Daniel Dhakidae, Simfoni yang Tanpa Henti

oleh -
Daniel Dhakidae. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Indonesia kehilangan dua tokoh besar asal Nusa Tenggara Timur (NTT) dalam sehari yaitu ahli politik dan media kenamaan Dr Daniel Dhakidae dan sastrawan Umbu Landu Paranggi. Keduanya tutup usia pada Selasa (6/4/2021).

Umbu Landu Paranggi, sastrawan asal Sumba yang dijuluki Presiden Malioboro meninggal pukul 03.55 WITA. Daniel yang lama menjadi Kepala Litbang Kompas meninggal pukul 07.24 WIB  di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center (MMC), Jakarta Selatan.

Kepergian Daniel tersebut dibenarkan Wakil Pemimpin Umum Kompas, Budiman Tanuredjo. “Ya, benar,” kata Budiman, saat dikonfirmasi Kompas.com, Selasa.

Daniel Dhakidae meninggal dunia setelah mengalami serangan jantung. Pada Selasa dini hari sekira pukul 03.00 WIB, ia dilarikan ke Rumah Sakit MMC.

Pada pukul 07.24 WIB, Daniel mengembuskan napas terakhir. Jenazah rencananya akan disemayamkan di rumah duka di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto Jakarta.

Banyak tokoh merasa kehilangan dengan kepergian Daniel Dhakidae tersebut. Salah satunya, ekonom senior Rizal Ramli. Dalam akun Twitternya, bang Rizal –sapaan akrabnya- mengatakan bahwa Daniel merupakan sahabat lama. Daniel Dhakidae merupakan teman lama saat bersama-sama Rizal Ramli bekerja di Majalah Prisma.

“Daniel sahabat lama, teman sama-sama ketika RR (Rizal Ramli) di Redaksi Prima,” ujar Mantan Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur itu.

Mantan Menko Kemaritiman itu mengatakan, dirinya juga bersama Daniel pernah menulis pengantar buku Frans Seda yang berjudul “Simfoni Tanpa Henti”.

“Daniel & RR menulis pengantar buku Frans Seda, ‘Simfoni Tanpa Henti’. Daniel seorang intelektual tanpa lelah. May He Rest in peace,” pungkasnya.

Anak Presiden Gus Dur, Alissa Wahid lain lagi. Melalui akun Twitternya, dia menulis “Sedih sekali atas berpulangnya pak Daniel Dhakidae, teman diskusi #GusDur sejak muda. Wawasan Beliau tentang demokrasi berangkat dari pengalaman sangat panjang menjalani proses demokratisasi negeri ini”.

Selain itu, Fadjroel Rachman menulis: “Requiescat In Pace Bung Daniel Dhakidae. Persahabatan intelektual kita tak pernah berakhir. Terimakasih semua karya intelektualmu Bung. Juga canda-tawa dan kegigihanmu kala berdebat. #SalamDemokrasi kami berkeras menjaga demokrasi, mendemokratisasikan demokrasi”.

Selanjutnya, Wisnu Prasetya Utomo (Dosen UGM) mengataka, “Banyak generasi peneliti media di Indonesia ‘dibesarkan’ oleh karya Daniel Dhakidae, terutama oleh disertasinya yang sampai skg menurut saya merupakan penelitian paling lengkap tentang ekonomi politik media di Indonesia”.

Terakhir, Budiman Tanuredjo menulis: “Selamat jalan intelektual yang saya kagumi. Yang selalu memberi penguatan di saat-saat sulit. RIP Daniel Dhakidae”.

Daniel Dhakidae lahir di Toto-Wolowae. Ngada, Flores, 22 Agustus 1945. Setelah menamatkan sekolah menengah di Seminari St. Johannes Berchmans di Todabelu, Mataloko, Daniel belajar flisafat di Seminar Tinggi St. Petrus, Ritapiret dan Seminari Tinggi St. Paulus, Ledalero, Flores selama dua setengah tahun.

Daniel kemudian belajar di Universitas Gadjah Mada, Fakultas Sosial dan Politik , SOSPOL, dengan mengambil spesialisasi ilmu Administrasi Negara dan tamat tahun 1975. Daniel kemudian bekerja sebagai redaktur majalah Prisma, LP3ES, pada tahun 1976; menjadi Ketua Dewan Redaksi sejak tahun 1979-1984, dan menjadi Wakil Direktur LP3ES, 1982-1984.

Tahun 1984 Daniel meneruskan studi S-3 di Cornell University, di Department of Goverment, Ilmu Politik, Ithaca, New York dengan mengambil spesisalisasi di bidang Comparative Politics, Ilmu Perbandingan Politik, sebagai major, dan mengambil Pilitical Thought (Filsafat Politik) dan Southeast Asian Studies sebagai minor.

Daniel meraih gelar Master of Arts (M.A), di bidang Ilmu Politik, tahun 1987, dan mendapat Philosophiae Doctor (Ph.D) dengan judul disertasi “The State, the Rise of Capital, and the Fall of Political Journalism, Political Economy of Indonesian News Industry” tahun 1991.

Disertasi tersebut mendapat penghargaan the Lauriston Sharp Prize tahun 1991 karena telah memberikan sumbangan luar biasa bagi perkembangan ilmu (…has contributed most outstandingly to scholarship). Sekembali dari Cornell University bergabung dengan Kompas tahun 1991 dan menjadi Kepala Litbang Kompas sejak tahun 1994 sampai pensiun.

Setelah pensiun dari Kompas, Daniel Dhakidae kembali lagi ke Prisma, LP3ES, yang turut membesarkan namanya. Hidup Bang Daniel selalu memberi. Dia tidak berhenti membagikan ilmunya bagi perkembangan Indonesia menuju kehidupan yang lebih baik. Dia ibarat sebuah simfoni yang tidak pernah berhenti. (Ryman)