Diskusi di Gereja Stefanus Cilandak, Warnai Dunia dengan Kemanusian dan Nilai Luhur Pancasila

oleh -
Webinar dengan tema "Pancasila Jatidiri dan Inspirasi Hidup Berbangsa" yang diadakan oleh Seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) Gereja Santo Stefanus Cilandak, pada Minggu (26/06/2022). (Foto; Ist)

Jakarta, JENDELASIONAL.ID – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa Pancasila yang digali dari nilai luhur bangsa merupakan jawaban atas tantangan zaman yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia.

Hal itu dikatakan Romo Benny dalam acara webinar dengan tema “Pancasila Jatidiri dan Inspirasi Hidup Berbangsa” yang diadakan oleh Seksi Hubungan Antar Agama dan Kemasyarakatan (HAAK) Gereja Santo Stefanus Cilandak, pada Minggu (26/06/2022).

Seminar ini diadakan secara daring, yang dihadiri oleh Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo dan Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Dr Bondan Kanumoyoso M.Hum, sebagai Narasumber.

Dalam pembukaan seminar, Ketua Seksi HAAK Paroki Cilandak, Fransiskus Heru Sukirman menyatakan Pancasila sudah terbukti menjadi jatidiri Bangsa Indonesia yang dihormati oleh tokoh-tokoh dunia.

“Karena itu, hendaknya kita tidak pernah berhenti menggali inspirasi nilai-nilai luhur ini hingga kita dalam berbangsa dan bernegara tidak kehilangan keluhuran dan jati diri dan tersesat dalam perkembangan zaman,” ujarnya.

Romo Pendamping Kegiatan, Romo Kelik dalam sambutannya mengatakan bahwa perkembangan zaman dalam kehidupan berbangsa mulai berubah. “Karena itu kita hendaknya kembali antusias untuk menggali Pancasila sebagai jiwa dan dasar hidup berbangsa, agar Indonesia tidak kehilangan nilai luhur dalam berkehidupan berbangsa dan menjaga rumah kita bersama yaitu Indonesia,” katanya.

Dalam pengantar diskusi Alfonsus Bena menyatakan bahwa tanggal 1 Juni telah ditetapkan sebagai Hari Lahir Pancasila. Hal itu harus menjadi pengingat bagi kita semua bahwa Pancasila lahir dari nilai nilai bangsa Indonesia sebagai bangsa yang memiliki keberagaman multi dimensi.

“Kokohnya jatidiri bangsa memiliki banyak tantangan khususnya di era digital dimana ideologi transnational dan radikal dengan cepat mudah tersebar. Karena itu, perlu komitmen segenap komponen bangsa untuk terus menjaga keutuhan bangsa ini dengan terus berpegang pada nilai-nilai bangsa yang terangkum dalam Pancasila,” katanya.

 

Narasi Positif tentang Persatuan

Staff Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo mengatakan bahwa perlu adanya pembumian dan penghayatan nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa dan dasar kita dalam bergerak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Kita yang bergerak dengan dasar Pancasila akan mencintai kemanusiaan dengan menjaga persatuan dan kesatuan. Seperti sapulidi menurut Sukarno, keragaman multidimensi yang dimiliki Indonesia dapat terjaga dengan baik di Indonesia. Hal ini terbukti dan banyak dihormati oleh tokoh-tokoh di luar negeri, maka kita sebagai bangsa yang memiliki Pancasila sejatinya  mencintai persatuan dan kesatuan dan senantiasa mencoba membangun integrasi dan kolaborasi bukan mencari menang kalah,” ujar Romo Benny.

Romo Benny mengatakan, Sukarno menggali Pancasila dari nilai-nilai Indonesia, khususnya saat pembuangan di Ende. Di sana, Sukarno banyak bergaul dan berdialektika dengan Sosialisme Sukarno dan Sosialisme gereja Katolik dimana milik pribadi adalah milik sosial. Dan hal itu menjadi dasar persatuan dan kesatuan serta dasar dari nilai-nilai Pancasila di kemudian hari.

Romo Benny mengatakan, Pancasila hendaknya tidak hanya terbatas pada teori, tapi juga menjadi living and working ideology, yaitu ideologi yang hidup dan bergerak dalam masyarakat yang juga tercermin dalam kebijakan-kebijakan yang dihasilkan pemerintah.

