Cinta Kristus Menggerakkan Persaudaraan Kita untuk Menyelamatkan Bumi, Rumah Kita Bersama

oleh -
Mgr. Paskalis Bruno Syukur, Uskup Keuskupan Bogor. Foto: Misericordia.id)

Bogor, JENDELANASIONAL.ID – Menjelang perayaan besar dalam Gereja Katolik seperti Natal atau Paskah, Uskup – pemimpin gereja partikular – selalu menulis Surat Gembala kepada umat di bawah gembalaannya. Pada Natal 2021 ini juga Uskup kembali menulis Surat Gembala.

Berikut adalah Surat Gembala dari Uskup Keuskupan Bogor, Mgr Paskalis Bruno Syukur, OFM, yang mengangkat tema Natal 2021 untuk Keuskupan Bogor, yakni “CINTA KRISTUS MENGGERAKKAN PERSAUDARAAN KITA UNTUK MENYELAMATKAN BUMI, RUMAH KITA BERSAMA”.

***

Bapak, ibu, orang muda, anak-anak, serta para imam, bruder, suster terkasih! Siklus kehidupan terus berputar. Demikian halnya dengan kehidupan kita dalam konteks merayakan misteri kehadiran Allah dan karya penyelamatan-Nya. Kini kita akan merayakan Natal 2021, yang diawali oleh suatu masa Advent. Sebuah masa persiapan khusus untuk menyongsong kegembiraan Natal.

Dalam masa Advent ini, seluruh umat wilayah Keuskupan Bogor didorong untuk menyongsong kelahiran Kristus dengan tindakan-tindakan kecil, tapi nyata, berkenaan dengan pertobatan ekologis (Hemat Kertas: menyelamatkan Bumi Rumah kita bersama). Kita diajak untuk hemat dan bijak menggunakan kertas demi mengurangi pengrusakan hutan-hutan.

Sedangkan Konferensi Wali Gereja Indonesia dalam kerjasama dengan PGI meneguhkan umat dalam merayakan Natal 202I dengan merenungkan “Cinta Kristus menggerakan persaudaraan kita”. Kedua tema ini kami satukan dalam tema Natal 2021 untuk Keuskupan Bogor, yakni “CINTA KRISTUS MENGGERAKKAN PERSAUDARAAN KITA UNTUK MENYELAMATKAN BUMI, RUMAH KITA BERSAMA”.

Tema ini menghantar kita semua agar selama merayakan masa Advent dan perayaan Natal, kita melakukan hal-hal ini:

Pertama, menata pola kehidupan masing-masing pribadi, keluarga dan bersama yang dibangun atas dasar Cinta Kristus. KelahiranYesus Tuhan kita di kandang Natal Betlehem merupakan wujud nyata Cinta Allah yang begitu besar. Cinta Allah itu menjadi kelihatan, dirasakan dan dialami. Cinta Allah menjadi nyata dalam sejarah lahirnya Yesus Kristus, sang Penyelamat kita. “Hari ini di kota Daud telah lahir Raja Penyelamatmu yaitu Kristus, Tuhan” (Luk 2:7I).

Maka merayakan Natal mesti meneguhkan keyakinan kita bahwa begitu besar kasih Allah kepada kita. Merayakan natal adalah merayakan pesta Kasih Allah yang menyata dalam sejarah dunia ini. Dia mendatangi lorong-lorong kegelapan hidup kita. Dia tidak hadir secara virtual. Dia datang ke dunia dan menjadi teman kita yang sedang bergumul dalam jerih lelah kehidupan ini, menjadi sahabat sejati bagi orang yang dipandang hina. Karena itu, kegembiraan Natal mestinya bukan saja diwarnai dengan menghiasi rumah dengan ornament-ornament natal, mendengarkan lagu-lagu natal, mempersiapkan kandang natal, kue-kue natal, baju-baju natal, tetapi kita hadirkan diri dalam kehidupan bersama dalam semangat cinta Kristus. Cinta Kristus itu mendorong kita untuk melakukan karya-karya konkret tanda kepedulian, tanda belas kasih kita kepada sesama, terutama yang membutuhkan.

Kepeduliaan serta belaskasih itu jangan hanya terarah keluar ke tengah masyarakat, tetapi anggota keluarga kita mesti merasakan kepedulian dan belas kasih dari sesama anggota keluarga. Kebanyakan riak-riak masalah-masalah dalam keluarga terjadi karena yang satu tidak peduli, tidak berbelas-kasih, berlaku sombong dan mau menang sendiri. Bisakah kasih Kristus mengubah kita menjadi pribadi berbelas kasih, berpeduli dan berkerendahan hati?

