Calon Rektor, UI Harus Dipimpin oleh Tokoh Terbaik

oleh -
Dr. Ir. Arissetyanto Nugroho, MM, IPU, CMA, MSS (paling kanan batik kuning) bersama Soehardjo Soebardi (tengah) dan Laksamana TNI (Pur) Marsetio (Mantan KSAL). (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Indonesia tanpa disadari telah masuk ke masa perubahan strategis dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan (Ipoleksosbudhankam). Dalam konteks ini, Universitas Indonesia yang merupakan salah satu barometer perguruan tinggi di Indonesia tak luput dari perubahan strategis ini, yang oleh banyak pengamat dikatakan, sangat menentukan masa depan keberlangsungan hidup sejarah bangsa dan negara.  Oleh karena itu, adalah wajar jika Universitas Indonesia mendapatkan pimpinan tertinggi terbaiknya.

Demikian rangkuman yang dari beberapa pendapat tentang pemilihan Rektor Universitas Indonesia (UI) untuk masa bakti tahun 2019 – 2024. Pendapat itu berasal dari Prof. Dr. Ir. H. M. Budi Djatmiko (Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia – APTISI), Prof. DR. Gimbal Dolok Saribu MM (Ketua Umum Persatuan Guru Besar Indonesia) dan Dr. Anang Sutono MMPar, CHE (Staf Ahli Menteri Pariwisata Bidang Ekonomi dan Kawasan Kreatif).

Menurut Budi Djatmiko, SDM Unggul yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo harus menjadi pijakan dan sekaligus capaian yang menjadi tugas rektor UI yang baru. SDM Unggul itu harus dikaitkan antara wawasan rektor UI baru dan IPOLEKSOSBUDHANKAM. Oleh karena itu, UI harus memiliki rektor yang terbaik yang diambil dari 21 calon rektor yang sudah terseleksi.

“Dr. Ir. Arissetyanto Nugroho, MM, IPU, CMA, MSS. pernah menjabat Rektor Universitas Mercu Buana (UMB) selama dua periode 2010-2014 dan 2014-2018. Ia juga alumnus Lemhanas PPSA XXI, satu-satunya lembaga di Indonesia yang mendidik para pimpinan nasional strategis terkait dengan ketahanan nasional. Aris juga lulusan terbaik Fakultas Teknik UI tahun 1992 dan Magister Manajemen Pascasarjana Fakultas Ekonomi & Bisnis UI tahun 1999. Dan ia sudah membuktikan diri sebagai alumnus UI yang mampu mendongkrak prestasi Universitas Mercu Buana menjadi PTS Unggulan di Indonesia dengan Akreditasi A dan Peringkat 73 Terbaik Dikti tahun 2018,” tegas Budi Djatmiko.

Dalam konteks ini Budi Djamiko menegaskan dan yakin bahwa UI membutuhkan Arissetyanto Nugroho untuk menduduki jabatan Rektor UI masa bakti 2019 – 2024. Ditambahkannya, kinerja sepanjang karir akademis dan manajerial Arissetyanto ini telah menjelaskan visi dan misinya dalam membentuk generasi baru Indonesia yang berkualitas.

“UI memang membutuhkan pemimpin yang muda, cerdas dan inspiratif agar anak didiknya juga memiliki visi masa depan Indonesia dan bukan orang asing. Sebagai rektor UMB, ia tidak hanya berhasil dalam pengelolaan jumlah mahasiswa yang masuk, juga mengangkat prestasi Universitas Mercu Buana (UMB) di tingkat nasional dan internasional. Ketika bertemu Presiden Joko Widodo, saya sampaikan, untuk meningkatkan kualitas PTN, tidak harus mendatangkan Rektor asing tetapi cukup PTN dipimpin Rektor yang berasal dari PTS. Sebab, Rektor PTS itu memiliki tugas yang berat untuk dapat survive, seperti bagaimana bisa mendapatkan mahasiswa dan mampu mendapatkan dana untuk berbagai kegiatan yang diselenggarakan,” ujar Dr. Budi Jatmiko.

