Disambangi MRP, DPN Peradi Sepakat Bentuk Tim Khusus Papua

oleh -
Majelis Rakyat Papua (MRP) mendatangi Kantor Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat (DPN Peradi) di Jln. Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 18/10/2019. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Majelis Rakyat Papua (MRP) mendatangi Kantor Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat (DPN Peradi) di Jln. Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu, 18/10/2019. Kedatangan delegasi MRP ini untuk menyampaikan secara resmi pengaduan atas nama rakyat Papua terhadap banyaknya kasus hukum, lemahnya penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia yang terjadi di Papua.

Delegasi MRP dipimpin langsung dua anggota MRP, Yoel Luiz Mulait dan Benny Sweni yang datang dengan sejumlah staf MRP. Kedatangan mereka diterima langsung oleh Ketua Umum DPN Peradi Luhut M.P Pangaribuan didampingi jajaran pengurus Harian DPN. Hadir antara lain, Sekjen Peradi Sugeng Teguh Santoso, Saor Siagian, Haris Ashar, Stef Roy Rening dan beberapa pengurus lainnya.

Mengawali pembicaraan, anggota MRP Yoel Mulait menjelaskan maksud dan tujuan kedatangan mereka ke DPN Peradi. Diuraikannya, selama ini banyak sekali kasus hukum dan hak asasi manusia yang terjadi di Papua tapi sering tidak bisa dituntaskan sebagaimana mestinya.

Dia mengatakan, sudah ada pihak yang peduli dan terlibat dalam penanganan tapi sejauh ini masih mengalami banyak kendala di lapangan. Antara lain soal kapasitas, tekad dan keberanian, track record di bidang hukum dan hak asasi manusia serta pemahaman hukum.

“Para pendamping hukum di Papua sering kesulitan dan temui kendala. Kapasitas di bidang hukum yang masih cukup terbatas berhadapan pula dengan tekanan situasi dan intimidasi dari aparat terhadap para korban. Para pendamping hukum tidak bisa berbuat banyak. Untuk itu kami dari MRP lalu mengambil inisiatif datang ke Peradi ini untuk mengadukan kasus hukum dan hak asasi manusia di Papua. Kedatangan kami ini juga sekaligus meminta bantuan dan kerjasamanya untuk dapat membantu masyarakat Papua di bidang pendampingan hukum dan hak asasi manusia saat ini dan jika berkenan untuk masa yang akan datang,” ujarnya.

Anggota MRP lainnya Benny Sweny menambahkan, jika kondisi hukum dan HAM di Papua saat ini makin dipersulit dan diperparah setelah kejadian 19 Agustus lalu. Masyarakat Papua terutama para tersangka dan korban sebagai akibat lanjut dari kejadian itu mengalami banyak kesulitan. Banyak anak muda dan masyarakat yang ditahan oleh aparat tanpa ada proses hukum yang memadai.

Menurut Benny, tekanan, kekerasan dan hukuman dialami banyak warga masyarakat tanpa ada pendampingan dan perlindungan hukum yang adil. Hadirnya ribuan aparat negara, polisi dan tentara di Papua membuat warga tidak nyaman. Aktivitas keseharian masyarakat menjadi tidak bebas karena sering diikuti dan/atau diiinteli aparat. Sebagai lembaga yang mewakili masyarakat asli Papua, mereka merasa berkepentingan dengan para korban ini.

“Untuk itu kami datang ke DPN Peradi sebagai organisasi para advokat/pengacara profesional di negeri ini untuk kiranya dapat menjalin kerjasama agar bisa membantu kami di Papua dalam upaya bantuan hukum, advokasi dan penegakan hak asasi manusia di Papua,” tandas Benny.

 

Bentuk Tim Khusus

Sementara itu, Ketua Umum Peradi Luhut MP Pangaribuan mengatakan berterimakasih atas kedatangan delegasi MRP dari tanah Papua ini. “Untuk itu saya meminta para pengurus Peradi untuk bisa bertemu saat ini agar bisa menerima dan mendengar bersama keinginan dari masyarakat Papua yang diwakili MRP ini,” ujarnya.

