Diskusi Kebangkitan Nasional dan HUT LiFE, Kepemimpinan di Era “New Normal”

oleh -
Memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei ini, LiFE menggelar diskusi webinar bertajuk “Indonesia Bangkit, Mengembangkan Kepemimpinan Berwawasan Kebangsaan’. (Foto; Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Memperingati Hari Kebangkitan Nasional yang jatuh pada 20 Mei hari ini, LiFE menggelar diskusi webinar bertajuk “Indonesia Bangkit, Mengembangkan Kepemimpinan Berwawasan Kebangsaan’. Diskusi yang bertepatan dengan ulang tahun ke-9 LiFE tersebut menghadirkan Guru Besar Tetap ITB, dan mantan menteri tiga kabinet – kabinet Gus Dur, Megawati dan Susilo Bambang Yudhoyono – yaitu Prof. Purnomo Yusgiantoro, yang memberikan kata pengantar diskusi.

Selain itu diskusi juga menghadirkan tiga narasumber yaitu Dosen Atmajaya dan juga Presidium Bidang Ekonomi Ikatan Sarjana Katolik Indonsia (ISKA) Pusat, Luky Yusgiantoro, Konsultan Senior PwC Consulting, dan Anggota Dewan Penasihat ISKA DKI, Ratna Ariani, dan Staf Khusus Menteri KLHK dan eks Deputi UKP—PIP/BPIP Sonny Y. Soeharso. Diskusi dipandu oleh Ketua LiFE, Hengky Gosyanto.

Dosen Atmajaya dan juga Presidium Bidang Ekonomi Ikatan Sarjana Katolik Indonsia (ISKA) Pusat, Luky Yusgiantoro. (Foto: Ist)

Dalam pemaparannya, Luky mengatakan dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional kali ini kita dihadapkan dengan sebuah pandemi yang melanda masyarakat dunia, termasuk Indonesia. Menurutnya, pandemi Covid-19 ini mengingatkan kita pada tiga hal.

Pertama, kita adalah bagian dari masyarakat global. Sebelum pandemi ini, masyarakat mungkin tidak mengenal Wuhan dan tidak mengenal virus Corona itu seperti apa. “Namun dengan merebaknya virus ini, orang menjadi tahu Wuhan itu terletak di mana dan juga virus Corona itu seperti apa,” ujar tokoh yang 18 tahun berada di luar negeri untuk mengenyam pendidikan itu.

Kedua, kondisi pandemi ini menyadarkan kita sebagai bagian dari masyarakat Indonesia. Karena itu, kita juga menyadari siapa presiden dan para gubernur atau kepala daerah yang memimipin kita. Mereka pulalah yang mengeluarkan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi kepentingan dan keselamatan bersama.

Ketiga, kita adalah bagian dari umat Katolik. Mungkin selama ini kita jarang mendokan para medis yang bekerja siang malam. Namun pada saat munculnya pandemi ini, kita menjadi sering berdoa untuk mereka.

Luky mengatakan, dalam masa pandemi ini, kepemimpinan seseorang betul-betul diuji. “Seorang pemimpin harus bisa melepaskan rasa ego, kepentingan dirinya sendiri. Kita harus mengontrol ego kita. Kita misalnya ingin agar berkumpul di luar sana dengan teman-teman. Nah, di saat inilah ego kita diuji. Ego itu harus kita kontrol agar tidak mengedepankan diri sendiri,” ujar tokoh yang bekerja di SKK Migas ini.

Mengutip pernyataan Charles Darwin, Ratna Ariani mengatakan bahwa hanya orang yang mampu beradaptasi yang bisa survive saat ini. Dalam seluruh dinamika hidupnya, Ratna membangun iman, dan belajar untuk tetap survive dalam kehidupan.

Setidaknya ada tiga masa dalam hidupnya yang bisa diambil pelajaran penting. Pertama pada masa anak-anak. Kedua, ketika menjadi mahasiswa, dan ketiga, pada saat melahirkan anak kedua. “Kalau Tuhan ingin mengambil hidup saya waktu kecil maka saya sudah meninggal. Karena itu jika Tuhan masih mempertahankan saya hidup hingga saat ini berarti Dia menginginkan sesuatu untuk saya kerjakan,” ujarnya.

