Calonkan Ketum Golkar, Tim 9 Minta Airlangga Kantongi Izin Tertulis dari Presiden Jokowi

oleh -
Ketua Tim Penggalangan Opini dan Media Bambang Soesatyo atau yang menyebut dirinya Tim 9, Cyrillus Kerong (ketiga dari dari) didampingi oleh Juru Bicara Bamsoet, Viktus Murin (ketiga dari kanan) dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (1/12). (Foto: ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Tim Penggalangan Opini dan Media Bambang Soesatyo atau yang menyebut dirinya Tim 9 terus mengikuti, mencermati, dan memaknai secara seksama situasi, kondisi, dan perkiraan keadaan menjelang penyelenggaraan Musyawarah Nasional (Munas) X Partai GOLKAR di Jakarta pada 3-6 Desember 2019 mendatang.

Salah satu isu yang mereka angkat kali ini yakni Menko Perekonomian Airlangga Hartarto wajib memperoleh “Izin Tertulis” dari Presiden Joko Widodo sebelum mencalonkan diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar dalam Munas mendatang.

“Demi menjaga kepatutan atau fatzun berpemerintahan, lebih-lebih untuk menjaga kehormatan Lembaga Kepresidenan sekaligus menjaga kehormatan dan Presiden RI Bapak Joko Widodo, maka kami berpandangan bahwa Menko Perekonomian Airlangga Hartarto wajib memperoleh ‘Izin Tertulis’ dari Presiden RI untuk maju mencalonkan diri dan atau mendaftarkan pencalonan secara resmi sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode 2019-2024,” ujar Ketua Tim 9, Cyrillus Kerong, dalam pernyataan di Jakarta, Minggu (1/12). Selain Cyrillus Kerong, hadir juga Juru Bicara Bamsoet yang juga Wasekjen DPP Partai Golkar, Viktus Murin, anggota Tim 9 Fransiskus Roi Lewar, Mahadi Nasution, Sultan Zulkarnain, Eddy Lanitaman, Gaudens Wodar, dan Muhammad Syamsul Rizal, dari Pengurus Pleno DPP.

Sebagai komparasinya, kata Cyrillus, saat bertugas keluar kota atau meninggalkan pusat pemerintahan negara saja, seorang Menteri harus memperoleh izin tertulis dari Presiden. Apalagi untuk hal prinsip yang mengandung konsekuensi pada tugas dan kinerja seorang Menteri, seperti hendak menjadi pemimpin puncak partai politik.

“Dengan demikian, sepatutnya sebelum mendaftarkan diri secara resmi sebagai Calon Ketua Umum Partai Golkar dalam Munas X Tahun 2019, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto harus menyerahkan/melampirkan Izin Tertulis dari Presiden Joko Widodo,” ujarnya.

Cyrillus mengatakan, merujuk pada UU No 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, terdapat larangan untuk menteri merangkap jabatan sebagai pimpinan organisasi yang dibiayai oleh APBN/APBD. Karena itu, apabila Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tidak mengindahkan ketentuan UU 39/2008 tersebut, maka Airlangga Hartarto telah secara sadar melakukan pelanggaran terhadap UU 39/2008 dan Pakta Integritas antara Menteri dengan Presiden.

“Lebih fatal lagi, tindakan pelanggaran oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto berpotensi menyeret Bapak Presiden untuk ikut melanggar UU 39/2008. Tentu saja kami sungguh sangat berkeberatan apabila terjadi degradasi kehormatan dan kewibawaan Bapak Presiden, hanya oleh karena Presiden dihadapkan/dibenturkan pada situasi harus mengizinkan pembantunya, khususnyan dalam hal ini Menko Perekonomian Airlangga Hartarto untuk merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai Golkar,” ujarnya.

Sementara itu, Juru Bicara Bambang Soesatyo, Viktus Murin mengatakan, kondisi perekonomian saat ini sedang kurang baik. Apabila tidak ditangani secara serius, bisa semakin mengkhawatirkan. Karena itu, kata Viktus, pihaknya sungguh-sungguh berharap dan mengajak Menko Perekonomian Airlangga Hartarto untuk memperhatikan dan mengupayakan langkah-langkah pemulihan ekonomi, sekaligus menjaga stabilitas perekonomian nasional.

“Karena itu, kami mengimbau Airlangga Hartarto untuk tidak maju menjadi Calon Ketua Umum Partai Golkar periode 2019-2024. Kami sungguh-sungguh menyadari, mengakui, dan menghargai bahwa Airlangga Hartarto memiliki kemampuan mumpuni sebagai seorang Teknokrat. Maka, apabila Menko Perekonomian Airlangga Hartarto fokus dan total bekerja membantu Bapak Presiden, pasti akan menghasilkan kinerja dan prestasi yang luar biasa bagi kepentingan rakyat. Sebaliknya, apabila tidak berhasil dalam kinerja sebagai Menko Perekonomian akibat merangkap jabatan sebagai Ketua Umum Partai Golkar, maka hal tersebut dapat memperlemah kinerja dan prestasinya sebagai pembantu Presiden, sehingga menodai martabat Partai Golkar di hadapan rakyat Indonesia,” ujar mantan Sekjen GMNI tersebut.

Bersamaan dengan itu, Viktus meminta Airlangga agar secara ikhlas membuka kemungkinan terjadinya estafet kepemimpinan di tubuh Partai Golkar. “Karena itu, kami meminta Ketua Umum Partai Golkar agar membuka kemungkinan estafet kepemimpinan di tubuh partai kepada kader yang memiliki talenta sebagai politisi yang mumpuni seperti Bambang Soesatyo (Bamsoet),” pungkasnya. (Ryman)