Bedah Buku ISKA dan UAJY, Merawat Kebangsaan Berbasis Kearifan Lokal

oleh -
Peserta diskusi bedah buku 'Merawat Kebangsaan Berbasis Kearifan Lokal' dilaksanakan oleh Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), pada Rabu (27/10/2021). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Dalam merawat, menjaga dan mempertahankan bangsa besar tidak cuma mengandalkan ekonomi dan perangkat senjata sekaligus tentara dalam jumlah besar. Penting bagi seluruh warga negara bersama-sama mempromosikan dan menyebarkan nilai kebangsaan dengan menggali kearifan lokal sebagai upaya mengatasi beragam masalah bangsa.

Hal itu terungkap dalam bedah buku ‘Merawat Kebangsaan Berbasis Kearifan Lokal’ dalam diskusi yang diselenggarakan secara daring oleh Ikatan Sarjana Katolik Indonesia (ISKA) dan Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), pada Rabu (27/10/2021) sore.

Hadir dalam diskusi tersebut Wakil Rektor 1 UAJY Sushardjanti Felasari, dan Ketua Presidium Pusat ISKA Hargo Mandiraharjo. Sementara itu tampil sebagai pembicara buku adalah salah satu dari penulis yaitu Andreas Joko Wicoyo, pembedah buku adalah Hasto Bramantyo Dosen Sekolah Tinggi Agama Budha (STAB) Syailendra Kopeng, dan Aryanto Nugroho Dosen Universitas Respati Yogyakarta (UNRIYO), dan sebagai moderator adalah Dosen Universitas Atma Jaya Yogyakarta (UAJY), Wibowo Suliantoro.

Hasto Bramantyo mengatakan buku itu mampu mengangkat nilai-nilai alternatif kebangsaan melalui kearifan lokal yang sangat relevan dalam situasi keindonesiaan sebagai cara mengambil sikap kritis, arif dan komprehensif terhadap dinamika ideologi-ideologi global yang masuk ke Indonesia.

“Di dalam buku itu ada identitas nasional, misalnya dari suku dayak yang luar biasa sebagai budaya bangsa kita. Adil Ka Talino, Bacuramin Ka Saruga, Basengat Ka Jubata. Ucapan falsafat itu bermakna, selalu adil kepada sesama, selalu bercermin atau berkacalah kepada surga, selalu bernapaslah kepada Tuhan,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Rabu.

Hasto juga menguraikan kearifan lokal melalui semangat membangun toleransi dari kehadiran Candi Borobudur dan Candi Prambanan yang di reliefnya mengandung etika, nilai moral, tata cara kehidupan msyarakat sebagai kekayaan budaya lokal mengandung kebijakan dan pandangan hidup.

“Buku ini begitu luar biasa karena terurai kearifan lokal identitas nasional budaya bangsa yang sanggup menyerap dari budaya luar sehingga tidak mengubah watak sendiri bangsa Indonesia,” ujarnya.

Dia berharap ISKA ke depan tetap memelihara dialektika dengan berakar dari budaya bangsa sehingga tidak alergi terhadap berbagai hal yang masuk ke Indonesia.

Sementara itu Ariyanto Nugroho mengatakan kearifan lokal merupakan kebiasaan masyarakat yang terus dijaga agar tetap mempertahankan tanpa meninggalkan keagamaan. Indonesia, lanjutnya, adalah kehadiran suku-suku yang menjadi nation.

“Saya mengapresiasi ISKA yang mau mengangkat nilai kearifan lokal sebagai pengingat dan menyampaikan lewat buku ini. Suku-suku di Indonesia mempunyai semangat rasa keindonesiaannya sangat besar dibandingkan dengan kesukuan,” ujar Ariyanto.

Menurutnya, merawat kebangsaan tidak boleh luntur karena tantangan sekarang semakin beragam ideologi dan jangan sampai terjadi perpecahan kekerasan yang membuat masyarakat Indonesia tidak produktif dan sulit bersaing dengan negara lain.

“Yang waras jangan mengalah, sudah waktunya kita mengajak yang waras untuk menjaga kesatuan negara. Masih banyak lagi cerita kearifan lokal di daerah di mana mereka mampu mengatasi beragam persoalan dan membina kebangsaan Indonesia,” ucap Ariyanto.

