Caritas dan Komisi KWI Jadi ‘Tangan’ Gereja Katolik dalam Karya Kemanusiaan

oleh -
RTE Rehap Rekon Respon Bencana Siklon Tropis Seroja di Adonara, Kabupaten Flores Timur. (Dok. Caritas Indonesia)

Denpasar, JENDELANASIONAL.ID — Uskup Agung Emeritus Palembang, Mgr. Aloysius Sudarso SCJ mengingat pada sebuah pertemuan Caritas Internationalis. Saat itu, ada perwakilan dari Sri Lanka menanyakan mengapa tidak ada Caritas di Indonesia. Di saat yang sama, Uskup dan perwakilan Gereja Katolik Indonesia lalu menunjukkan apa yang dikerjakan Komisi Pengembangan Sosial Ekonomi Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Di situ, perwakilan Sri Langka itu sontak mengatakan, “Itulah Caritas.”

Kini setelah akhirnya Caritas ada di Indonesia, keduanya, Caritas dan Komisi PSE dapat bersinergi untuk menjadi “tangan” Gereja Katolik di Indonesia dalam karya-karya kemanusiaan.

Mgr. Sudarso menyampaikan hal ini dalam Pleno Real Time Evaluation (RTE) Program Rehap-Rekon Bencana Siklon Tropis Seroja, di Denpasar 1 Desember 2021.

Mgr. Sudarso mensyukuri, kebersamaan dalam pelayanan kemanusiaan, sehingga karya belas kasih ini dapat berjalan dengan sinergi dan bisa abadi. Ia mengingat, bagaimana Caritas Italiana mengatakan bahwa Caritas juga dapat disatukan dengan PSE. Hal ini telah banyak diadopsi di keuskupan-keuskupan di Indonesia.

“Sejak itu bersama terbentuklah tim berdasarkan arahan Caritas Internationalis yang saat itu fokusnya untuk menangani yang belum tertangani oleh komisi-komisi yang sudah ada,” ujar Ketua Badan Pengurus Yayasan Karina ini (Caritas Indonesia).

Pada masa lalu, banyak pihak dalam Gereja Indonesia melihat permasalahan dari berbagai macam perspektif dan dari kacamata masing-masing. Mgr. Sudarso menjelaskan, setiap pihak hendaknya mau melihat dari kacamata yang sama yaitu Caritas, sesuatu yang tampaknya tidak tertata, jika bisa fokus akan menjadi indah. “Kebersamaan menjadi kekuatan kita dalam pelayanan kemanusiaan yang kita lakukan.”

Kemanusiaan Gereja dan inkarnasi Tuhan dalam wujud manusia dihadirkan dalam karya-karya kemanusiaan Caritas. Tugas Caritas, lanjut Mgr. Sudarso, adalah untuk memanusiakan manusia, sehingga dari karya Caritas, orang dapat melihat Kristus.

“Ini menjadi kekuatan kita untuk menjelmakan kembali Kristus dalam wujud manusia dan memanusiakan sesama manusia,” ujarnya.

 

Kunjungan lapangan di Kabupaten Malaka sebagai bagian dari RTE Rehap Rekon Respon Bencana Siklon Tropis Seroja. (Dok. Caritas Indonesia)

Siklon Seroja Sebuah Pembelajaran

Siklon Seroja terjadi 3-12 April 2021 bencana ini berdampak pada terjadinya banjir bandang disertai longsor di Kabupapten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Di antara kecamatan yang terdampak adalah Kec. Adonara Timur, Kec. Ile Boleng, Kec. Wotan Ulomado Kec. Adonara Barat, dan Kec. Adonara. Selain itu, bencana ini juga menerjang Kabupaten Lembata di mana banjir bandang disertai longsor tejadi dan keluasan bencana mencakup Kec. Ile Ape Timur, Kec. Ile Ape, Kec. Lebatukan, Kec. Buyasuri, dan kec. Omesuri.

Sejauh ini tercatat korban dari Keuskupan Larantuka ada sebanyak 72 orang meninggal di Adonara dan 46 orang di Lembata. Sedangkan jumlah warga terdampak di Adonara tercatat 27.038 jiwa (8.905 KK) dan di Lembata ada 21.732 jiwa (6.038 KK).

Caritas sejauh ini telah menggulirkan respon Tahap Tanggap Darurat: sejak 5 April – 5 Mei 2021. Selanjutnya tahap transisi dilakukan pada periode 6 Mei – 5 Juni 2021. Terakhir tahap Rehap-Rekon digulirkan sejak 6 Juni 2021 dan rencananya akan berjalan hingga 6 Mei 2022.

