Dukung Pelantikan Jokowi, GAMKI: Persoalan Negara Harus Dituntaskan

oleh -
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI), Willem Wandik bersama pengurus DPP GAMKI. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI), Willem Wandik mengatakan, saat ini bangsa Indonesia tidak boleh lagi terjebak pada romantisme politik Pemilu, keterpecahan dukungan partisan dan juga ujaran kebencian. Integrasi sosial di masyarakat dan juga stabilitas nasional akan terganggu.

Dikatakannya, kehidupan ketatanegaraan Indonesia telah memilih jalan demokrasi sebagai satu-satunya alat legitimasi kedaulatan rakyat. Oleh karena itu hasil Pemilu 2019 harus dihormati oleh seluruh entitas bangsa dari Merauke hingga Sabang.

“Pesta demokrasi telah usai. Ruang-ruang kritik dan koreksi dalam negara sah-sah saja sebagai fungsi kontrol yang harus terus dilakukan, agar kepentingan rakyat dapat terus dikawal. Namun hasil Pemilu harus kita hormati bersama,” ujar Wandik dalam pidato pertamanya sebagai Ketua Umum DPP GAMKI di Grha Oikoumene, Jakarta, Jumat (11/10/19).

Putra asli Papua ini mengatakan, GAMKI sebagai organisasi keagamaan dan kepemudaan mendukung pelaksanaan pelantikan dari Presiden terpilih hasil pemilu 2019. Namun dikatakannya, pihaknya akan terus memberikan masukan, koreksi dan perbaikan demi kepentingan umat, kepentingan bangsa dan kepentingan nasional kepada Presiden.

Terkait persoalan konflik di Tanah Papua, Wandik mengatakan tidak boleh hanya dipandang pada satu persoalan semata, misalnya dengan menjustifikasi kerusuhan Wamena yang disebut-sebut oleh banyak kalangan dan bahkan seorang politisi Senayan dari partai tertentu sebagai peristiwa genosida.

“Banyak konflik berdarah terjadi di masyarakat Papua yang menelan korban ibu-ibu dan anak-anak. Selama ini kan terjadi pembiaran yang mengorbankan masyarakat sipil yang tidak berdosa, jauh sebelum peristiwa Wamena,” ucap Wandik melalui siaran pers yang diterima di Jakarta, Minggu (13/10).

“GAMKI sangat berduka dan berempati terhadap para korban dari kerusuhan di Wamena, korban jiwa pengungsi di Nduga, serta berbagai daerah lainnya. Gereja harus memberikan perhatian, dan negara harus melakukan pendekatan dialog yang adil-setara dan bukan dengan cara militeristik,” tegasnya.

Terkait penyegelan gereja di beberapa daerah yang berlangsung selama bertahun-tahun, anggota DPR RI ini mengatakan, hal itu tidak dapat dibenarkan.

“Semua warga negara Indonesia berhak memiliki keyakinan. Tidak dapat dibenarkan apabila masih ditemukan ada gereja/ rumah ibadat yang disegel oleh pemerintah daerah/ masyarakat yang tidak senang dengan kehadiran gereja ataupun rumah ibadah agama lainnya,” ujarnya.

“Menyembah Tuhan di rumah ibadah kan bukan perbuatan kriminal. Itu hubungan kita kepada Sang Pencipta Jagat Raya ini. Padahal rakyat Indonesia mengklaim dirinya sebagai masyarakat yang Pancasilais, yang menempatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai filosofi dasar negara pertama, yang mendahului prinsip-prinsip yang lainnya. Jadi jangan ada lagi rasa benci dan mengganggu,” tegas Wandik.

Dalam pidatonya, Wandik juga menyinggung tentang kemudahan dalam penguasaan lahan yang diberikan negara kepada investor justru banyak merugikan masyarakat adat.

Menurut Wandik, tidak jarang di sejumlah kawasan konsesi milik korporasi, secara nyata menduduki dan merampas kawasan hutan adat masyarakat dan disertai dengan intimidasi dan bahkan kekerasan.

Potret penguasaan lahan yang dilakukan oleh korporasi terhadap lahan hutan masyarakat adat, selalu diperkuat dengan kehadiran aparat kepolisian dan militer.

“Aparat itu sudah menjadi pengayom kepentingan korporasi, bukan lagi lagi menjadi pelindung masyarakat yang rentan terhadap korban kekerasan,” sambung Wandik.

Setelah korporasi menguasai lahan, kemudian karhutla (kebakaran hutan dan lahan) menjadi salah satu isu penting lingkungan. Tidak cukup sampai pada perluasan lahan korporasi yang sudah menyerobot hutan adat dan hutan lainnya. Aksi kriminal pembakaran hutan juga tidak dapat dihindari oleh negara.

“Negara harus melihat kasus karhutla tidak hanya menyangkut persoalan polusi asap, bukan hanya juga sekedar persoalan masyarakat menderita penyakit pernapasan, bukan pula sekedar persoalan kejahatan pembakaran hutan. Karhutla juga merupakan kejahatan terhadap masyarakat adat, dan hutan adat,” tutur Wandik.

Wandik menghimbau kepada pemerintah untuk berkomitmen melindungi kawasan hutan, yang di dalamnya terdapat hutan masyarakat adat, dari perebutan penguasaan lahan yang dilakukan oleh korporasi.

“Tidak jarang juga didukung oleh penguasa-penguasa lokal yang mendapatkan keuntungan dari setiap jual beli penerbitan izin pengelolaan kawasan hutan untuk kepentingan korporasi,” imbuhnya.

Dikatakan Wandik, pihaknya berharap kepada gereja agar selalu membantu masyarakat adat melalui peran pelayanan yang dapat disampaikan kepada pemangku kepentingan negara, baik di pusat maupun di daerah. Sehingga hak-hak umat yang masih hidup dari tradisi hutan adatnya, tidak menjadi korban keserakahan kepentingan investasi.

“Permasalahan bangsa yang secara kontekstual dihadapi oleh seluruh umat, Gereja, dan bahkan seluruh rakyat Indonesia juga menjadi catatan penting bagi DPP GAMKI, untuk terus kami perjuangkan,” tegas Wandik.

Menyinggung peristiwa penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto oleh oknum yang diduga terpapar radikalisme dan terorisme, Wandik mengingatkan tentang bahayanya ideologi transnasional yakni fundamentalisme agama terhadap keamanan dan persatuan Indonesia.

“Generasi muda Indonesia sangat rentan terhadap masuknya ideologi transnasional. Saat ini diduga ada banyak masyarakat kita yang sudah terpapar dengan paham-paham radikal. Oleh karena itu perlu ada deteksi dan peringatan dini dari intelijen kita agar peristiwa yang terjadi di Pandeglang tidak terulang pada waktu ke depan,” pungkasnya. (Ryman)