Dua Anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Yoel Luiz Mulait dan Benny Sweny Menyerahkan Dokumen Pengaduan dan Permohonan Bantuan Hukum kepada DPN Peradi di Ruang Rapat DPN Peradi, Jln Wahid Hasyim, Menteng, Jakarta Pusat. Dokumen ini diterima langsung oleh Ketua Umum DPN Peradi Luhut MP Pangaribuan didampingi Sekjen Peradi Soegeng Teguh Santoso dan beberapa jajaran Ketua antara lain Saor Siagian, Stef Roy Rening, Haris Ashar dan pengurus lainnya. (Foto: Ist)

Dia mengatakan, sebagai organisasi, DPN Peradi bertugas melayani anggota dan para anggotanya di seluruh Indonesia dan melayani masyarakat. “Mengenai kasus di Papua dan permintaan dari MRP ini kami menerima dengan tangan terbuka. Sebagai organisasi kami punya divisi yang membidangi soal semacam ini. Secara teknis akan kita bicarakan bersama lebih lanjut,” ujar Luhut.

Stefanus Roy Rening Ketua Bidang Informasi, Komunikasi dan Publikasi mengatakan situasi hukum dan hak asasi manusia di Papua makin memprihatinkan pasca kejadian 19 Agustus lalu dan dampak lanjut dari kejadian itu.

Dikatakannya, ada kondisi yang tak menentu. Seperti kehadiran ribuan aparat berhadapan dengan situasi sosial budaya serta alam lingkungan masyarakat  di Papua. Sementara di daerah dan kota lain di Indonesia banyak warga Papua dan mahasiswa Papua dipersekusi. Sekarang diperkirakan sudah 1.200 mahasiswa asal Papua yang sedang kuliah di luar Papua terpaksa kembali ke Papua.

“Mengingat situasi dan kondisi yang dihadapi masyarakat Papua saat ini, DPN Peradi perlu membentuk Tim Khusus yang bekerja dalam bidang litigasi dan non litigasi agar bisa segera turun membantu masyarakat Papua umumnya dan para korban khususnya,” ujar Stef Roy Rening.

Ditambahkan Luhut, sebagai organisasi, anggota Peradi ada di seluruh Indonesia. Karena itu, bisa dibentuk sebuah Tim Khusus untuk menangani kasus di Papua dan sejumlah daerah lain dimana ada warga atau mahasiswa Papua yang mengalami kasus hukum, HAM serta presekusi dan lainnya.

“Tim Khusus ini akan bekerjasama dengan institusi lain yang memiliki kepedulian yang sama. Teknisnya akan segera diatur agar secepatnya bisa bekerja,” tandas Luhut Pangaribuan yang sebelumnya berpengalam dalam kasus serupa di Timor Timur.

Soar Siagian, Ketua Bidang Probono dan Bantuan Hukum Peradi mengungkapkan terimakasihnya atas kedatangan delegasi yang dipimpin langsung anggota MRP yang mewakili rakyat asli Papua ini.

“Kami tidak hanya berterimakasi tapi juga merasa sangat terhormat mendapat kepercayaan dari masyarakat Papua ini. Tidak sekadar sebagai orang hukum, tapi lebih dari itu sebagai sesama warga bangsa, kami merasa terpanggil untuk peduli pada penegakan hukum dan hak asasi manusia bagi sesama kami di tanah Papua,” ujar Saor.

Sesuai amanat UU Otsus Papua, hanya dua lembaga yang diperuntukan bagi orang asli Papua yaitu Gubernur dan Wakil Gubernur dan Majelis Rakyat Papua (MRP). Majelis Rakyat Papua beranggotakan 51 orang. Dalam stuktur MRP itu terdiri dari tiga Kelompok Kerja yaitu Kelompok Kerja Keagamaan, Kelompok Kerja Perempuan dan Kelompok Kerja Adat. (Ryman)