekerja sama memulai usaha, asalkan tetap mempunyai satu tujuan yang sama.

“Jangan takut untuk mencoba sebuah usaha, atau boleh juga bekerja sama dengan teman-teman. Dengan demikian, penghasilan pun pasti lebih banyak. Selain itu kita harus melangkah maju dengan semangat ‘goal’. Dengan berani mencoba, pasti ada banyak jalan yang kita alami,” ujarnya.

Sementara Agung mengatakan, “Kita harus berani memulai dahulu dan harus menghargai prestasi atau kesuksesan yang kecil. Tapi sebelum melangkah maju, kita harus menghindari ‘mental block’, yakni blok peredam untuk memulai sesuatu”.

Sebagai penutup diskusi, Luky Yusgiantoro mengatakan seiring dengan pulihnya negara kita dari pandemi, maka roda perekonomian akan berjalan lebih cepat. “Karena itu, kita semua harus mendukung agar program UKM ini terus berjalan,” ujarnya.

Sebagai pamungkas, Luky mengutip kata-kata Neil Armstrong berikut ini, “One step for man, one giant leap for mankind”. Agar bisa keluar dari krisis, maka dibutuhkan satu langkah untuk manusia, namun satu lompatan raksasa bagi umat manusia. (Ryman)