Ratna mengalami titik balik dalam hidupnya yaitu ketika bergabung dengan partai politik. Padahal, sebelumnya, dia tidak pernah belajar berorganisasi, dalam organisasi Katolik sekalipun. Dia hanya belajar dari sang ayah yang terlibat dalam organisasi Pemuda Katolik di negeri Belanda.

Ketika ibunya meninggal dunia, Ratna ditawari bergabung dengan partai politik. “Saya hanya butuh dua persetujuan waktu itu. Pertama dari suami saya dan kedua dari bapa saya. Keduanya setuju karena itu saya bergabung dengan partai politik” ujarnya.

Ratna mengatakan dalam partai politik dia pernah menjadi calon anggota legislatif. Namun akhirnya kandas, alias gagal. “Padahal banyak teman saya yang bergabung dalam partai politik itu ada yang sukses menjadi anggota dewan, dan menjadi bupati. Namun saya sangat senang dengan pencapaian itu. Mungkin di situlah tujuan saya menjadi pemimimpin, yaitu senang ketika orang lain sukses,” ujarnya.

Konsultan Senior PwC Consulting, dan Anggota Dewan Penasihat ISKA DKI, Ratna Ariani. (Foto: Ist)

Ratna yang menyebut generasi saat ini dengan generasi Corona itu mengatakan, kita akan menjadi terbiasa dengan “new normal”. Karena itu, jika PSBB berakhir pada Juni 2020, maka mereka yang berusia di bawah 45 tahun akan berbeda dengan mereka yang berada di atas 45 tahun. Padahal, katanya, hal itu berbeda dengan semangat kebangkitan nasional awal. Karena mereka, para pendiri bangsa, tersebut berusia di bawah 30-an tahun, dan bukan berusia 40-an tahun.

“Jadi ada tugas besar yang Tuhan berikan pada kita pada saat ini. Jika pada awal virus Corona kita susah mencari masker, maka pada saat ini, sudah banyak orang yang membantu sesamanya,” ujarnya.

Karena itu, agar kita bisa terus survive, maka kita harus mempersiapkan beberapa hal penting. Pertama, kita harus mempersiapkan hidup kita dengan segala tujuannya.

Kedua, kita harus memiliki integritas. Ratna mengatakan, dia banyak mendampingi start-up-start-up. Namun banyak di antaranya harus mati. Itu terjadi karena mereka ingin menjadi kaya, dan mereka juga tidak siap berkembang.

“Ketiga, harus fokus pada kompetensi. Caranya mulai dari apa yang kita suka. Keempat, harus exellence. Kita mesti berbeda dari orang lain,” ujarnya.

Sementara itu Purnomo Yusgiantoro lebih banyak berbicara tentang apa saja yang harus dimiliki oleh generasi muda agar bisa bersaing di masa depan.

Purnomo mengatakan, di antara perubahan yang ada, ada dua hal yang tidak boleh berubah, yaitu nilai kekatolikan dan nilai sebagai sebuah bangsa.

Lantas nilai apa yang harus dimiliki oleh seorang Katolik? “Kita mempunyai iman, yaitu iman yang tegas. Kita mempunyai kasih, yang kita aktualisasikan, dan mempunyai harapan,” ujarnya.

Karena itu, pada HUT LiFE yang ke-9 ini Purnomo berpesan agar, pertama, para generasi muda tampil menjadi agen perubahan, berprestasi, berpikir positif dan universal. “Tapi yang penting yaitu menjadi agen perubahan,” ujar Purnomo.

Kedua, memiliki idealisme dan kepemimpinan masa depan. Para generasi muda juga diharapkan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi.

Ketiga, dekat dengan Tuhan. “Karena Tuhanlah yang memberi kita kekuatan dalam banyak hal. Dia memberi kita jalan yang terbaik dalam perjalanan hidup kita,” ujarnya.

Merasa dekat dengan Tuhan inilah yang dialami Purnomo Yusgiantoro dalam 50 tahun perjalanan menempuh karir. “Dekatlah dengan Tuhan. Hidup itu tidak mudah, tapi kita harus tetap tegar, kuat untuk menghadapi apa yang terjadi. Pemimpin itu harus kuat. Pemimpin selalu memiliki ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan. Tapi kita harus tetap memiliki semangat untuk perubahan. Jadi, seorang pemimpin itu harus tetap memiliki relasi sosial, maupun menjalin komunikiasi dengan Tuhannya,” pungkasnya. (Ryman)