Forum Rektor Rekomendasikan Perppu Larangan Ideologi Selain Pancasila

oleh -
Focus Group Discussion Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia dan Perguruan Tinggi se-Provinsi Lampung. Acara yang mengambil tema “Peneguhan Moderasi Beragama Melalui Sinergi Lawan Radikalisme dan Terorisme” ini digelar di kampus IAIN Metro, Lampung, Selasa (7/6/2022) petang. (Foto: Ist)

Metro, JENDELANASIONAL.ID – Forum Rektor sangat penting terlibat secara aktif dan produktif di dalam membantu menyelesaikan radikalisme dan terorisme dari akarnya yaitu masalah ideologi. Untuk itu diperlukan regulasi seperti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang melarang ajaran ideologi yang bertentangan dengan Ideologi Pancasila.

Hal tersebut dikatakan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid, SE, MM,  usai acara Focus Group Discussion Forum Rektor Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) se-Indonesia dan Perguruan Tinggi se-Provinsi Lampung. Acara yang mengambil tema “Peneguhan Moderasi Beragama Melalui Sinergi Lawan Radikalisme dan Terorisme” ini digelar di kampus IAIN Metro, Lampung, Selasa (7/6/2022) petang.

“Peran Rektor atau civitas akademika sangat vital dan signifikan. Sehingga dibutuhkan untuk mendorong para pengambil kebijakan dalam hal ini negara maupun pemerintah. Karena kita negara demokrasi, yang menjadi pilar utamanya adalah supremasi hukum maka regulasi tentunya sangat diperlukan. Inilah sebagai solusi yang efektif untuk menurunkan tingkat index potensi radikalisme,” kata Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Lebih lanjut Brigjen Ahmad Nurwakhid menjelaskan BNPT di dalam strategi penanggulangan radikal terorismenya telah membuat kebijakan yang dinamakan pentahelix dengan melibatkan multipihak yang dibagi dalam lima pihak besar.

Pertama pemerintah yaitu kementerian dan lembaga terkait maupun Pemerintah Daerah. Kedua komunitas,  lalu yang ketiga civitas akademika, yang keempat adalah media dan yang kelima adalah pengusaha.

“Radikalisme terorisme itu menjadi tanggung jawab seluruh elemen masyarakat bangsa dan negara. Nah Civitas akademik lah yang salah satunya melalui forum Rektor seperti ini bisa ikut terlibat secara aktif dan produktif di dalam ikut membantu bangsa ini untuk menyelesaikan masalah  radikalisme dan terorisme,” katanya menjelaskan.

Untuk itulah menurutnya BNPT sebagai lembaga non kementerian dibawah presiden yang bertugas merumuskan kebijakan  yang kemudian mengimplementasikan dalam bentuk pencegahan dan mengkoordinasikan mendorong pihak komponen lainnya untuk ikut serta terlibat mendorong diterbitkannya regulasi yang melarang keberadaan ideologi atau paham yang bertentangan dengan ideologi Pancasila.

“Karena tujuan dan cita-cita nasional ini akan terwujud kalau ketahanan nasional kuat, ulet dan tangguh. Tentunya ketahanan nasional ini akan kuat, ulet dan tangguh kalau ideologi dan politik yang sebagai awal dari pada Ipoleksosbudhankamnya itu juga kuat dan tangguh,” ujarnya.

Karena menurutnya kalau berkaitan dengan masalah ideologi dan politik maka relevansinya adalah radikalisme dan terorisme. Karena motif yang melatarbelakangi munculnya radikalisme dan terorisme sebagaimana dalam undang-undang nomor 5 tahun 2018 ada di dalam pasal 1 ayat 2 adalah ideologi, politik maupun gangguan keamanan.

“Inilah relevansi pentingnya melibatkan semua pihak atau multipihak untuk ikut berperan dalam penanggulangan radikalisme dan terorisme itu,” ujar alumni Akpol tahun 1989 ini.

Karena itu, Forum Rektor diharapkan untuk tidak henti-hentinya menjaga lingkungan kampus dari pengaruh penyebaran paham radikal terorisme. Karena sejatinya, menurutnya, tidak ada kaitannya radikalisme dan terorisme itu dengan lingkungan kampus.

“Tidak ada kaitannya, karena  itu dilakukan oleh oknum, yang mana bisa oknum mahasiswa, bisa oknum dosen dan lain sebagainya. Termasuk TNI Polri maupun ASN. Karena ini adalah virus yang bisa mengenal terhadap siapa saja yang bisa berpotensi kepada setiap individu manusia,” ujar mantan Kapolres Gianyar ini.