Direktur Caritas Indonesia, Romo Fredy Rante Taruk menyampaikan dalam penanganan bencana di Indonesia, Gereja Katolik Indonesia bergerak Bersama dan menghadirkan belas kasih Gereja di masyarakat melalui Caritas bersama dengan komisi-komisi KWI.

Badai Siklon Seroja yang berdampak pada empat wilayah dapat direspon oleh Caritas dengan pendanaan nasional. Romo Fredy menyampaikan, ini dapat terjadi karena adanya dukungan Jaringan Nasional Caritas Indonesia. Kebersamaan di Denpasar akan menjadi kesempatan untuk mendalami program-program yang berjalan. Kesempatan ini juga dapat menjadi saat untuk belajar bersama.

“Komisi-komisi KWI juga bisa bergabung dalam memberikan tanggapan-tanggapan,” ujarnya.

Romo Fredy menyampaikan, mengapa Gereja harus hadir dalam setiap bencana di Indonesia. Tidak ada daerah di Indonesia yang luput dari bahaya bencana. Setiap daerah memiliki potensi bencana masing-masing. Ia mencontohkan, ancaman banjir selalu saja mengintai, khususnya di Kalimantan yang memiliki risiko besar banjir.

“Untuk saat ini mengapa Gereja harus hadir. Ini karena kejadian bencana masih cukup tinggi terjadi di negara kita. Ancaman terbesar adalah banjir, bahkan Kalimantan berisiko tinggi.”

Kolaborasi menjadi harapan bersama. Pelibatan komisi-komisi di KWI karena mereka adalah perpanjangan tangan para uskup di Indonesia. Sekretaris Komisi PSE KWI, Romo Ewaldus Ewal mengatakan, kegiatan RTE seperti ini dapan menjadi kesempatan untuk terus belajar menterjemahkan totalitas kasih yang diajarkan dalam ensiklik Paus Benediktus XVI, Deus Caritas Est.

“Untuk memberikan pelayanan kemanusiaan yang professional. Dalam perjalanan pelaksanaan program, tentu masih ada kekurangan-kekurangan. Semoga yang sudah kita lakukan semakin bisa ditingkatkan dalam semangat kebersamaan.

 

Hadirkan Wajah Gereja

Beberapa perwakilan dari Komisi KWI turut serta dalam rangkaian RTE ini. Romo Eagidius Eka Aldilanta, O.Carm sebagai perwakilan dari Komisi Keadilan, Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau (KKP) KWI berharap menghadirkan wajah Gereja yang semestinya. Alangkah baiknya jika menjadikan karya pelayanan kemanusiaan, menjadi karya bersama, menjadikannya tanggung jawab bersama sebagai Gereja.

Romo Eka, yang menjadi bagian dari Yayasan Karina berharap, KKP di Regio Nusra terlibat dalam program-program yang dilakukan oleh Caritas. Kolaborasi KKP di Regio Nusra juga untuk mengupayakan penanganan masalah migran, tidak hanya dari perspektif KKP tapi juga dari perspektif komisi-komisi lainnya, misalnya PSE, SGPP, dan juga Caritas.

Sekretaris Sekretariat Gender dan Pemberdayaan Perempuan (SGPP) KWI, Sr. Natalia Sumarni OP merasa senang bisa terlibat dalam respon siklon Seroja di NTT. Selama ini, SGPP terlibat dalam dukukungan psikosial bagi para penyintas. Ia melaporkan, selama ini ada koordinasi untuk pelatihan awal psikososial, baik dilakukan secara offline dan online. Sinergi offline khusus Larantuka, sedangkan online untuk seluruh keuskupan.

SGPP bekerja saama dengan Himpunan Psikolog Indonesia di Kupang dan Maumere untuk membantu dalam assessment dan data yang membutuhkan dukungan psikososial di Lembata dan Adonara. Sr. Natalia berhadap ada peningkatan dalam berjaring dan berkolaborasi dengan banyak pihak untuk dukungan psikososial dan penanganan bencana.

Sr. Natalia juga menyampaikan bahwa komisinya diminta oleh Kementerian P3A, SGPP bersama dengan perwakilan dari PSE, Caritas Indonesia, dan Wanita Katolik Republik Indonesia (WKRI).

Sebelum pertemuan di Denpasar, RTE melakukan kunjungan ke lapangan, yang dibagi dalam tiga wilayah keuskupan, yaitu Keuskupan Larantuka, Keuskupan Atambua, dan Keuskupan Weetabula. Hari ini dan besok, hasil-hasil RTE Rehab-Rekon Respon Siklon Tropis Seroja di Provinsi NTT akan dibahas bersama. (Caritas Indonesia)