Analis: Momentum Natal dan Tahun Baru Jadi Favorit Teroris Melakukan Aksi

oleh -
Pengamat intelijen Stanislaus Riyanta. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Satu keluarga yang terdiri dari 4 orang di Desa Lembatongoa, Kecamatan Palolo, Kabupate Sigi, Sulawesi Tengah tewas dibunuh dengan sadis pada Jumat (27/11/2020) . Dari tinjauan di lapangan menunjukkan korban dibunuh dengan sadis dengan cara dibakar dan dipenggal kepalanya.

Analis intelijen dan terorisme Stanislaus Riyanta mengatakan dilihat dari aksi teror, tempat kejadian, dan momentum yang terjadi, pelaku mengerucut kepada kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT), yang saat ini masih eksis di Sulawesi Tengah terutama di Poso dan Sigi.

“MIT saat ini dipimpin oleh Ali Kalora dan bersembunyi di sekitar hutan daerah Poso dan Sigi. Hal tersebut juga dikuatkan dengan hasil konfirmasi kepada para saksi bahwa para pelaku identik dengan daftar DPO teroris MIT, termasuk salah satu di antaranya adalah pimpinan MIT Ali Kalora,” ujar Stanislaus kepada Indonews.id di Jakarta, Minggu (29/11).

Alumni S2 Kajian Stratejik Intelijen Universitas Indonesia itu menyebutkan bahwa aksi teror dengan memenggal kepala dan membakar rumah, bahkan di depan masyarakat lain sangat mirip dengan cara-cara yang dilakukan oleh kelompok ISIS.

Tempat kejadian perkara di Sigi adalah daerah yang menjadi lintasan dari kelompok MIT. Saat ini diketahui bahwa kelompok MIT berafiliasi kepada ISIS. Kelompok MIT ini sudah beberapa kali melakukan aksi teror dengan memenggal kepala orang yang dianggap sebagai musuh.

Aksi biadab yang dilakukan oleh MIT ini, menurut kandidat Doktoral dari UI tersebut, dapat dinilai sebagai aksi balasan atas tertembaknya dua anggota MIT oleh Satgas Tinombala di Kecamatan Bolano Kabupaten Parigi Moutong pada 17/11/2020.

Dua DPO tersebut yaitu Wahid alias Aan alias Bojes dan Aziz Arifin alias Aziz, yang sebelumnya sempat terdeteksi berkeliaran di Kota Palu.

Saat ini jumlah anggota MIT yang berkeliaran di Sulteng sekitar belasan orang dengan perkiraan senjata yang digunakan tiga pucuk senjata laras panjang dan amunisi yang semakin terbatas. Namun dengan pola hit and run, dan taktik gerilya di hutan Sulteng yang cukup luas dan lebat membuat kelompok tersebut lebih fleksibel dalam bersembunyi.

Menurut Stanislaus, kelompok MIT juga kerap memaksa masyarakat untuk menyediakan logistik. Jika kemauan dari kelompok MIT tidak dipenuhi maka mereka akan melakukan aksi kekerasan yang sangat keji, termasuk jika ada penduduk yang dianggap bekerja dengan aparat keamanan. Inilah yang menyebabkan masyarakat menjadi ketakutan dan tidak berani melawan kelompok MIT tersebut.

Stanislaus mengatakan, aksi yang dilakukan oleh kelompok MIT ini harus segera ditangani dengan cepat. “Negara harus hadir untuk menjaga masyarakat agar tidak tersentuh oleh kelompok teroris tersebut. Jika negara tidak hadir maka dengan mudah kelompok teroris tersebut bersembunyi dan beraksi di tengah masyarakat dan menjadikan masyarakat sebagai korban,” ujarnya.

Selain itu negara harus memastikan bahwa peristiwa ini tidak menjadi suatu momentum yang dapat dimanfaatkan kelompok-kelompok tertentu untuk memicu konflik horisontal. Negara harus memastikan bahwa masyarakat bersama pemerintah menjadi satu kesatuan menentang terorisme. Satu pemahamanan ini penting supaya tidak ada celah yang bisa menjadi pintu bagi provokasi-provokasi pemicu konflik horisontal.

Karena itu, intelijen harus lebih keras bekerja untuk melakukan deteksi dini cegah dini aksi teror yang diprediksi akan terus menguat pada Bulan Desember. “Momentum Natal dan tahun baru sudah sering kali menjadi waktu favorit bagi kelompok teroris untuk menjalankan aksinya. Selain itu momentum Pilkada serentak juga bisa dimanfaatkan oleh kelompok teroris untuk menunjukkan eksistensinya dengan memanfaatkan konsentrasi aparat keamanan yang fokus pada pengamanan Pilkada,” ujarnya.

“Negara tidak boleh dikalahkan teroris. Kehadiran negara sangat penting sehingga masyarakat tidak menjadi korban. Selain itu peran penting dari masyarakat untuk melawan radikalisme juga tidak kalah penting. Kolaborasi antara negara dan masyarakat ini harus diperkuat untuk semakin meminimalkan ruang yang bisa dikuasai oleh kelompok teroris,” pungkasnya. (Ryman)