ASN 4.0 Bisa Kerja dari Rumah? Mengapa Tidak!

oleh -
Aparatur Sipil Negara diminta hindari gratifikasi dan penggunan fasilitas negara. (Foto: Setkab.go.id)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Perkembangan revolusi industri 4.0 membawa angin segar bagi semangat perubahan. Tidak hanya dunia usaha, birokrasi pemerintahan juga tak mau ketinggalan. Bahkan, pemerintah kini sedang merencanakan agar para Aparatur Sipil Negara (ASN) bisa bekerja di rumah.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) mengaku sedang membuat rencana agar PNS bisa bekerja lebih fleksibel, tidak melulu di kantor.

“Ciri-ciri ASN 4.0 itu lebih jeli, lebih akurat, lebih cepat nanti ada fleksibilitas dalam kerja,” ujar Deputi SDM Aparatur Kemenpan RB Setiawan Wangsaatmaja dalam diskusi Forum Merdeka Barat 9, Jakarta, Kamis (8/8/2019).

Fleksibilitas kerja dinilai menjadi hal penting menyusul akan terjadinya perubahan besar profil PNS pada 2024 mendatang. Saat itu, diperkirakan separuh PNS di Indonesia merupakan generasi yang sangat melek teknologi. Layanan masyarakat pun nantinya bisa terbantu dengan kehadiran teknologi.

Dia mencontohkan tanda tangan dokumen untuk keperluan birokrasi tidak perlu seorang pejabat menandatangai satu per satu dokumen. Namun bisa dilakukan dengan tanda tangan digital sehingga prosesnya bisa lebih cepat.

Untuk menyambut PNS 4.0 itu, pemerintah sudah memulai dengan proses rekruitmen PNS yang  menggunakan sistem komputer atau internet. Setiawan mengatakan, dari hasil seleksi beberapa tahun itu pemerintah sudah memiliki 572.000 pegawai yang melek teknologi. Adapun jumlah total ASN saat ini mencapai dari 4,3 juta orang.

Selain fleksibilitas kerja, lanjutnya, perubahan juga mungkin terjadi dari sisi remunerasi PNS. Sejauh ini, Kantor Staf Kepresidenan (KSP) sudah menyusun 8 usulan dalam upaya membangun manajemen talenta ASN di Indonesia. Salah satu usulannya yakni membuat pengganjian tunggal atau single salary untuk remunerasi PNS. Hal ini untuk menghindari kesenjangan gaji antar kementerian dan lembaga.

Single salary adalah penetapan besaran gaji tidak didasarkan pangkat dan golongan, melainkan penilaian kinerja. Tanpa single salary, menajemen talenta PNS dinilai akan sangat berat terbangun. Sebab, sistem ini memungkinkan PNS bertalenta dari satu lembaga dimutasi atau dipindahkan ke lembaga lain.

“Karena kalau saya misal pindah kementerian itu merasa gajinya lebih kecil, enggak bisa, padahal perlu,” kata Deputi II KSP Yanuar Nugroho seperti dikutip kompas.com.

Namun, detil skema single salary untuk PNS belum dijelaskan. Ini termasuk apakah berupa penyeragaman gaji dan tunjangan seusai tingkatan jabatan atau tidak. Single salary juga akan disertai kebijakan lain. KSP mengusulkan perubahan materi-materi diklat PNS agar lebih sejalan dengan industri 4.0.

Setiawan menambahkan gap remunerasi PNS tidak hanya terjadi di tingkat pusat namun juga di daerah. Hal ini terjadi karena belum adanya aturan yang bisa dijadikan patokan pemerintah daerah untuk mengatur besaran remunerasi PNS daerahnya masing-masing.

Oleh karena itu Kemenpan RB menilai perlu adanya peraturan pemerintah yang mengatur terkait pemberian gaji, tunjangan dan fasilitas untuk ASN sehingga bisa menjadi acuan Pemda. Namun, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) khawatir single salary justru mengembalikan anggapan PGPS atau Pintar Goblok Penghasilan Sama. “Ini juga jangan sampai terjadi karena untuk mendapatkan remunerasi yang baik itu kan ada KPI-nya (key performance indicator),” Sekretaris Jenderal Kemenkeu Hadiyanto.

Kemenkeu justru menilai adanya batas bawah gaji PNS lebih penting dibandingkan kebijakan single salary yang dimunculkan oleh KSP.

Bila konsep single salary berupa penyeragaman remunerasi PNS pada tingkatannya yang sama, maka akan menjadi beban untuk lembaga atau pemda yang kemampuan keuangannya berbeda-beda. Apalagi nantinya, katanya, ada rencana uang pensiun PNS akan berbasis dari take home pay. Meski begitu, baik fleksibilitas maupun single salary PNS baru sekedar rencana dan usulan. Perlu waktu untuk menggodok dua hal tersebut sebelum mengambil keputusan tersebut. (Ryman)