Deklarasi ‘Geunting’ di Aceh, Pentingnya Kepemimpinan Jokowi Atasi Stunting

oleh -
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Brian Sriprahastuti saat menghadiri Deklarasi ‘Geunting’ atau ‘Gerakan Upaya Pencegahan dan Penanganan Stunting’ di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Minggu, 3 Maret 2019. (Foto: ist)

Banda Aceh, JENDELANASIONAL.COM — Peran pemimpin, mulai dari tingkat pusat hingga daerah, sangat penting dalam merealisasikan gerakan memerangi stunting. Kampanye cegah stunting tidak akan berjalan dengan baik kalau pemimpin tidak menunjukkan komitmen dan menjalankan kepemimpinannya dengan baik.

Pernyataan itu ditegaskan Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Brian Sriprahastuti saat menghadiri Deklarasi ‘Geunting’ atau ‘Gerakan Upaya Pencegahan dan Penanganan Stunting’ di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh, Minggu, 3 Maret 2019.

Stunting adalah sebuah kondisi di mana tinggi badan seseorang jauh lebih pendek dibandingkan tinggi badan orang seusianya. Penyebab utama stunting karena kekurangan gizi kronis sejak bayi dalam kandungan hingga masa awal anak lahir yang biasanya tampak setelah anak berusia 2 tahun.

Pemerintah gencar mengkampanyekan gerakan pencegahan dan penanganan stunting karena saat ini prevalensi stunting bayi berusia di bawah lima tahun (balita) Indonesia pada 2018 sebesar 30,8%. Angka ini berada di atas ambang yang ditetapkan WHO sebesar 20%. Menjadi perhatian juga karena prevalensi stunting/kerdil balita Indonesia ini terbesar kedua di kawasan Asia Tenggara di bawah Laos yang mencapai 43,8%.

“Penyebab stunting ada banyak hal, multifaktor, karena itu penyelesainnya harus dilakukan secara multisektor. Di sinilah komitmen pemimpin negara harus kuat, yang selanjutnya diteruskan di level pemimpin daerah hingga kabupaten dan kota,” kata doktor kesehatan masyarakat dari Universitas Indonesia ini.

Brian menjelaskan, keberanian Presiden Jokowi untuk mengakui bahwa stunting merupakan persoalan serius bangsa ini merupakan sikap yang luar biasa.

“Dua kali pidato kenegaraan Presiden Jokowi pada 16 Agustus menekankan pencegahan stunting sebagai prioritas nasional untuk menciptakan sumber daya unggul Indonesia yang mampu bersaing dengan bangsa lain. Selanjutnya, Presiden Jokowi menetapkan daerah-daerah yang menjadi prioritas dalam rencana strategis pencegahan stunting,” jelasnya.

Menurut Brian, pemerintah pusat tak akan mampu mengatasi persoalan stunting sendirian. “Pemerintah daerah juga harus punya komitmen untuk memobilisasi sumber dana dan sumber dayanya dalam kampanye cegah stunting. Begitupula dengan dunia usaha dan masyarakat sipil,” ungkapnya.

Secara khusus, Brian memberikan apresiasi karena dalam lima tahun pemerintah provinsi Aceh mampu menurunkan prevalensi stunting dari 41,5% di 2013 menjadi 37,3% pada 2018.

“Itu artinya pemerintah Aceh menyelamatkan 18 ribu balita dari stunting,” ungkapnya. Meski demikian, Aceh tetap harus bekerja keras karena berada di peringkat ketiga prevalensi stunting tertinggi di Indonesia di bawah Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Barat.

 

Tekad Serius Pemerintah Aceh

Dalam acara ini, Wakil Ketua Umum Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati menekankan ikhtiar sungguh-sungguh untuk membebaskan anak Aceh dari ancaman stunting.

“Tak cukup lagi hanya rencana-rencana. Kita galang kekuatan bersama,” kata isteri Plt Gubernur Aceh itu, dengan menyebut pencegahan stunting sebagai prioritas utama Tim Penggerak PKK.

Menurut Dyah Erti, pihaknya menekankan penanganan secara terintegrasi untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

“Penanganan tentang gizi dan kesehatan hanya berkontribusi 30 persen,  adapun 70 persen penyebab stunting terkait sanitasi, pola pengasuhan, ketersediaan dan keamanan pangan, pendidikan, kemiskinan, dan situasi politik,” ungkap Dyah yang juga dosen Universitas Syiah Kuala.

Dyah menggarisbawahi, stunting menjadi penyebab rendahnya kualitas sumber daya manusia untuk bersaing di tingkat global. Karena itu, Tim Penggerak PKK Aceh siap berada di garis depan untuk mengampanyekan gerakan pencegahan dan penanganan stunting.

“Saya bersyukur, banyak pihak bersedia memberi komitmen,” katanya dengan memuji dukungan penuh yang datang dari 23 kota/kabupaten, semua unsur SKPA serta organisasi terkait seperti Unicef, Kompak, BKMT, TP PKK dan unsur masyarakat lainnya.

Ditekankan Dyah, deklarasi Gerakan Geunting hanyalah awal dari komitmen secara formal. Yang lebih penting adalah upaya-upaya yang dilakukan setelah itu. “Dengan telah ditandatanganinya Peraturan Gubernur tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting, diharapkan semua pihak fokus pada kontribusi pencegahan dan penanganan stunting di Aceh,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Plt Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang menyatakan tekadnya memimpin ‘Geunting’ di Aceh.

“Kepedulian kita pada masalah stunting tidak boleh setengah-setengah karena anak-anak adalah harta karun kita untuk pembangunan bangsa,” ungkapnya. Nova menargetkan agar dalam dua tahun ke depan, angka stunting di Aceh bisa diturunkan, setidaknya setara dengan angka nasional.

Deklarasi ‘Geunting’ ditandai dengan cap tangan secara simbolik oleh Plt. Gubernur Aceh dan seluruh kepala daerah kabupaten/kota se-Aceh.

Ada tujuh pasal isi deklarasi pemerintah Aceh dan kabupaten/kota tentang Gerakan Pencegahan dan Penanganan Stunting.

Pertama, membuat regulasi untuk pelaksanaan gerakan pencegahan dan penanganan stunting.

Kedua, menggalang komitmen semua sektor dan seluruh laisan masyarakat.

Ketiga, menggerakkan tokoh masyarakat, ulama, akademisi, aktivis, dunia usaha dan organisasi masyarakat untuk mendukung pencegahan stunting.

Keempat, menggalakkan seluruh masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat.

Kelima, memenuhi kebutuhan gizi hamil dan balita.

Keenam, memastikan setiap bayi mendapatkan ASI eksklusif dan ASI lanjutan hingga berusia dua tahun.

Ketujuh, memantau tumbuh kembang-anak dan pemberian imunisasi dasar lengkap.

Selain diikuti Gubernur, Ketua Tim Penggerak PKK, para kepala daerah dan Kantor Staf Presiden, Deklarasi ‘Geunting’ juga dihadiri Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Muhammad Hudori, Direktur Gizi Ditjen Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Dodi Iswardi, mantan Kepala BKKBN Fasli Jalal, Ahli gizi guru besar IPB Profesor Evy Damayanthi, serta Pakar Tumbuh Kembang Dan Pediatrik Sosial Aceh, dr.T.M Thaib. (Ryman)