Calon Jaksa Agung Harus Non Partisan

oleh -
Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner, Emrus Sihombing

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Calon Jaksa Agung untuk periode kedua Jokowi menjadi salah satu posisi yang disorot. Banyak opsi yang ditawarkan, namun yang paling mengemuka yaitu calon orang tertinggi Kejaksaan Agung (Kejagung) tersebut harus non partisan.

Beredar kabar bahwa mantan Jampidum Noor Rachmad dikabarkan akan menjadi Jaksa Agung. Namun, Noor Rachmad diduga adalah partisan PDI  Perjuangan.

Padahal, banyak pihak berharap Jokowi memilih Jaksa Agung yang tak terikat ataupun tak terafiliasi dengan partai politik (Parpol) tertentu untuk menghindari tendensi politis.

Hal itu diungkapkan oleh Pakar komunikasi politik Emrus Sihombing dalam diskusi yang digelar oleh Jurnalisme of Law Jakarta, di Kedai Keibar, Bulungan, Jakarta Selatan, Sabtu 19 Oktober 2019.

Menurutnya, Jaksa agung harus bebas dari konflik kepentingan karena karakteristiknya menjalankan fungsi penegakan hukum bagi semua warga negara.

“Posisi Jaksa Agung ke depan harus diisi kalangan profesional, bisa karir atau non karier. Yang penting jangan terafiliasi dengan partai politik. Sebab sekalipun mengundurkan diri dari partai, secara yuridis memang tidak ada keterkaitan lagi. Tapi secara sosiologis dan psikologis tetap ada keterkaitan,” katanya.

Lebih lanjut dikatakannya, Jaksa Agung harus benar-benar profesional dan tidak merupakan hasil dorongan partai politik.

“Tetapi jangan seolah-olah profesional padahal hasil dorongan dari parpol. Kalau sumbernya dari parpol, dia nanti punya dua tuan yaitu presiden dan partai. Itu tak boleh,” ujarnya seperti dikutip REQnews.

Untuk itu, Emrus menganjurkan agar soal pemililihan jabatan Jaksa Agung, Presiden Jokowi perlu diberikan kemerdekaan untuk menentukan.

Selain itu, ia juga mengusulkan untuk dilakukan lelang jabatan untuk mengisi posisi Jaksa Agung. Dengan sistem ini, dia yakin Jaksa Agung diisi figur yang jauh lebih independen.

“Lelang jabatan saja, biar terbuka. Atau diserahkan kepada organisasi hukum, dipilih, kemudian dikirim 3-4 nama kepada presiden, kemudian presiden menentukan. Bisa bersumber dari dalam kejaksaan, atau dari luar yang benar-benar tidak berfiliasi dengan kekuatan politik, atau partai,” pungkasnya. (Ryman)