Sementara itu, Gimbal Dolok Saribu menegaskan, ada delapan aspek yang harus dimiliki oleh Rektor UI yang baru dan aspek ini dimiliki oleh Arissetyanto Nugroho. Yang pertama adalah, memiliki pengalaman manajerial sebagai rektor. Kedua, sehat secara jasmani, rohani dan ideologi serta cinta kepada kebudayaan. Tiga, memiliki komitmen dan konsistensi dalam meningkat mutu pembelajaran baik untuk siswa ataupun pengajarnya. Keempat, membangun budaya menulis di kalangan dosen dengan cara menunjukkan karya tulis dalam bentuk buku maupun tulisan-tulisan lepas di media massa mainstream.

“Lima, mampu membangun hubungan serta kerjasama dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintah dan relasi dengan korporasi untuk mendukung kegiatan Universitas. Tujuh, memperhatikan pada lembaga riset dan penelitian yang aplikatif. Tujuh, mendorong tumbuhnya jiwa entrepreneurship (kewirausahaan) dan mental siap kerja di kalangan mahasiswa. Dan yang terakhir, atau yang kedelapan, memiliki sikap integritas di bidang mental, moral dan spiritual yang merupakan dasar utama bagi pemipin dunia pendidikan,” ujar Gimbal Dolok Saribu.

Anang Sutono yang  Staff Ahli Kemenpar ini menyoroti soal kepemimpinan Arissetyanto Nugroho. Ia sangat yakin bahwa calon rektor UI yang satu ini sangat mumpuni dan akan mampu membawa UI melewati masa-masa  sulit terutama  menghapus UI sebagai perguruan tinggi yang terpapar radikalisasi. Keyakinan itu didasarkan pada Arissetyanto merupakan Alumnus Lemhannas dan rekan di Lemhannasnya akan membantu Aris dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi UI.

“Ukuran leadership atau kepemimpinan yang dimiliki Aris sangat konvensional tetapi sekaligus terbuka. Ia sangat konvensional terkait dengan ideologi dan nasionalisme, tetapi sangat terbuka bagi perubahan revolusi 4.0. Sehingga saya menjamin, Aris akan membentuk anak didik UI menjadi anak bangsa yang berkarakter Indonesia dan sekaligus merupakan warga internasional karena melek dengan revolusi industri 4.0,” ujar Anang.

Selain itu, di bawah pimpinan Arissetyanto Nugroho, bangsa dan negara Indonesia akan diyakinkan bahwa para pengajar di UI benar-benar  pengajar dan guru besar yang akan membangun mahasiswa UI menjadi manusia Indonesia yang berkarakter dan setia akan Pancasila serta NKRI.  Artinya adalah, para pengajar dan guru besar harus sehat ideologi terlebih dulu sebagai konsekuensinya. Jaminan ini merupakan syarat yang harus dilakukan jika Indonesia akan memenangkan Tahun 2045 dalam persaingan global.

“Saya merasa yakin, di bawah kepimimpinan Aris, UI tidak hanya berjalan seperti biasa tetapi berlari. Alasannya adalah UI harus mengejar ketertinggalannya dalam berbagai hal termasuk pembentukan karakter manusia Indonesia yang seutuhnya. Dengan terpapar paham radikalisme menjadi jelas bahwa ada kehidupan tidak sehat dalam tubuh civita academica UI. Dan untuk menghapusnya, tidak hanya mahasiswanya tetapi juga pimpinan dan pengajar harus sehat secara ideologis. Dan untuk membangun civita academica yang sehat ideologis, budaya akan dikembangkan. Dan, Mas Aris adalah jagonya di bidang budaya,” tegas Anang, yang mantan Direktur Sekolah Tinggi Pariwisata NHI ini. (Ryman)