Dalam era digital, katanya, jika kita ingin kembali merebut ruang publik dari berita bohong dan hoaks, maka kita perlu memasukkan narasi narasi positif mengenai kebersatuan dan nilai-nilai bangsa yang terangkum dalam Pancasila.

Dia mengatakan bahwa menyongsong Pilpres dan Pilkada akan menguat lagi politik identitas. “Karenanya marilah bersatu dan ber-Pancasila agar disintegrasi bangsa yang menjadi hantu kehidupan berbangsa dan bernegara tidak terjadi. Kita harus mencegah polarisasi, politik identitas dan SARA agar itu tidak terjadi. Maka yang dibutuhkan saat ini adalah bagaimana kita mendidik pemilih yang cerdas dan rasional, yang bergerak dan percaya pada politik gagasan, bukan politik identitas,” ujarnya.

 

Mewarnai Dunia dengan Nilai Luhur Pancasila

Romo Benny mengatakan, BPIP dalam hal ini sudah dapat mengembalikan Pancasila kembali menjadi bahan ajar dari Pendidka Usia Dini (PAUD) hingga perguruan tinggi yang sempat hilang pasca 1998.

Pancasila di masa kini, kata Romo Benny, harus dikembalikan sebagai arus utama bukan dengan cara doktrinal tapi dengan contoh nyata yang terangkum dalam kehidupan masyarakat dan kebijakan publik.

“Gereja katholik dapat bergerak nyata dengan menjadi Garam dan Terang Dunia yang nyata mewarnai dunia dengan nilai nilai kemanusiaan dan nilai luhur Pancasila,” katanya.

Dalam paparan penutupnya Romo Benny menyatakan bahwa Pancasila harus dapat menjadi dasar Pathos (empati dan rasa kebersamaan); Ethos (bergerak dan bekerja) dan Logos (logika dan pemikiran) bagi semua lapisan di Indonesia dalam  kehidupan berbangsa dan bernegara.

Selanjutnya Bondan Kanumoyoso menyatakan bahwa Pancasila adalah pemersatu dan titik temu keberagaman di Indonesia dan merupakan kenyataan dalam hidup berbangsa dan bernegara.

Dia mengatakan, Pancasila sebagai jati diri seharusnya dapat menjadi jawaban atas masalah-masalah yang dihadapi kehidupan kita sebagai satu bangsa.

Dalam Era digital terjadi perubahan besar-besaran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, terjadi banjir informasi yang menyebabkan kebingungan di masyarakat hingga positif dan negatif bercampur baur. Semua informasi diterima tanpa filter hingga pemahaman yang terjadi adalah disorientasi dan kebingungan hingga memunculkan pertanyaan terkait relevansi Pancasila.

“Dalam menghadapi tantangan ini ditambah masalah pandemi, post truth dan sisintegrasi hendaknya kita kembali pada Pancasila sebagai jawaban sebagai jatidiri dan nilai-nilai luhur berbangsa dan bernegara hingga kita dapat bersama dan bersatu dalam menghadapi masalah-masalah yang mengacam persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia,” katanya.

Karena itu, katanya, Pancasila diharapkan tidak hanya berhenti pada teori namun benar-benar dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari. Dengan contoh yang diberikan oleh Pemerintah dan dalam hal ini gereja, maka diharapkan Pancasila benar-benar menjadi jati diri bangsa yang diyakini dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari hari.

Pancasila, katanya, memiliki berbagai fungsi dan sarat dengan nilai luhur. Pancasila merupakan acuan dan dasar dalam kehidupan Bangsa Indonesia yang lebih lanjut dapat menjadi dasar strategi menjawab permasalahan bangsa, nilai-nilainya universal dan dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk bangsa Indonesia tetapi juga untuk bangsa lain.

Nilai-nilai asli yang digali dari keluhuran bangsa hendaknya dapat dilakukan pembumian sehingga berakar kuat dalam kehidupan berbangsa. “Maka perlu transformasi nilai-nilai Pancasila hingga tidak hanya sebatas teori namun mampu menjadi praktek yang menjawab tantangan zaman, melalui teladan tindakan (best practices) yang nyata dalam segala aspek kehidupan bangsa,” pungkasnya.

Acara yang dilaksanakan secara daring ini dihadiri oleh 100 peserta dan diselenggarakan pada pukul 19.00 hingga pukul 21.00 WIB. ***