Dr. Ngatawi Al Zastrouw: Penyebab Tumbuh Suburnya Intoleransi di Masa Pandemi

oleh -
Budayawan Dr. Ngatawi Al Zastrouw, S.Ag, M.Si.. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Budayawan Dr. Ngatawi Al Zastrouw, S.Ag, M.Si., mengemukakan pendapatnya terkait langkah untuk mengarusutamakan toleransi.

Ia mengatakan salah satu upaya untuk mengarusutamakan nilai-nilai toleransi di masyarakat dengan terus mensosialisasikan praktik-praktik hidup yang baik supaya menjadi contoh bagi masyarakat. Untuk itu, juga perlu digunakan arus baru informasi agar bisa menumbuhkan semangat dan harapan bagi masyarakat.

“Cari praktik-praktik hidup yang sudah dilakukan oleh komunitas atau masyarakat dalam menghadapi pendemi ini, terutama saat mereka bisa saling bertoleransi satu sama lainnya. Kemudian hal-hal itu bisa dibuat video, meme dan ulasan yang baik, kemudian di-upload di media sosial dan media massa agar menjadi perbincangan-perbincangan yang positif,” ujar Dr. Ngatawi Al Zastrouw di Jakarta, Jumat (6/8/2021).

Ngatawi menjelaskan, selama pandemi ini sudah banyak contoh-contoh yang sudah dilakukan dari berbagai komunitas di Tanah Air. Contohnya, komunitas Taring Babi, yang merupakan komunitas anak-anak jalanan binaan dirinya sendiri yang isinya anak-anak punk. Mereka hampir setiap minggu melakukan konser amal.

“Mereka langsung data ke RT/RW yang butuh bantuan. Tidak melihat suku, agama, etnis. Pokoknya dia punya data ada yang membutuhkan bantuan, dia beri. Itu namanya bertoleransi. Mereka bekerja sama dengan para santri membikin konser setiap minggu. Mereka juga membuat lukisan, lalu lukisannya dijual untuk membantu hal-hal itu,” ujarnya.

Contoh lainnya, menurutnya, Komunitas di Yogyakarta yang dimotori dr. Riwanto. Sebagai seorang dosen, ia menggerakkan mulai guru besar hingga rakyat jelata untuk menghadapi Covid-19 ini. Masyarakat yang ekonominya kuat diajak guyub diajak patungan untuk mendukung mereka yang kesusahan.

“Itu dilakukan lintas agama, lintas iman, lintas etnis. Lalu ada juga komunitas Gusdurian yang juga telah memberikan bantuan mulai dari Aceh sampai beberapa tempat di Maluku. Nah contoh-contoh toleransi seperti ini yang harus dilakukan,” katanya.

Namun, asisten pribadi Presiden RI ke-4, alm KH. Abdurahman Wahid (Gus Dur) ini menyampaikan, harus ada juga tim kerja yang bisa membuat semacam video atau dokumentasi, narasi-narasi pendek, meme, foto-foto dengan tagline atau kelimat-kalimat yang menyentuh terkait contoh-contoh bertoleransi tersebut. Hal tersebut bisa menginspirasi orang lain menujukkan sikap toleransi antar sesama.

”Bisa dengan menggali potensi-potensi tradisi dan kultur yang sudah berakar di Nusantara yang punya nilai baik untuk merekatkan situasi. Budaya gotong-royong, budaya kebersamaan di Nusantara ini banyak sekali dan hampir di semua daerah ada,” jelas Dosen Pasca Sarjana Universitas Nahdatul Ulama Indonesia (Unusia) Jakarta ini.

 

Penyebab Tumbuh Suburnya Intoleransi

Ngatawi menambahkan, ada beberapa hal yang menyebabkan tumbuh suburnya intoleransi di tengah situasi pandemi seperti saat ini.

Pertama,  karena keterbatasan pikiran. Dimana pikiran yang terbatas pada suasana pandemi ini menjadi panik dan akhirnya mereka memegang pada informasi-informasi yang cocok dengan pikiran dia.

“Kedua hilangnya wisdom atau kearifan. Kenapa hal ini bisa hilang? Ini karena dominannya kepentingan-kepentingan pragmatis  yang menyebabkan orang untuk berpikir alternatif. Yang penting kepentingan dia harus terwujud di mana segala cara akan digunakan untuk mewujudkan kepentingan itu,” ujarnya.

Ketiga, menurutnya, adanya tarik-menarik politik. Dengan iklim politik yang kompetitif dengan derajat tinggi, maka orang akan menggunakan segala cara untuk mewujudkan kepentingan-kepentingan politik ini.  Pada akhirnya ada pihak yang memanfaatkan dua kelompok itu.

“Selain itu mereka juga memanfaatkan kedangkalan pemikiran-pemikiran sebagian orang yang mudah digerakkan untuk melakukannya. Saya kira tiga itulah yang menjadi penyebab utama tumbuhnya intoleransi dan kerentanan krisis yang terjadi pada pandemi saat ini,” ucapnya.

Oleh karena itu menurut Ngatawi, dalam menghadapi pandemi Covid-19, keutuhan, solidaritas dan toleransi itu tetap terbangun dan terjaga. Untuk itu masyarakat juga harus mencoba untuk menghidupkan dan menggali nilai-nilai tradisi yang baik untuk diwujudkan, dikembangkan dan diamalkan dalam suasana seperti ini.

”Seperti kita ketahui, kesehatan maupun ekonomi kita ini akan bisa tumbuh kalau solidaritas dan juga toleransi itu terbangun di kalangan masyarakat. Justru yang menghambat proses penyembuhan dari Covid-19 dan kebangkitan ekonomi karena tidak adanya toleransi dan tidak adanya empati dari masyarakat itu sendiri,” jelasnya.

Ia menyebut, apabila masyarakat bisa bersikap toleran dan mau berempati, maka dia tidak akan mau digerakkan untuk menimbulkan konflik-konflik perdebatan seperti sering terjadi. Dirinya juga menyampaikan bahwa memang dulu juga ada keretakan atau perbedaan pendapat menjelang berdirinya NKRI.

“Tetapi yang harus diingiat adalah mereka ini diikat oleh kesadaran untuk bertoleransi dan  bertenggang rasa antara satu dan lainnya. Sehingga perbedaan-perbedaan atau keretakan-keretakan itu bisa direkatkan dengan kemampuan solidaritas dan toleransi,” ungkap Dosen luar biasa Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia.

Intinya, tegas Ngatawi, dalam suasana pandemi ini, faktor terpenting yang harus diupayakan adalah membangun toleransi yang bisa menumbuhkan sikap empati kepada sesamanya. Pemerintah harus bisa menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dengan memberikan contoh yang baik.

“Untuk para tokoh masyarakat harus bisa memberikan contoh bagaimana bertoleransi yang baik. Seperti tidak menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat yang bisa menimbulkan kontraproduktif,” pungkasnya. (*)