Cegah Penyebaran Paham Radikal dan Intoleran dengan Moderasi Agama  

oleh -
Sekretaris Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Latihan (Sesbalitbangdiklat) Kementerian Agama (Kemenag RI) Dr. H. Muharram Marzuki, Ph.D. (Foto: Pusat Media Damai BNPT)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Penyebaran ideologi radikal dan intoleran tidak pandang bulu. Mulai dari rakyat kecil sampai pejabat sangat rentan dengan ideologi yang ingin merusak Indonesia. Bahkan Aparatur Sipil Negara (ASN), TNI, dan Polri juga menjadi sasaran.

Fakta ini mengharuskan setiap lembaga pemerintah memiliki strategi untuk membuat benteng penangkal penyebaran paham tersebut, minimal di lingkungan kerjanya sendiri.

Sekretaris Badan Penelitian Pengembangan dan Pendidikan Latihan (Sesbalitbangdiklat) Kementerian Agama (Kemenag RI) Dr. H. Muharram Marzuki, Ph.D mengatakan, perlunya pembinaan ke dalam secara intensif oleh para pimpinan di instansi  atau lembaga negara sebagai upaya pencegahan dini.

“Yang paling penting adalah pembinaan ke dalam oleh para pimpinan lembaga atau instansi pada unit masing, karena merekalah yang paling tahu internalnya sendiri kepada masing-masing bawahannya,” ujar Marzuki di Jakarta, Selasa (12/10/2021).

Ia menjelaskan, pembinaan tersebut bertujuan untuk menginfiltrasi nilai-nilai kebangsaan kepada para pegawai atau aparatur negara tentang prinsip dan komitmen kepada Pancasila, Kebhinnekaan serta agar warga negara dapat hidup saling menghormati dan menghargai.

“Kita perlu mempelajari kembali secara mendalam hal-hal seperti apakah yang dianggap sebagai intoleransi, agar kita juga tidak terlalu mudah menjustifikasi,” ucapnya.

Marzuki menyinggung mengenai sistem rekrutmen atau penjaringan calon aparatur negara yang menurutnya tidak boleh hanya sekadar ujian tertulis saja. Namun lebih dari itu, sistem penjaringan calon aparatur negara ini perlu diperkuat dengan tes wawancara ideologi kebangsaan.

Lebih jauh Marzuki menyoroti kapasitas pengetahuan perekrut atau pewawancara calon aparatur harus memiliki pengetahuan luas agar kemudian tidak memberikan penilaian yang salah.

“Kalau yang mewawancarai saja tidak paham mengenai pemahaman atau ideologi, dan sebagainya nanti bisa salah menilai. Khawatirnya malah makin merapuhkan ketahanan di internal lembaga atau instansi sehingga harus dicek betul bagaimana kecintaan mereka terhadap bangsa dan negara,” ujarnya.

Ia menyarankan proses rekrutmen calon aparatur negara harus dilakukan seketat mungkin. Selain itu juga harus dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kapasitas pengetahuan dan wawasan kebangsaan yang baik. Serta perlunya penguatan sinergitas antar lembaga/instansi.

“Sinergitas antar lembaga dan kementerian harus terus diperkuat. Tidak cukup hanya sekadar formalitas saja, tapi harus diikuti secara mendalam terutama pada sisi yang beririsan dalam memperkuat nilai kebangsaan pada aparatur sipil negara. Dan sinergi dengan unsur masyarakat, lembaga dan instansi ini bisa bekerja sama sesuai kepasitas dan kemampuan masing-masing,” tuturnya.

Ia juga mengungkapkan, secara umum pencegahan radikalisme dan intoleransi di lingkungan Kemenag sudah sangat baik terutama dalam hal penguatan lembaga-lembaga pendidikan. Juga yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di pesantren-pesantren.

“Di Kemenag ada Direktorat Pembinaan Urusan Ormas Keagamaan, ada urusan Pendidikan Keagaman, bagaimana lembaga lain bisa mensupport dan mendukung agar jangan sampai timbul tindakan radikalisme. Contoh lainnya dilakukan BNPT terhadap pesantren-pesantren maupun lembaga pendidikan lainnya,” ungkapnya.

Marzuki menjelaskan salah satu program Kemenag berupa moderasi beragama. Upaya ini dinilai menjadi salah satu upaya yang baik dan menyentuh kepada seluruh lapisan masyarakat baik pejabat negara, ormas, lembaga pendidikan maupun masyarakat biasa.

“Moderasi beragama yang menyentuh kepada seluruh lapisan masyarakat ini harus dilakukan secara massif termasuk kepada aparatur negara, jadi sekali lagi pembinaan internal sangat penting,” jelasnya. ***