Direktur Pencegahan BNPT: Muslimat NU Harus Berperan Beri Vaksinasi Ideologi

oleh -
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Muslimah Nahdlatul Ulama (NU) harus berperan maksimal memberikan vaksinasi ideologi kepada keluarga, jamaah, dan masyarakat di lingkungan sekitarnya. Peranan Muslimat NU tentunya akan membuat pencegahan radikalisme dan terorisme akan semakin masif untuk menciptakan Indonesia menjadi negara yang damai, aman, religius, dan menjunjung tinggi toleransi.

“Vaksinasi ideologi melalui menanamkan nilai-nilai nasionalisme dan wawasan kebangsaan dengan pendekatan agama, yaitu aspek spiritualitas (ihsan) yang tercermin dalam perilaku dan budi pekerti luhur serta akhlakul karimah,” ujar Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM, di Jakarta, Rabu (15/12/2021).

Pernyataan itu dipaparkan Nurwakhid saat menjadi narasumber Launching Buku “Majelis Taklim Cegah Radikalisme” dan Penandatangan MoU antara PP Muslimat NU dengan BNPT RI serta sebagai Narasumber dalam kegiatan Webinar “Majelis Taklim Cegah Radikalisme” dengan tema : “Peta Gerakan Radikalisme di Indonesia  dan Urgensi Kalangan Agamawan untuk  kontra ideologi Radikalisme” secara daring melalui aplikasi zoom.

Kegiatan yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat Muslimat NU ini juga dihadiri dan dibuka oleh sambutan dari Hj. Khofifah Indar Parawansa (Ketua Umum PP Muslimat NU) dan Komjen. Pol. Dr. Drs. Boy Rafli Amar, M.H (Kepala BNPT RI) dilaksanakan secara langsung di Hotel Luminor, Jakarta. Acara ini juga dihadiri bersama dengan KH. As’ad Said Ali (Wakil Ketua PBNU periode 2010-2015) dan Sofyan Tsauri (mantan napiter) yang bersama menjadi narasumber serta diikuti oleh pemgurus serta anggota Muslimat NU secara hybrid.

Menurut Nurwakhid, peran Muslimat NU tidak bisa diremehkan. Pasalnya kaum wanita adalah pilar utama dalam sebuah keluarga. Dengan begitu, Muslimat NU harus mengawali kiprahnya memberikan vaksinasi ideologi itu mulai dari keluarganya sendiri. Setelah itu, baru ke lingkungan dan masyarakat luas.

Ia yakin bila itu terjadi, keluarga imun, lingkungan masyarakat imun dari radikalisme dan terorisme, maka berbagai ancaman ideologi takfiri transnasional tidak akan mampu menggoyahkan Indonesia dan Pancasila. Ia mengungkapkan ideologi radikalisme dan terorisme itu adalah sebuah gerakan politik yang memanipulasi agama untuk mengganti ideologi negara dengan ideologi lain yang bertentangan dengan Pancasila.

“Terorisme adalah gerakan politik kekuasaan dengan memanipulasi agama yang bertujuan mengganti ideologi negara dengan ideologi takfiri dan transnasional. Wataknya adalah intoleran terhadap perbedaan dan eksklusif terhadap perubahan,” ungkap Nurwakhid.

 

Manipulasi dan Distorsi Agama

Selain itu, lanjut Nurwakhid, terorisme adalah paham yang dibangun diatas manipulasi dan distorsi agama. Ia menegaskan tidak ada kaitannya aksi radikal terorisme dengan agama apapun, namun terkait dengan pemahaman agama menyimpang dan didominasi oleh mayoritas agama di wilayah tersebut.

Sejatinya, kata mantan Kabag Ops Densus 88 ini, radikalisme dan terorisme mengatasnamakan agama adalah fitnah dalam agama, sehingga menjadi musuh agama dan musuh negara.

“Musuh agama, karena semua tindakan dan perbuatannya bertentangan dengan visi agama yang rahmatan lil alamin, akhlaqul karimah, menimbulkan perpecahan didalam agama dan antar agama, serta menimbulkan Islamofobia. Musuh negara, karena tindakan, visi, misinya serta ideologi yang diusungnya (takfiri/transnasional), bertentangan dengan kesepakatan yang menjadi Konsensus Nasional,” ujarnya.

Pada kesempatan itu, ia mengingatkan kepada para peserta yang hadir untuk terus meningkatkan upaya dan kewaspadaannya. Menurutnya, meskipun kelompok seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Jamaah Islamiyah (JI) dan Jamaah Ansyarut Daulah (JAD) sudah dibubarkan dan menunjukkan tren penurunan pasca ditetapkannya Undang-Undang No.5 Tahun 2018, namun ideologinya masih bergentayangan di masyarakat.

“Kedepannya sangat penting untuk dibuat peraturan yang melarang eksistensi setiap ideologi yang bertentangan dengan Pancasila. Meskipun Pancasila sudah teruji dengan 15 kali pemberontakan yang gagal seperti PKI, DI/TII, PRRI-Permesta,” tegas mantan Kapolres Gianyar ini.

Lebih lanjut Brigjen Ahmad Nurwakhid mengungkapkan bahwa fungsi dari BNPT sendiri seuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang No. 5 tahun 2018 tentang Penanggulangan Terorisme yakni lebih kepada upaya pencegahan. Strategi pencegahan meliputi tiga aspek yaitu kesiapansiagaan nasional, kontra radikalisasi dan deradikalisasi.

“Kesiapsiagaan Nasional ini melibatkan seluruh elemen masyarakat hingga aparat. Selain itu yang terpenting juga adalah kesiapsiagaan secara ideologi yang moderat, melalui vaksinasi ideologi. Yaitu wawasan kebangsaan dan agama yang moderat,” ujarnya.

Kemudian kontra radikalisasi yang didalamnya meliputi kontra narasi, kontra propaganda dan kontra ideologi. Kontra radikalisasi adalah untuk memutus upaya radikalisasi baik di dunia nyata maupun di dunia maya.

Ia mengungkapkan sudah banyak yang dilakukan BNPT untuk melakukan kontra radikalisasi seperti membentu gugus tugas pemuka dalam rangka pencegahan radikalisme dan terorisme. Kemudian duta duta damai dunia maya, dan juga pembentukan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang sudah di 32 Provinsi di Indonesia.

Sedangkan strategi ketiga adalah deradikalisasi yang sasarannya adalah narapidana terorisme (napiter), mantan napiter, dan keluarganya.

“Deradikalisasi didefinisikan sebagai upaya atau proses untuk mengembalikan seseorang yang sudah terpapar paham radikal untuk kembali menjadi moderat, atau minimal untuk mengurangi kadar keterpaparannya,” tegas Nurwakhid. ***