Alexander Mering, editor buku kearifan lokal itu mengatakan bahwa budaya yang mengikat warga negara Indonesia sebagai pondasi utama dalam melaksanakan pembangunan nasional, menumbuhkan ekonomi, sosial, budaya dan politik ketika bangsa dihadapkan berbagai situasi yang tercabik-cabik oleh pandemi Covid-19, radikalisme, intoleran dan terorisme.

“Kalau kita tidak berakar pada nilai sendiri, maka seperti Zombie yang tidak dapat menilai atau memahami arah bangsanya ke depan. Jepang misalnya dia tetap berakar pada budaya lokal. Seperti dikatakan James Richardson Logan (wartawan dan antropolog) yaitu nilai-nilai budaya dan kearifan lokal suku bangsa disebut Indonesia diolah, ditempa, disaripatikan dan diformulasikan oleh Soekarno yang kita kenal dengan nama Pancasila,” kata Mering.

 

Bermula dari Kegelisahan

Penulis buku Andreas Joko Wicoyo mengatakan Indonesia mempunyai kekayaan kearifan lokal keanekaragaman multi etnik, kultur dan agama yang relevan sebagai modal bersama bangsa dan negara apalagi negara ini sedang dalam ancaman radikalisme dan pandemi Covid-19.

“Buku ini mengingatkan semua elemen bangsa untuk tidak melupakan dari mana mereka berasal. Buku ini juga sebagai bahan refleksi bagi siapa saja yang membacanya karena banyak nilai kearifan lokal dalam rahim budaya Indonesia,” kata Joko Wicoyo.

Joko mengutarakan ancaman perpecahan negara saja dapat dilihat saat perbedaan pandangan dalam penanganan Covid-19 yang dikaitkan melalui narasi-narasi keagamaan. “Nanti saat pemilu lagi kalau tidak dapat menarasikan merawat kebangsaan dengan baik dapat memperuncing perpecahan. Kalau mengabaikan pemikiran tokoh akan terasa politik identitas saat pilkada dan pemilu seterusnya,” ujar dia.

Dia mencontohkan negara Jepang dan China yang masih memegang erat budaya dan berharap Indonesia mengikuti kedua negara itu karena sudah memiliki modal kearifan lokal tanpa harus kehilangan identitas bangsa.

Hargo Mandiraharjo mengatakan penulisan buku ‘Merawat Kebangsaan Berbasis Kearifan Lokal’ bermula dari kegelisahan ISKA menyaksikan ancaman nyata terhadap keutuhan bangsa Indonesia yang berdiri dari kehadiran beragam suku bangsa dan agama.

Sehingga ISKA, kata Hargo, berperang aktif merawat komitmen kebangsaan dengan promosi dan diseminasi nilai-nilai kebangsaan serta nasionalisme. “Semangat itu yang mendorong ISKA melaksanakan berbagai program dialog dengan berbagai pihak dan stakeholder level nasional dan daerah. Salah satunya program diskusi di 10 wilayah Dewan Pimpinan Daerah (DPD) ISKA pada 2018 lalu. Diskusi itu menghasilkan kajian dan FGD yang hasilnya berupa karya tulis di dalam buku ini,” kata Hargo.

Ketua Presidium Pusat ISKA periode 2017-2021 itu mengatakan cita-cita bersama menenun kebangsaan tidak boleh lepas dalam keadaan apapun seperti dari gempuran kabar hoax dari media sosial. Menurutnya, kehadiran buku ini memicu setiap masyarakat menyemai persaudauraan dan perdamaian pada generasi muda yang terus merajut persatuan bangsa di masa depan.

“Kami ISKA ingin sebagai lilin kecil pemandu di tengah marak isu radikal, perpecahan agama. Di dalam buku tersebut terhimpun aspirasi yang terserap dan basis adi luhung lumbung kekayaan beragam suku budaya, golongan dan rohani yang merekatkan kesatuan bangsa kita. ISKA rumah bersama senantiasa memegang teguh kebangsaan,” kata Hargo. ***