Catatan dari PPSA XXI Lemhannas RI: Ketika Sipil dan Militer Saling Jatuh Cinta

oleh -
Di Antara Bintang Satu (ka-Ki) : Brigjen Pol Firli (Kapolda NTB), Muhammad Hanafi (Perhapi), Brigjen Pol Jan Leonard de Fretes (Bareksrim Pada OJK) dan Brigjen TNI Herianto Syahputra (Kasdam Jaya)

JAKARTA-Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) XXI – TA 2017 ditutup secara resmi oleh Gubernur Lemhannas RI, Letjen TNI (Pur) Agus Widjojo pada Kamis (23/11). Sebanyak 81 peserta yang terdiri dari anggota TNI/POLRI berpangkat minimal bintang satu dan para tokoh nasional hidup bersama selama 5,5 bulan untuk mengikuti pendidikan tertinggi kepemimpinan nasional strategis. Peserta yang berasal dari Sipil menyatakan jatuh cinta dan terkesima kepada TNI / Polri yang menjadi teman seperjalanan dalam pendidikan. Inilah beberapa catatan yang dapat dikutip dari pengalaman hidup bersama sipil dan militer.

Untuk mudah dipahami, demikian tutur Caturida Meiwanto Doktoralina, PPSA adalah pendidikan tertinggi kepemimpinan nasional strategis setingkat bintang dua mengingat para peserta TNI / Polri yang bersekolah ada yang berpangkat bintang satu, bintang dua dan juga bintang tiga. Sehingga ketika kami para orang sipil bergabung dengan mereka yang berbintang, kesan pertamanya adalah serem dan membuat keder karena mereka adalah para pemimpin puncak di pasukannya. “Setelah hidup bersama di asarama beberapa waktu, kesan angker hilang dengan sendirinya dan kami larut dalam gaya militer. Gaya kami militer tetapi tertawanya tetap sipil alias ngakak. Itulah yang membuat kami larut dalam persaudaraan dan saling membantu dalam kesulitan,” ujar Catur Meiwanto, Ketua DPW Asosiasi Dosen dan Guru Indonesia Provinsi Banten.

Di Antara Para “Jenderal” : Guru Besar Universitas Andalas, Sumbar, Reni Mayerni, berada di tengah-tengah para jenderal, rekan sekelas di PPSA XXI TA 2017, Lemhannas RI.

Menurut Reni Mayerni, guru besar dari Universitas Andalas,  bergaul dengan TNI/Polri merupakan tantangan tersendiri. Melalui kacamatanya, rekan-rekan TNI/Polri sangat menguasai persoalan dan situasi, sangat rapi dan terstruktur sehingga kesan pertama adalah ngeri. “Bagaimana cara bergaul dengan mereka nanti ? Namun pertanyaan itu terjawab ketika memasuki pendidikan outbound ketika rekan-rekan TNI/Polri untuk mengatasi permasalahan bersama-sama. Mereka sangat membuka diri. Saya sempat frustasi karena rekan-rekan TNI/Polri sangat disiplin, teratur, dan sudah saling kenal. Sementara saya harus menyesuaikan diri dalam pergaulan sekaligus pelajarannya. Saya merasa sangat dibantu oleh rekan-rekan TNI/Polri ketika ditunjuk menjadi ketua seminar nasional. Dan saya kira, Lemhannas memang membentuk karakter kita semua serta menyatukan sipil dan TNI/Polri,” ujar Reni Mayerni.

Sekalipun sepanjang hidupnya berada dalam lingkungan militer, Taufik Dwicahyono mengaku tetap saja merasa tegang bertemu dengan para jenderal. “Mereka pikir kita jaim-jaga imej, padahal kita yang sipil merasa ngeri terhadap para jenderal. Hanya saja setelah pembauran terjadi melalui outbound bersama di Lido, Sukabumi, yang sipil mulai berani menggoda para jenderal dan bergurau bersama. Pembauran itu akhirnya menyatukan visi  bersama antara sipil dan militer bahwa mereka berada di perahu yang sama.  Dalam perjalanan selanjutnya, apalagi ketika para jenderal tidak mengenakan seragam, kami merasa sama-sama sipil. Setelah kenal lebih dalam..acara bersama makin banyak..tekanan dan beban tugas makin mantab, timbulah rasa kebersamaan sehingga bercanda menjadi kegiatan sehari hari….bahkan kadang kita geli karena kalau lagi bercanda semua lupa pangkat,” ujar Taufik Dwicahyono, yang adalah putera kedua Mantan Wapres Jenderal TNI (Pur) Try Sutrisno.

