Flores Writers Festival 2022, Membangun Kecintaan pada Kampung Halaman

oleh -
Flores Writers Festival. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Tahun 2021, Flores Writers Festival pertama kali digelar di Ruteng. Mengusung tema “Ludung Wa Mai Tanan: Bertunas dan Berakar dari Dalam Tanahnya”, festival ini berpijak pada kata kunci ‘tanah’ untuk merefleksikan kembali gagasan dan pengetahuan lokal tentang tanah serta pertumbuhan ekosistem literasi dan sastra di Flores.

Manager Program, Maria Pankratia, melalui siaran pers yang diterima redaksi di Jakarta, Jumat (2/9) mengatakan, perhelatan pertama ini membicarakan berbagai subtema antara lain soal filosofi tentang tanah menurut orang Manggarai dan irisannya dengan konflik tanah yang dipercepat oleh pembangunan berbasis pariwisata, tanah dan ekologi, tanah dan sejarah, dongeng-dongeng tentang tanah, dan kisah-kisah personal penulis mengenai rumah serta keluarga.

Tema-tema ini disajikan dalam beberapa rangkaian acara seperti seminar, bincang tematik, pertunjukan, sayembara pembaca, tur budaya dan residensi seniman.

Foto di depan rumah adat Manggarai. (Foto: Ist)

Penulis dari berbagai daerah di Indonesia turut hadir dalam perhelatan ini, seperti M. Aan Mansyur, Chynta Hariadi, Mario F. Lawi, Silvester Hurit, Aura Asmaradana, Armin Bell, Valentino Luis, juga beberapa seniman pertunjukan seperti Dixxxie Vuturama & Bianca da Silva, Perola Negra, Gabriela Fernandez, dan Mario Lasar.

Setelah Ruteng, Flores Writers Festival berpindah tempat perhelatan ke Ende. Perhelatan yang kedua ini akan dilaksanakan pada 28 September-1 Oktober 2022. “Melanjutkan tema sebelumnya, festival kali ini berpijak pada kata kunci ‘halaman’. ‘Mai Kea Bego Gha Wewa Sa’o: Mari Bermain di Halaman,’ dipilih sebagai kerangka tematik,” ujarnya.

Dengan mengusung tema tersebut, perhelatan Flores Writers Festival diproyeksikan untuk membicarakan Ende sebagai kampung halaman, sebagai tempat penting dalam sejarah yang mendorong kemajuan peradaban dan kebudayaan modern di Flores.

Flores Writers Festival 2022 mendorong adanya pembahasan kembali soal Ende sebagai tempat lahirnya percetakan dan pers di Flores, bahkan NTT. Festival ini juga mendorong aktivasi ruang-ruang seni, budaya, dan literasi, seperti percetakan Arnoldus, penerbit Nusa Indah, serambi Soekarno, gedung Imakulata dan tempat-tempat lain yang sudah sejak dahulu menjadi pilar penting bagi lahir dan tumbuhnya kesenian serta kebudayaan modern di Flores.

Aktivasi situs-situs penting juga sejalan dengan upaya aktivasi komunitas-komunitas kreatif di Ende dan Flores secara umum. Hal ini didasarkan pada amatan mengenai kurang nampaknya kegiatan literasi serta seni dan budaya di kota Ende hari-hari ini. Keyakinan bahwa kerja-kerja kesenian dan kebudayaan tidak cukup efektif dijalankan hanya oleh institusi formal seperti negara atau gereja menjadi dasar gagasan ini.

Flores Writers Festival berusaha mempresentasikan inisiatif-inisiatif komunitas dan kolektif di berbagai daerah di Flores yang sedang berjalan, sebagai bukti bahwa kesenian dan kebudayaan sudah sepantasnya ‘dikembalikan’ kepada warga–dan institusi-institusi seperti negara, berkewajiban menunjangnya.

Flores Writers Festival 2022 akan menampilkan seminar budaya mengenai Ende dan Imajinasi tentang Halaman, yang rencananya akan menghadirkan beberapa pembicara kunci dari lingkup Direktorat Kebudayaan Republik Indonesia, Universitas Flores, Serikat Sabda Allah (SVD) dan para penulis serta jurnalis.

Selain seminar budaya, akan terdapat rangkaian diskusi mengenai pers di Flores, kiprah Gorys Keraf dalam khazanah linguistik dan pendidikan, bincang karya sastra, forum pembaca, komunitas, serta presentasi gagasan karya sedang tumbuh dari beberapa komunitas rekanan.

“Untuk mengisi forum-forum ini, Flores Writers Festival berencana mengundang Eka Kurniawan, Dhianita Kusuma Pertiwi, Hermin Kleden, Steph Tupeng Witin, Dicky Senda, dan komunitas-komunitas kreatif seperti Lakoat Kujawas, Videoge, dan Simpa Sio yang sedang menjalankan proyek seni budaya Kampung Ketong, juga Forum Giat Literasi, Teater Siapa Kita?, Teater Saja, dan Komunitas KAHE,” katanya.

Program-program sampingan seperti pertunjukan dilaksanakan dalam format sayembara karya. Flores Writers Festival membuka kesempatan bagi komunitas dan kolektif di Flores untuk mengajukan karya atau proyek seni untuk ditampilkan pada malam pertunjukan selama periode Flores Writers Festival. Sayembara juga dibuka bagi pembaca kritis dan kreatif di Flores untuk berbagi pembacaan mereka atas karya-karya sastra yang terbit tiga tahun terakhir dan mengusung tema atau menampilkan gagasan soal halaman, kampung halaman, serta Ende secara lebih spesifik.

Selain itu, ada program kolaborasi dengan Forum Giat Literasi yang menampilkan ruang mendongeng dan Komunitas Aksara Lota yang menggelar pameran aksara lota. Untuk menunjang akses terhadap buku sastra dan humaniora, Flores Writers Festival mengakomodasi program Pasar Buku yang diinisiasi oleh Klub Buku Petra, bekerja sama dengan Patjar Merah didukung oleh Goethe Institute Indonesia.

Obrolan seputar resep dan workshop masak-memasak dari inisiatif Kampung Ketong, dan pemutaran film bisu Ria Rago (1938), kerja sama Flores Writers Festival dengan Provinsi SVD Ende juga akan mewarnai festival tahun ini.

Flores Writers Festival juga sangat terbuka dengan tawaran kerja sama dari berbagai pihak yang ingin terlibat dalam usaha pemajuan literasi dan sastra di bumi Flores tercinta. Sebagai sebuah festival nirlaba yang diinisiasi oleh gerakan komunitas warga, dalam hal ini Klub Buku Petra, Ruteng serta jejaring komunitas di sekitar Flores, Flores Writers Festival tentu membutuhkan dukungan dan apresiasi dari warga masyarakat yang sudah selayaknya jadi pemilik dan penggerak kebudayaan. ***