Alami Dilema Moral, Richard Eliezer Pantas Mendapat Keringanan Hukuman

oleh -
Richard Eliezer menangis saat mendengar putusan Jaksa yang meminta Hakim menghukumnya dengan 12 tahun penjara. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Richard Eliezer pantas mendapatkan keringan hukuman dalam kasus pembunuhan Brigadir Josua, yang melibatkan Ferdy Sambo dan Putri Chandrawati.

Hal ini disampaikan salah satu pendiri Setarra Institute Antonius Benny Susetyo dalam video di Kanal Youtube RKN Media, berjudul “Ibu Richard Eliezer Minta Keringanan Hukum”, Selasa (07/02/2023).

Richard Eliezer adalah mantan ajudan Sambo, yang diperintahkan oleh Sambo untuk melakukan eksekusi terhadap Josua yang menyebabkan kematiannya.

Jaksa Penuntut Umum menuntut Richard hukuman penjara selama 12 tahun. Masyarakat Indonesia banyak memandang bahwa tuntutan tersebut tidak adil.

Benny menyatakan bahwa kasus ini sungguh menyita perhatian masyarakat Indonesia.

“Kenapa? Karena kasus ini menjadi tanda apakah hukum di Indonesia benar-benar berkeadilan; apakah (hukum) berpihak kepada mereka yang lemah, yang secara kasat mata tidak memiliki kekuatan, tidak memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatannya. Ini disebut dilema moral,” tuturnya di Jakarta, Kamis (9/2).

Dilema moral, lanjutnya, dialami ketika pengambilan keputusan hakim untuk memutuskan apakah terdakwa pantas untuk benar dihukum seberat-beratnya, berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan dan nilai moral dan etika.

“Moral itu nilai etis; perlu dinilai perbuatannya apakah dilakukan karena terpaksa dan diluar kemampuannya, dan apakah dia pantas dihukum dengan berat. Hakim seharusnya mampu menggali hati nuraninya dalam melihat kasus seperti ini,” jelasnya.

Salah satu rohaniwan Katolik ini menilai bahwa tindakan yang diambil Richard pada saat eksekusi adalah sebuah tindakan “actus hominis”.

“Artinya adalah tindakan yang dilakukan karena terpaksa. Richard melakukan tindakannya (sebagai eksekutor) karena dia tertekan rantai komando. Ada relasi yang timpang; dia bawahan, maka dia tidak memiliki daya tawar, kemampuan untuk menolak. Kalau menolak, dia yang akan dikorbankan. Richard mengalami dilema moral, sehingga dia melakukan pembunuhan itu,” kata Benny.

“Persoalannya: apakah perbuatan demikian bisa dihukum? Apalagi secara ksatria, Richard mengungkapkan kebenaran. Harusnya dia mendapat keringanan hukum, karena dia mengungkapkan kejahatan yang luar biasa ini,” ucap Benny.

Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP ini pun menyatakan bahwa hukum di belahan dunia manapun, terutama di Indonesia, harus memiliki asas dan nilai keadilan.

“Jangan hanya tajam pada orang-orang yang kecil dan lemah, tetapi lembek pada mereka yang memiliki kekuasaan, atau dekat pada penguasa,” imbuhnya.

Benny menyatakan bahwa hakim sebaiknya mendengarkan hati nurani mereka yang paling terdalam.

“Dilema moral ini bisa dijawab saat hakim mendengarkan hati nurani mereka, karena dengan begitu, mereka mendengarkan aspek kemanusiaan yang terdalam juga. Nilai kemanusiaan mempengaruhi nilai keadilan,” Benny menjelaskan.

Pengamat komunikasi politik ini pun berharap agar hakim memutuskan dengan memakai hati nuraninya, bukan pertimbangan lain. Karena dengan suara hati, hakim memiliki kejujuran dalam memutuskan. Kasus ini akan menunjukkan apakah hukum masih memiliki kedaulatan, atau sudah kehilangan kewibawaannya.

“Memutuskan Richard Eliezer harus memakai hati nurani, aspek kemanusiaan, dan aspek keadilan, bukan hanya memakai nalar. Hukum, jika sudah tidak berpihak lagi pada keadilan dan kemanusiaan, maka kehilangan keadabannya,” pungkasnya. ***