Lina SE dari Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (MATAKIN) mengatakan, dirinya kagum dengan para jenderal yang smart dan piawai dalam merangakai kata-kata. Hal itu jelas terlihat ketika para peserta memasuki masa video conference (vicon). “Kesan kaku nampak jelas terlihat dari para jenderal di awal-awal pembauran. Meskipun demikian, ketika kami semua hidup bersama dan lebur menjadi satu, para jenderal pandai bersendagurau. Bisa memasak, helpful  dan jauh dari kekakuan. Mereka sama dengan kita yang sipil. Yang membedakan adalah mereka bertahun-tahun ditempa dalam kedisiplinan tinggi. Oleh karenanya, ketika berteman, ada sikap dan gaya yang sama entah mereka berasal dari AD, AU, AL ataupun Polri. Awalnya pertemanan dengan para jenderal itu, membuat saya hampir frustasi. Ternyata dalam perjalanan selanjutnya mereka menularkan energi positif kepada kami semua, karena mereka memberi dukungan, menawarkan kebaikan dan juga, membangun sikap kebersamaan yang sejati,” ujar Lina.

Aspers KASAD, Mayjend TNI Subiyanto membantu memasangkan Pin Lemhannas RI kepada AM Putut Prabantoro disaksikan KABAIS Mayjen TNI Ilyas Alamsyah dan Komandan Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) Brigjen TNI Achmad Marzuki, sebelum acara penutupan pendidikan Lemhannas. Mereka berempat adalah satu kelas di PPSA XXI TA 2017, Lemhannas RI, Kamis (23/11/2017).

Ketua Kadin Provinsi Babel, Thomas Jusman mengungkapkan bahwa, teman-teman dari TNI/Polri tidak banyak bicara.

Mereka sangat jarang bertanya, hanya satu dua orang saja. Mereka selalu berbicara melalui gerak tubuh dan melalui mata. Kalau menyetujui pertanyaan yang diajukan oleh peserta lain, mereka akan mengacungi jempol atau akan tertawa terbahak-bahak jika ada situasi yang lucu terjadi. “Sekalipun demikian, mereka dapat bergerak cepat dalam menyelesaikan tugas yang sebenarnya merupakan makanan sehari-hari ketika mereka masih berpangkat perwira. Itu yang membuat kami kagum. Sementara kami yang sipil, harus menyesuaikan dengan ritme metode pengajaran yang baru di Lemhannas. Yang membuat saya jatuh cinta adalah, para jenderal tidak segan-segan membantu kami yang sipil dalam mengerjakan tugas atau ketika menemukan kesulitan,” ujar Thomas Jusman.

Dengan seloroh, hal senada juga diungkapkan Muhammad Hanafi, Ketua Koordinator Bidang Kajian Pertambangan dan Komunikasi Antar Lembaga DPP Perhapi. “Kalau TNI/ Polri selalu tepat waktu  dalam mengumpulkan tugas, walau isinya gimana nanti. Sementara kalau sipil, jika ngumpulin tugas selalu terlambat, tapi isinya lumayan dan banyak terobosan. Tetapi, karena  sering kalah dalam deadline, akhirnya saya menyiasatinya dengan ngumpulkan tugas dulu. Jika dirasa ada yang salah atau kurang, pada hari H sebelum paparan, bahan paparan ditukar dulu dengan permohonan maaf kepada tutor. Tingkat disiplin, kerapian dan tepat waktu adalah tiga hal yang dapat diambil teladannya dari mereka. Mereka tidak pernah menuntut ataupun menyia-nyiakan sesuatu pemberian. Mereka selalu mengatakan, jalani saja apapun perintahnya,” ujar Hanafi.

Menurut Arissetyanto Nugroho, Rektor Universitas Mercu Buana, ada pelajaran yang dapat dipelajari rekan-rekan sipil dari rekan TNI/Polri. Ketika akan dimulai sesi video conference (vicon), kelompoknya dikumpulkan di suatu tempat oleh salah satu rekan jenderal. Di tempat itu, mereka berdiskusi bersama dan bagaimana vicon itu dapat berlangsung dengan lancar dan tepat sasaran. “Pelajaran yang dapat diambil adalah, militer selalu mempersiapkan segala sesuatunya dengan detil dan rinci. Dan pada eksekusi hari H, rekan-rekan TNI atau Polri menjawab dengan to the point, dan sesuai dengan waktu yang diberikan,” ujar Aris.

Cerita lucu datang dari AM Putut Prabantoro. Ketua Presidium Bidang Komunikasi Politik Ikatan Sarjana Katolik (ISKA) ini mengatakan, dia harus membiasakan diri beradu dahi ketika bersalaman dengan para jenderal. Harus diakui, dahi rekan-rekan jenderal lebih keras karena terlatih. Bahkan rekan-rekan jenderal terkadang sengaja menggunakan tenaga ketika beradu dahi. “Lha… sekalipun agak sedikit sakit tapi akhirnya terbiasa juga… dahi sipil akhirnya seperti dahi militer, sama-sama keras. Saya selalu, setiap kali bersalaman saya merangkul rekan-rekan jenderal sebagai tanda penghormatan saya kepada mereka. Dan karena itulah, saya merasa mendapat perlakuan yang sama dari mereka. Tidak ada rasa angkuh dari mereka, bahkan menurut saya, mereka sangat rendah hati. Saya kira di masa mendatang, interaksi sipil dan militer di segala bidang harus menyatu dengan visi yang sama. Tantangan dan ancaman terhadap negara Indonesia di masa mendatang menuntut interaksi yang solid antara sipil dan TNI/Polri,” ujar Putut Prabantoro