BNPT: Guru Dapat Menjadi Pintu Masuk Paham Radikalisme

oleh -
Acara pembekalan Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme kepada 1.054 Kepala Sekolah tingkat SMA /SMK se-Provinsi Lampung secara daring dan luring dalam acara Dialog Kebangsaan Harmonisasi Bangsa. Acara tersebut berlangsung di Aula Kantor Gubernur Provinsi Lampung, Bandar Lampung, Sabtu (18/12/2021) siang. (Foto: Ist)

Bandar Lampung, JENDELANASIONAL.ID — Seorang Kepala Sekolah maupun guru baik di tingkat SMA/SMK ataupun di tingkat bawahnya harus memahami mengenai bahaya penyebaran  paham radikal terorisme. Hal ini sebagai upaya untuk mencegah masuknya paham tersebut kepada para murid maupun terhadap lingkungan masyarakat di sekitarnya  Karena guru ini bisa menjadi pintu masuk sekaligus pintu keluar radikalisme di kalangan remaja.

Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhis, SE, MM, saat memberikan pembekalan Pencegahan Paham Radikalisme dan Terorisme  kepada  1.054  Kepala Sekolah tingkat SMA /SMK se-Provinsi Lampung secara daring dan luring dalam acara Dialog Kebangsaan Harmonisasi Bangsa. Acara tersebut berlangsung  di Aula Kantor Gubernur Provinsi Lampung, Bandar Lampung, Sabtu (18/12/2021) siang.

“Tentunya bahaya paham radikalisme dan terorisme ini sangat penting untuk dipahami oleh para guru, karena guru itu bisa menjadi pintu masuk sekaligus pintu keluar radikalisme di kalangan remaja ataupun pemuda para generasi Z atau generasi milenial,” ujar Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid.

Lebih lanjut Direktur Pencegahan BNPT menjelaskan, bisa menjadi pintu masuk radikalisme kalau para guru atau Kepala Sekolah justru menamankan dan mengajarkan hal-hal yang intoleran, radikal, hate speech, anti pemerintah dan sebagainya kepada para siswa.

“Tetapi bisa menjadi pintu keluar dan menjadi vaksin secara ideologis kalau para guru dan kepala sekolah ini menanamkan hal hal yang moderat, hal yang mendinginkan, mendamaikan, mempersatukan cinta tanah air dan bangsa, menanamkan akhlakul kharimah, mencintai Pancasila sebagai ideologi negara dan lain sebagainya. Sehingga sangat relevan dan sangat penting untuk mereka pahami,” kata alumni Akpol tahun 1989 ini.

Hal ini menurutnya perlu dilakukan karena berdasarkan hasil survei, sebesar  12,2% yang merupakan indeks potensi radikalisme, dengan 85%-nya merupakan para generasi milenial yaitu generasi berumur antara 20 sampai 39 tahun. Kemudian yang kedua adalah generasi Z yang merupakan antara umur 14 sampai 19 tahun.

“Kebetulan para Kepala Sekolah SMA dan SMK ini bisa hadir untuk mengetahui seperti apa ciri-ciri orang yang terpapar paham radikalisme dan terorisme. Hal ini sangat relevan supaya apa yang saya sampaikan tadi bisa disosialisasikan kepada para siswanya. Karena ini juga merupakan bagian dari pada kesiapsiagaan nasional sekaligus juga menanamkan moderasi berbangsa dan beragama,” ujar mantan Kabagbanops Densus 88/Anti Teror Polri ini.

Perwira tinggi yang pernah menjabat Wakil Komandan Resimen Taruna (Wadanmentar) Akpol ini mengatakan bahwa paham radikalisme dan terorisme ini merupakan virus yang dapat menyerang siapa saja. Virus tersebut tidak memandang suku, agama, pendidikan, dan sebagainya.

Nurwahid mencontohkan Dr. Azhari yang merupakan orang pintar atau insinyur dapat menjadi teroris, begitu juga dengan Usaman Bin Ladin. Terorisme, lanjutnya tidak ada kaitannya dengan agama. Namun, teroris ini terkait dengan pemahaman agama yang menyimpang.

“Jadi, agama teroris ini biasanya didominasi agama yang menjadi mayoritas di suatu daerah, jadi bukan Islam saja. Seperti KKB di Papua itu yang melakukan agama Kristen karena mayoritas disana Kristen. Begitu juga di Myanmar ada Biksu yang membuat umat Islam Rohingya terusir dan pergi ke Bangladesh,” tutur mantan Kadensus 88/Antiteror Polda DIY ini.

