Advokat Perekat Nusantara: Telah Terjadi Penghakiman Irjen Ferdy Sambo dan Keluarga oleh Medsos

oleh -
Pergerakan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) yang terdiri dari Petrus Selestinus, Mansyur Arsyad, Carel Ticualu, melaporkan Rocky Gerung, Refly Harun, Natalius Pigai, dan Hersubeno Arief, ke Polda Metro Jaya, pada Rabu (1/12).

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Sejak berita kematian Brigadir Nopryansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) diungkap sebagai akibat baku tembak dengan Bharada E, yang merupakan ajudan Irjen Pol. Ferdy Sambo, sejumlah pihak serta merta membangun konstruksi peristiwa penembakan itu menurut versi dan sumbernya masing-masing. Ironisnya, konstruksi itu dibangun tanpa didukung fakta dan informasi yang valid.

Koordinator Advokat Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, mengatakan akibatnya bermunculan informasi hoaks dan fitnah. Muncul juga konstruksi hukum beragam yang dibangun di atas informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya alias invalid.

“Publik membuat opini untuk menghakimi Irjen Pol. Ferdy Sambo dan Keluarga berupa asumsi-asumsi, akibatnya berita yang bermuatan hoaks dan fitnah bertebaran di mana mana,” ujarnya di Jakarta, Senin (25/7).

Pihak keluarga korban (Brigadir J) dan pengacaranya juga membangun opini dengan konstruksi sendiri bahwa pembunuhan terhadap Brigadir J telah direncanakan dengan cara dihabisi di dalam perjalanan antara Magelang dan Jakarta, sehingga Irjen Pol. Ferdy Sambo dilaporkan ke Bareskrim Polri pada Senin,18/7/2022,  sebagai terduga pelaku pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Pihak lain membangun konstruksi peristiwa pidana seakan-akan Brigadir J. dibunuh dengan cara dianiaya terlebih dahulu oleh beberapa orang kemudian ditembak sebanyak beberapa kali sampai 5 bekas luka tembakan di samping luka-luka sayatan dan memar di beberapa bagian tubuh.

Petrus mengatakan, dalam peristiwa kematian Brigadir J, ada 3 (tiga) isu publik mengemuka yang harus dijawab.

Pertama, keberadaan Ferdy Sambo saat kejadian baku tembak di rumah dinasnya. Kedua, alat rekam/kamera pemantau/CCTV yang dinyatakan rusak. Dan ketiga, konferensi pers tentang kematian Brigadir J yang baru diungkap 3 (tiga) hari setelah peristiwa itu terjadi.

“Untuk menjawab ketiga isu ini, pada saat ini, semua pihak masih harus menunggu proses penyelidikan dan penyidikan Bareskrim Polri, yang independen, transparan dan akuntabel, karena dikawal oleh Tim Khusus yang dibentuk Kapolri, Kompolnas, Komnas HAM dan Media,” pinta Petrus.

 

Polri Akomodatif dan Progresif

Melihat sikap Bareskrim Polri yang responsif, akomodatif dan progresif dalam menyikapi kasus ini, kata Petrus, tentu menjadi sesuatu yang sangat positif. Selain itu, yang terbaru dari pimpinan Polri yaitu mengakomodir keinginan publik dan pihak keluarga Brigade J dengan membentuk tim khusus.

“Ini sesuatu yang luar biasa dan patut diapresiasi, karena sikap mendengarkan dan memenuhi aspirasi publik secara presisi, selama ini belum berjalan sebagaimana mestinya, namun dalam kasus kematian Brigadir J. akibat baku tembak, Polri sungguh-sungguh responsif, transparan, dan akuntabel, akomodatif dan progresif,” ujarnya.

Petrus mengatakan, Polri akomodatif karena menerima masukan dari masyarakat dan keluarga korban tanpa pertentengan dan tanpa menyalahkan masyarakat dan keluarga korban, sehingga masyarakat dan kekuarga korban tidak kehilangan kepercayaan di tengah keprihatinan dan kedukaan akibat peristiwa ini.

Sedangkan Polri progresif karena dalam kasus ini terjadi perubahan yang sifatnya maju dan meningkat karena hampir semua tuntutan publik dan keluarga korban diterima tanpa hambatan apa-apa tentu dengan pertimbangan yang positif dan dapat dipertanggungjawabkan.

Petrus mengatakan, media sosial telah menghakimi Irjen Pol. Ferdy Sambo dan keluarganya dan juga institusi Polri terkait peristiwa kematian Brigadir J, yang disebut-sebut akibat baku tembak di rumah dinas Kadiv Propam Irjen Pol. Ferdy Sambo di Duren Tiga Jakarta Selatan.

Penghakiman oleh medsos tersebut, kata Petrus, melampaui batas, bahkan dikhawatirkan terjadi pembentukan opini secara permanen di kalangan masyarakat, penyidik hingga kelak para hakim yang akan mengadili perkara ini, bahwa Irjen Pol. Ferdy Sambo adalah pelakunya.

“Pada saat ini opini publik itu sudah terbentuk dengan menempatkan Irjen Pol Ferdy Sambo sebagai pelakunya. Padahal belum tentu benar, karena opini dari masyarakat bersumber dari asumsi-asumsi dan berita hoaks yang tidak bersumber dari pihak yang berkompeten, sehingga telah menjadi fitnah melalui trial by the press,” ujarnya.

Karena itu masyarakat diminta menahan diri. Dan jika memiliki informasi atau bukti-bukti terkait perstistiwa dugaan pembunuhan terhadap Brigadir J. agar disalurkan melalui Tim Gabungan Penyelidik Fakta, Kompolnas, Komnas Ham atau Penyidik Polri, bukan dengan cara memproduksi berita hoaks terus menerus, mandaur ulang isu-isu yang ada sehingga menggeser isu pokok dengan berita hoaks.

“Apapun alasannya, trial by the press itu jelas melanggar prinsip praduga tak bersalah dan berimpikasi melahirkan fitnah dan pembunuhan karakter seseorang, karena media sosial menyuguhkan berita terus menerus sehingga menarik opini public untuk menghakimi tersangka atau terdakwa yang dianggap bersalah padahal proses perkara belumlah selesai dan belum diputus Hakim dan putusannya berkekuatan hukum tetap,” pungkasnya. ***