Kedua, cinta Kristus menggerakkan kita untuk mengasihi sesama, menerima sesama sebagai orang yang dikasihi Allah; itu berarti martabat kita sebagai manusia itu sama di hadapan semua orang adalah anak-anak yang dikasihi sepenuh hati oleh Allah. Kita mempunyai Bapa yang satu dan sama; karena itu sesungguhnya umat manusia itu adalah saudara-saudari. Kita adalah suatu Persaudaraan yang hidup atas dasar kasih Allah. Dalam semangat bersaudara itulah kita membangun communio.

Paus Fransiskus mempertegas prinsip hidup ini dalam dokumen Fratelli Tutti. Persaudaraan ini bercorak inklusif, saling menghormati, menghargai dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk bertumbuh. Namun persoalannya, mengapa terjadi permusuhan, kebencian dan bahkan peperangan antar umat manusia? Semua itu disebabkan oleh keserakahan, kesombongan, iri hati manusia satu terhadap yang lain. Manusia tidak taat kepada Allah. Manusia mempertuhankan dirinya. Sistem yang diciptakan manusia menjadi sistem yang merusak persaudaraan.

Natal adalah jalan perendahan diri Allah; jalan solidaritas mendalam Allah dengan manusia yang berdosa. Maka seruan ini patut didengung-dengungkan: “Hai manusia pengikut Kristus, mengapa kalian melawan arus pilihan Allah, dengan menjadikan diri anda sombong”. Merayakan Natal adalah merayakan jalan kerendahan hati Allah agar terciptanya suatu communio mendalam antara Allah dan manusia, antara manusia dengan sesamanya.

Ketiga, “communio” bersaudara itu mengemban suatu misi perutusan untuk menghantar sesama manusia pada keselamatan dan menyelamatkan bumi, Rumah kita bersama. Misi ini merupakan partisipasi kita dalam rangka tugas menyelamatkan dunia ini yang dilakukan oleh Allah dalam diri Yesus Kristus (Mat 2B:I9-20). Sikap penuh belas kasih dan tindakan solidaritas nyata yang meringankan beban kehidupan sesama, terutama yang menderita dan yang miskin adalah upaya penyelamatan kemanusiaan. Misi penyelamatan itu meluas dan mencakup usaha-usaha penyelamatan bumi, alam semesta dari kehancuran dan merawatnya demi pertumbuhannya.

Kerja sama dan dialog antar umat beragama mesti mengarahkan kita kepada usaha bersama mengurangi beban bumi ini dengan “hemat pemakaian kertas”, meminimalisir penggunaan tas kresek plastik, tidak lagi menggunakan aqua gelas dalam pertemuan-pertemuan umat, memproduksi sendiri eko-enzim, menginisiasi adanya kolekte (bank)-sampah, menanam bunga, tidak membuang-buang makanan, pesan makanan di restoran atau rumah makan secukupnya (ingat doa Bapa Kami), mengolah tanah dengan pupuk alami. Termasuk juga usaha menginisiasi penggunaan penerangan dari bahan bakar terbarukan: panel surya. Misi penyelamatan bumi ini mengharuskan agar Gereja Keuskupan membangun jejaring antara orang-orang atau institusi yang memiliki passion dan keahlian teknis menggunakan panelsurya.

Keempat, Ekaristi Malam Natal dan Hari Raya Natal mesti benar-benar menjadi perayaan syukur atas karya cinta Allah kepada kita manusia. Secara liturgis, kita semua mesti berpartisipasi aktif dalam Ekaristi itu. Kita hadir secara nyata. Gereja-gereja paroki dan stasi membuka kesempatan untuk Ekaristi ini bagi semua orang asal saja orang sudah divaksinasi dan tetap mengikuti protokol kesehatan.

Mengikuti perayaan Ekaristi secara virtual hendaknya dipahami sebagai suatu tanggapan atas keadaan darurat atau tidak normal. Bila anda sehat, berpartisipasilah secara nyata dalam Ekaristi itu. Berbekalkan semangat Ekaristi Natal itu, kita melibatkan diri dalam gerakan penyelamatan sesama dan alam semesta yang dibawa oleh Kristus. Kanak-kanak Yesus itu adalah Emanuel yang menuntun kita untuk melakukan misi, mengusahakan suatu persekutuan bersaudara, serta melaksanakan karya-karya nyata menyelamatkan manusia dan Ibu Bumi, Rumah kita bersama. ***

 

Selamat Natal 202I dan Tahun Baru 2022.

Bogor, 17 November 2021

Mgr. Paskalis Bruno Syukur

Uskup Keuskupan Bogor