BNPT: Ini Tiga Strategi Kelompok Radikal dalam Memecah Belah Bangsa

oleh -
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, dalam webinar “Ngopi Daring bela Negara: MABA Vs EVERYBODY” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Ditjen Pothan Kemhan) di Jakarta, Selasa (31/8/2021). (Foto: Humas Pusat Media Damai, BNPT)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Mahasiswa dan para pemuda yang merupakan generasi penerus bangsa diharapkan memiliki kemampuan, keterampilan dan akhlak mulia untuk menjadi calon pemimpin bangsa yang akan membawa bangsa ini pada kemajuan dan kesejahteraan.

Namun hal ini tentunya akan sulit dicapai jika para pemuda bangsa ini tidak memiliki semangat bela negara dan rasa cinta tanah air, sebagaimana para pahlawan bangsa telah memperjuangkan dan mengorbankan diri untuk kemerdekaan bangsa Indonesia. Terlebih dewasa ini bangsa kita sedang dihadapkan pada permasalahan radikal dan terorisme yang berupaya untuk memecah-belah bangsa.

Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT),  Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM,  dalam webinar “Ngopi Daring Bela Negara: MABA Vs EVERYBODY” yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Ditjen Pothan Kemhan) di Jakarta, Selasa (31/8/2021).

Brigjen Pol R. Ahmad Nurwakhid mengatakan, ada tiga strategi kelompok radikal dalam upaya memecah belah bangsa.

“Pertama, kelompok-kelompok itu berusaha untuk mengaburkan, menghilangkan dan menyesatkan sejarah bangsa ini. Kedua, mereka berupaya untuk menghancurkan budaya dan kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia ini,” ujarnya melalui siaran pers seperti dikutip dari Pusat Media Damai (PMD) BNPT, di Jakarta.

Dalam kesempatan itu, di hadapan 7.000 mahasiswa baru universitas dan sekolah tinggi dari berbagai daerah di Indonesia ini, Direktur Pencegahan BNPT itu menyebutkan poin ketiga yaitu dengan cara mengadu domba anak bangsa melalui pandangan intoleransi dan isu SARA melalui media sosial (medsos) apalagi jika hal tersebut mengatasnamakan agama.

“Kami meyakini bahwa radikalisme dan terorisme mengatasnamakan Islam ini sejatinya adalah proxy untuk menghancurkan Islam dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Seluruh elemen masyarakat termasuk adik-adik generasi muda ini harus mewaspadainya,” ujarnya.

Menurutnya, semua teroris pasti berpaham radikal, bersikap intoleran dan pasti eksklusif. Namun belum tentu seseorang yang terpapar paham radikal itu otomatis menjadi teroris. Dan kalau kita menemukan seseorang yang seolah-olah tidak toleran dan tidak eksklusif padahal dia ingin Khilafah, dan ingin anti Pancasila, sebenarnya dia dalam rangka taqqiyah, menyembunyikan diri atau bersiasat untuk mengamankan visi dan misinya.

“Karena radikalisme terorisme mengatasnamakan Islam dalam konteks di Indonesia khususnya, sejatinya adalah gerakan politik yang memanipulasi agama untuk mengambil kekuasaan dan ingin mengganti ideologi negara dan ideologi atau sistem negara.  Sebenarnya endingnya, output atau visi misinya sama. Tentunya ini yang harus kita waspadai semua,” ujar mantan Kapolres Jembrana ini.

Untuk itu alumni Akpol tahun 1989 ini pun mengimbau para generasi muda untuk berhenti mengikuti ustad atau tokoh yang menyebarkan paham radikal dan intoleran baik di lingkungan sosial maupun media sosial.

“Jangan lagi mem-follow ustad ataupun tokoh-tokoh yang berpaham radikal yang suka mengadu domba, memprovokasi yang akhirnya kalian nanti malah terpecah belah. Karena sejatinnya tidak ada tokoh atapun ustad yang mengajarkan kekerasan, mengadu domba atau memprovokasi bahkan melakukan ujaran kebencian,” ujar mantan Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus)88/Anti Teror Polri.

