75 Tahun Majalah Hidup, Kardinal Suharyo Berkhotbah Tentang Makna Perubahan Nama “Hidup”

oleh -
Perayaan 75 tahun Majalah HIDUP berpuncak pada acara Ekaristi kudus yang dilangsungkan di Gereja Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga, Katedral Jakarta, Selasa, 5/1. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Tahun ini Majalah HIDUP genap berusia 75 tahun. Kendati perayaan di tengah pandemi, ada sukacita yang dirasakan seluruh karyawan/karyawati, para donatur, dan pelanggan Majalah HIDUP serta umat beriman lainnya.

Seperti dikutip dari Hidupkatolik.com, sebagai ungkapan syukur, perayaan 75 tahun Majalah HIDUP berpuncak pada acara Ekaristi kudus yang dilangsungkan di Gereja Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga, Katedral Jakarta, Selasa, 5/1.

Sebagai selebran utama yaitu Kardinal Ignatius Suharyo didamping Romo Harry Sulistyo, Romo Hardijantan Dermawan, dan Romo Stephanus Royke Djakarya.

Kardinal Suharyo mengawali khotbahnya dengan sebuah pertanyaan tentang alasan perubahan nama Majalah HIDUP. “Mengapa pada titik tertentu di dalam perjalanan media Katolik ini, ada perubahan nama dari HIDUP Katolik menjadi Majalah HIDUP?” tanya Kardinal.

Menariknya, Kardinal Suharyo tidak serta merta langsung menjawab pertanyaan tersebut. Uskup Agung Jakarta ini memulainya dari sebuah penalaran mendalam dalam kerangka refleksif tentang arti dan makna nama HIDUP.

Menurutnya, selain supaya majalah ini lebih dikenal umum, tak terbatas pada kalangan Katolik saja, juga pemberian nama HIDUP memiliki sebuah pesan spiritual.

Karena itu, Kardinal Suharyo mengajak umat untuk merenungkan soal penggunaan kata hidup dalam Kitab Suci. “Membaca dan merenungkan Kitab Suci, kata ‘hidup’ muncul bukan persoalan apa hidup itu, tapi siapa hidup itu,” ujarnya.

Terkait siapa itu hidup, Kardinal menambahkan, beberapa kali dalam Kitab Suci ketika berbicara tentang siapa itu hidup. Maka hidup tak lain adalah Yesus. Misalnya, ada teks yang menyebutkan, “Akulah jalan kebenaran dan hidup…” (Yoh. 14:6); “Akulah kebangkitan dan hidup…” (Yoh. 11:25).

“Jadi bukan sekadar majalah berganti nama menjadi HIDUP, tapi majalah ini bercita-cita membawa pembaca pada sang ‘hidup’ sejati yaitu Yesus Kristus. Lewat sang hidup, kita semua bisa sampai kepada ‘sang kasih’ Ilahi yaitu Allah,” ujar Kardinal Suharyo.

Persoalannya adalah bagaimana cara membawa pembaca sampai kepada ‘sang hidup dan sang kasih’?

 

Tiga Keutamaan Rohani

Kardinal mengutip Injil Mrk. 6:34-44 tentang Yesus memberi makan lima ribu orang. Dalam teks Misa harian Tahun B ini, Yesus menjawab pertanyaan kekhawatiran para murid ketika hari sudah mulai malam dan mereka belum makan. Para murid meminta orang-orang yang mengikuti-Nya untuk kembali ke kota-kota asal mereka. Berbeda dengan Yesus yang justru berpendapat lain, “Kamu harus memberi mereka makan”.

Menafsirkan kata-kata Yesus ini, Kardinal berpesan, mereka yang melayani di ladang pewartaan Majalah HIDUP harus berani memberi umat, tidak saja santapan jasmani, tetapi juga santapan rohani.

“Lewat penyajian rubrik-rubrik kita bisa menemukan makanan rohani dan jasmani bagi umat. Ada rubrik pewartaan Sabda tetapi juga rubrik-rubrik profan yang bertujuan menggali informasi seputar gereja Katolik untuk pengembangan iman umat,” kata Kardinal.

Pada akhir khotbahnya, Kardinal berpesan kepada umat beriman khususnya karyawan Majalah HIDUP agar memperhatikan tiga Keutamaan sehingga dapat mencecapi santapan rohani-Sabda Allah yaitu mengecap Sabda Tuhan, mencari kehendak Tuhan, dan melaksanakan kehendak Tuhan

“Tiga hal ini kiranya menjadi kekuatan umat beriman, khususnya para pewarta di Majalah HIDUP agar berani merasakan, memahami dan melaksanakan Sabda Allah dalam karya pelayanannya,” pungkas Kardinal Suharyo. (*)