Budaya Silaturahmi Perlu Dikembangkan untuk Menjaga Kearifan Lokal

oleh -
Dai Milenial, Habib Husein Ja'far Al Hadar, S.Fil.I., M.Ag. (Foto; Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Idul Fitri bagi masyarakat nusantara tidak hanya diperingati satu momen yang diidentikan dengan ragam aktivitas yang mengandung nilai silaturahmi. Silaturrahmi juga dipercaya menjadi jembatan untuk saling mengenal hal yang berbeda karena kebencian dan akan mengebalkan imunitas dari paham intoleransi dan radikalisme.

Hal serupa juga dikatakan oleh Dai Milenial, Habib Husein Ja’far Al Hadar, S.Fil.I., M.Ag. Dirinya mengatakan bahwa budaya silaturahmi pada Idul Fitri menjadi momen penting guna terjadi saling mengenal dan berkomunikasi satu sama lain. Sehingga kesalahpahaman dan sentimen buruk dapat hilang oleh keberkahan dari sebuah silaturahmi.

“Silaturahmi itu didalamnya bukan hanya ada pemaafan dan pemberian maaf, tapi ada kesepahaman, kesalingkenalan satu sama lain. Sehingga karena kenal itu masalah menjadi terurai dan kalaupun ada masalah menjadi termaafkan,” ujar Habib Husein Ja’far Al Hadar, di Jakarta, Jumat (13/5/2022).

Pria yang  juga pemilik kanal YouTube “Jeda Nulis” ini melanjutkan, membangun silaturahmi juga sejatinya mampu mengurangi perbedaan diantara individu. Sehingga ia menilai, budaya silaturahmi yang berkembang di Nusantara ini perlu terus dilestarikan untuk menjaga kearifan lokal juga menjadi momen untuk lebih memahami esensi ajaran agama.

“Untuk terus melestarikan dan menjaga silaturahmi, yang pertama adalah dengan mengetahui betapa besarnya pahala bagi orang yang menjaga tali silaturahmi dan betapa besar dosanya orang yang memutus silaturahmi itu,” ucapnya seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Dijelaskannya, dalam salah satu sabdanya Nabi Muhammad SAW mengatakan “terlaknat orang yang memutus silaturahmi”. Bahkan Nabi Muhammad pun memuji orang-orang yang saling memaafkan, sehingga menjadi pahala bagi yang menjaga tali silaturahmi dan dosa bagi yang mengutusnya.

“Kedua, adalah mengetahui manfaat silaturahmi. Terlalu banyak pertengkaran tanpa persoalan, karena salah paham saja sehingga kemudian kita jadi bertengkar,” kata pria yang terkenal dalam perannya pada konten ‘Pemuda Teresat’ ini.

Dalam kesempatan itu, Habib Jafar juga menyinggung terkait enggannya generasi muda untuk ikut menjalin dan membangun silaturahmi. Ia menilai hal ini akibat pola pikir para pemuda yang pragmatis dalam melihat hubungan.

“Kalau tidak ada hubungan bisnis atau tidak ada kepentingan di antara mereka untuk bertemu ya nggak bertemu. Itu yang membuat mereka enggan melakukan silaturahmi. Justru hubungan-hubungan yang berbasis kultural itu yang menjadi kekuatan bagi mereka termasuk dalam bisnis,” jelasnya.

Ia menilai, saat ini justru forum silaturahmi seperti forum motor bersama, forum mobil atau forum hobi bersama bisa menjadi bagian dari silaturahmi. Hal tersebut tumbuh  dari kesadaran pada kesamaan hobi atau kesamaan fashion. Bahkan nantinya pada dasarnya tanpa kesamaan itu sendiri justru dalam titik perbedaan mereka seharusnya membangun silaturahmi agar bisa mengurangi perbedaan di antara mereka.

“Sehingga perlu membentuk media media komunikasi baik secara online maupun offline untuk menjadi ruang publik yang sehat bagi masyarakat yang akhirnya bisa mengobrol secara terbuka tanpa ada kebencian, tanpa ada prasangka  dan lain sebagainya,” ujar pria kelahiran Bondowoso, 21 Juni 1988 tersebut.

Peraih gelar Magister bidang Tafsir Qur’an dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini bahkan menilai pada aspek yang lebih besar keuntungannya itu bukan hanya bagi kedua belah pihak tapi bagi umat dan bangsa ini sendiri.

“Sehingga perlu diajarkan kepada generasi muda yang pertama bahwa silaturahmi itu bisa membuat kedua belah pihak saling memahami, sehingga masalah menjadi terurai. Kedua, membuat kedua belah pihak saling belajar satu sama lain sehingga saling menambah ilmu,” tuturnya.

Ketiga menurutnya yaitu membuat kedua belah pihak membuka peluang-peluang untuk bekerjasama dalam hal-hal yang bersifat positif dan konstruktif bagi keduanya.

“Misalnya ketemu di satu kafe duduk bersama silaturahmi, akhirnya justru ada hal positif dan konstruktif yang menguntungkan bagi kedua belah pihak untuk dikerjakan bersama. Bukan hanya kedua belah pihak, tetapi juga bagi umat dan bangsa ini Itulah pentingnya silaturahmi,” kata Habib Jafar.

Tidak hanya itu, aktivis di Gerakan Islam Cinta ini menilai perlu adanya peran dari para tokoh agama dan juga tokoh masyarakat, dalam hal menjaga dan saling mengingatkan guna memperkuat ukhuwah atau persaudaraan kebangsaan melalui tali silaturahmi.

“Tokoh agama dan tokoh masyarakat dapat berperan dalam menyadarkan tentang pentingnya silaturahmi sebagai masyarakat. Yang kedua, menginisiasi terbentuknya forum-forum silaturahmi diantara mereka,” ujarnya.

Sehingga bulan Syawal ini menurutnya  seharusnya bisa menjadi bulan atau momentum bagi seluruh umat dan masyarakat untuk berkumpul dan saling bertemu untuk saling bersatu dan saling mengenal terhadap hal-hal yang selama ini dianggap berbeda.

“Dan para tokoh agama serta tokoh masyarakat seharusnya menjadi penyadar  dan sekaligus menjadi sosok yang mempertemukan, mempersatukan umat karena adanya kewibawaan dari si tokoh agama dan tokoh masyarakat  tersebut,” ujarnya.

Terakhir, pria yang juga Direktur Akademi Kebudayaan Islam Jakarta ini menyampaikan pesan dan harapannya untuk segenap umat agar budaya silaturahmi tidak hanya dilakukan pada saat Idul Fitri semata, tetapi berkepanjangan. Sehingga mereka di tengah perbedaan tetap berfokus kepada kebersamaan, sehingga persatuannya tidak tercerai berai di tengah perbedaan.

“Agar seharusnya tidak hanya momentum Idul Fitri saja sebagai momen menjalin silaturahmi. Tetapi harus bisa menginisiasi satu gerakan silaturahmi bersama yang lebih sustainable, misalnya membuat forum silaturahmi dan lain sebagainya berbasis kepada kesamaan di antara kita,” pungkas Habib Jafar. ***