Oleh karenanya perwira tinggi yang pernah menjabat sebagai Kapolres Gianyar ini berpesan kepada para generasi muda untuk selalu ikut berperan serta dalam menangkal radikalisme dan terorisme dengan cara militan yaitu dengan menangkal sebaran hoax dan propaganda dengan aktif menyebarkan konten persatuan dan toleransi.

“Terakhir, follow ustad dan tokoh yang moderat, toleran dan damai serta cinta NKRI dan Pancasila baik di ligkungan sosial maupun media sosial. Sehingga kita semua wajib menjadi buzzer dan influencer bagi perdamaian persatuan, toleransi dan kebhinekaan dalam keberagamanan,” ujar Kadensus 88/Anti Teror 88, Ditrekrim Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini mengakhiri.

 

Banyak Karya, Bukan Banyak Gaya

Sementara itu Ditjen Pothan Kemhan RI, Mayjen TNI Dadang Hendrayudha yang hadir membuka acara tersebut juga turut menyampaikan pentingnya peran para pemuda khususnya para mahasiswa untuk ikut serta dalam upaya bela negara di tengah banyaknya potensi ancaman bangsa saat ini.

“Saya minta kepada adik-adik semuanya untuk melakukan Bela Negara dengan cara berbuat baik dan benar apapun status sosial kita. Hanya itu!” tegas  Mayjen TNI Dadang Hendrayudha.

Alumni Akmil tahun 1988 yang pernah menjabat sebagai Kepala Biro Umum (Karoum) BNPT ini berpendapat bahwa narkoba, terorisme, radikalisme hoax telah menjadi ancaman nyata bangsa saat ini. Sehingga peran yang bisa dilakukan sebagai warga negara salah satunya adalah dengan bela negara.

“Saya berpesan kepada sadik-adik yang hadir baik secara daring maupun luring untuk menggunakan kesempatan pendidikan ini sebaik-baiknya untuk berkarya dan berprestasi serta tidak mudah terhasut kepada ajakan-ajakan yang justru akan merugikan Bela negara itu banyak karya, bukan banyak gaya,” ujar mantan Kasubdit Kontra Propaganda BNPT ini.

Dalam kesemepatan yang sama Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Dirjen Pendis) Kemenag), Prof Dr. Muhammad Ali Ramdhani juga menyampaikan paparannya terkait peran pendidikan agama dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.

“Yang menjadi PR kita bersama adalah bagaimana menularkan konsep keagamaan yang menyejukkan dan meneduhkan bagi kehidupan insan manusia,” ungkapnya.

Sementara itu, narasumber yang juga mantan terpidana terorisme Ali Fauzi hadir dalam acara tersebut memberikan pencerahan mengenai bahaya paparan virus radikal terorisme kepada mahasiswa. Ia berharap pemerintah dan segenap elemen masyarakat harus mampu membuat vaksin untuk imunitas masyarakat terhadap tantangan bangsa saat ini salah satunya virus radikalisme.

“Tentu harus punya imunitas. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus bisa membuat vaksin radikalisme, kita semua harus paham bahaya radikal dan terorisme,” imbaunya.

Webinar ini juga menghadirkan narasumber dan bintang tamu, penyanyi Reza Artamevia, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa), Ditjen Dikti, Kemdikbud Prof. Drh. Aris Junaidi Ph.D dan Direktur Peran Serta Masyarakat Badan Narkotika Nasional (BNN) Brigjen Pol. Drs. Richard M. Nainggolan, MM. Selain itu hadir pula narasumber lainnya Plt Direktur Keamanan Siber dan Sandi Energi serta SDA Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) Brigjen TNI Bondan Widiawan, S.Kom, M,Si dan dipandu oleh moderator Bayu Oktara dan Teuku Zacky.

Seperti diketahui, Ngopi Daring Bela Negara ini merupakan program dari Dirjen Potensi Pertahanan yang mengusung konsep dialog kebangsaan yang dikemas secara daring dan luring dengan melibatkan ragam generasi, baik generasi tua, kaum millenial, dari ragam profesi, organisasi kepemudaan, organisasi kader bela negara, dan instansi baik pemerintah maupun swasta yang memiliki komitmen dalam menyukseskan Gerakan Nasional Bela Negara. ***