Untuk itu, virus-virus radikalisme ini perlu diberikan vaksin, salah satunya dengan mengadakan “Dialog Kebangsaan” seperti ini. Dialog ini sebagai upaya untuk menyamakan persepsi, terutama untuk kepala sekolah yang untuk selanjutnya dapat diteruskan kepada tenaga pendidik dan siswa disekolah masing-masing. Bahkan dirinya juga mengamati masih ada juga guru yang  terpengaruh paham radikalisme dan terorisme.

“ASN (Aparatur Sipil Negara)  itu ada 19,2 % yang masuk dalam Index Potensi Radikalisme. Yang mana ciri-cirinya mereka ini sudah anti Pancasila, pro khilafah.  Mereka sudah intoleran terhadap keragaman dan perbedaan  sudah menjadi keniscayaan atau sunatullah. Mereka sudah eksklusif terhadap perubahan, dan mereka juga anti terhadap pemerintahan yang sah, mereka juga anti terhadap budaya dan kearifan lokal,” ujarnya.

Untuk itu mantan Kapolres Gianyar ini  sangat mengapresiasi Pemerintah Provinsi Lampung yang telah menggelar acara Dialog Kebangsaan yang menghadirkan seluruh Kepala Sekolah tingkat SMA/SMK. Karena  ini merupakan kegiatan yang memiliki nilai yang sangat strategis.

“Kegiatan ini seperti semacam training of trainer. Dimana kami memberikan vaksinasi ideologi dan sekaligus men-training supaya mereka menjadi trainer untuk menyebarkan kepada seluruh siswa maupun masyarakat di sekitarnya.  Karena kegiatan seperti ini sebagai upaya pencegahan terhadap paham radikal terorisme ini yang menjadi amanah dari undang-undang nomor 5 tahun 2018 tentang penanggulangan terorisme dan Peraturan Pemerintah nomor 77 tahun 2019,” katanya mengakhiri.

 

Selamatkan Generasi Muda

Dalam kesempatan yang sama  narasumber lainnya yaitu Rektor Universitas Lampung (Unila) Prof. Dr. Karomani, M.Si dalam penyampaian materinya mengungkapkan kondisi umum radikalisme. Berdasarkan surve alvara research center dan mata air foundation, ancaman radikalisme di Indonesia, ada sekitar 23,4% mahasiswa menyatakan setuju dengan jihad untuk tegakan negara Islam dan khilafah.

“Kemudian, ada 23,3% pelajar SMA setuju dengan jihat untuk tegakan negara islam dan khilafah, 19,4% PNS menyatakan tidak setuju dengan idiologi Pancasila, 18,1% pegawai swasta menyatakan tidak setuju dengan idiologi pancasila, dan 9,1% pegawai BUMN menyatakan tidak setuju dengan idiologi Pancasila. Tentunya hal seperti itu patut menjadi kewaspadaan bersama seluruh pihak,” ujarnya.

Sementara itu Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Ir. Fahrizal Darminto, MA, dalam kesempatan tersebut mengatakan bahwa pihaknya sengaja menggelar dialog bagi para Kepala Sekolah maupun guru yang ada di Perovinsi Lampung ini sebagai upaya untuk menyelamatkan para generasi muda bangsa ini agar tidak mudah tersusupi paham radikalisme terorisme.

“Diharapkan nantinya mereka ini akan dapat meneruskan pesan-pesan apa yang sudah disampaikan para narasumber kepada para siswanya. Hal ini dikarenakan para siswa itu sendiri termasuk dalam kelompok yang kemungkinan sangat mudah sekali terpapar oleh pemikiran-pemikiran yang radikal dan lain-lain,” ucap Fahrizal.

Untuk itu dirinya berharap  apa yang sudah disampaikan para narasumber sebelumnya bisa disampaikan untuk diimplementasikan. “Tentunya para seluruh guru nantinya akan kita isi pemikiran-pemikirannya untuk menangkal paham radikalisme dan terorisme. Karena Guru ini sebagai Garda terdepan kita untuk menyelamatkan para generasi muda di sekolah-sekolah,” pungkas Fahrizal. ***