Oleh karena itu  para Rektor, menurutnya memiliki tanggung jawab moral terhadap mahasiswanya, maupun kampusnya untuk selalu memperhatikan kegiatan-kegiatan yang bersifat ekstra kampus, seperti masalah rohis, lalu juga bagaimana mensterilisasi tempat-tempat ibadah di lingkungan kampus termasuk juga selalu mengawasi aktivitas-aktivitas kegiatan yang ada di lingkungan kampus.

“Yang paling utama setiap penempatan pejabat-pejabat kampus atau civitas akademik mohon dikonsultasikan kepada kami juga supaya kami bisa ikut memberikan informasi  apakah orang ini terkait dengan jaringan radikalisme terorisme atau tidak.  Itu sangat penting karena hal itu adalah bagian daripada upaya untuk memutus mata rantai radikalisme dan terorisme terutama di lingkungan kampus,” katanya mengakhiri.

 

Empat Indikator Moderasi Beragama

Sementara itu Rektor IAIN Metro, Dr. Hj. Siti Nurjanah, M.Ag, PIA, mengatakan bahwa tujuan diadakannya FGD ini adalah agar para rektor bertanggung jawab terhadap lingkungan kampus.

“Ini agar mahasiswanya, dosen dan pegawai tidak terpapar, tidak terindikasi dengan paham-paham radikal yang justru akan mengarah pada tindakan terorisme di perguruan tinggi. Dan berikutnya adalah meneguhkan moderasi beragama di segala sektor,” ujar Dr. Siti Nurjanah.

Menurutnya, ada empat indikator moderasi beragama. Pertama yakni komitmen kebangsaan dengan mencintai tanah air dengan setia kepada  negara, menjalankan apa yang tertuang dalam ideologi Pancasila, dan Undang-undang dasar 1945.

“Kedua yakni toleransi ditengah masyarakat. Ketiga, yakni perlunya melaksanakan anti kekerasan dengan menolak radikalisme, terorisme dan intoleran. Dan yang keempat adalah menghargai tradisi budaya lokal,” ujarnya.

Oleh karena itu dalam FGD tersebut pihaknya telah memberikan enam masukan rekomendasi untuk disampaikan kepada para pemangku kepentingan untuk segera membuat regulasi berupa  pengganti undang-undang atau Perpu terkait dengan pelarangan ideologi-ideologi yang bertentangan dengan Pancasila.

“Tentunya  harus segera diterbitkan karena hal itu sangat penting dalam rangka untuk memutus mata rantai atau aliran-aliran yang berpaham radikal tadi,” katanya mengakhiri.

FGD tersebut dihadiri oleh Sekretaris Daerah Provinsi Lampung Ir. Fahrizal Darminto, MA, Wakil Wali Kota Metro Drs. H. Qomaru Zaman, MA, Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kaban Kesbangpol) Provinsi Lampung Drs M Firsada MSi, Ketua GP Ansor Lampung Timur, M.Muslih, M.H, para tokoh ormas, ulama dan para Rektor PTKIN dan Rektor Perguruan Tinggi se-Provinsi Lampung.

 

Makna Simbol Bendera Merah-Putih

Usai acara FGD tersebut, rangkaian acara berikutnya dilanjutkan dengan Shalawat Kebangsaan bersama seluruh masyarakat Kota Metro pada malam harinya di Lapangan Sumber, Metro. Shalawat Kebangsaan tersebut menghadirkan Ketua Kelompok Ahli BNPT yang juga anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) RI, Habib Muhammad Luthfi bin Yahya.

Dalam kesempatan tersebut Habib Lutfi meminta kepada seluruh umat untuk menjadi penyelamat bangsa dan menjadi penyelamat umat. Untuk itu seluruh masyarakat harus bisa menjadi perekat umat untuk menghindari dari segala macam perpecahan. Juga tidak akan memberikan kesempatan kepada orang lain atau oknum-oknum lain untuk memecah belah umat ini atau memecah belah bangsa ini.

Dirinya meminta para penerus bangsa untuk menjaga keutuhan bangsa ini yang telah direbut para pejuang dalam menegakkan sang Saka Merah Putih di masa perjuangan dulu. Habib Muhammad Luthfi meminta seluruh warga bangsa untuk memahami dan mengerti kandungan yang ada dalam bendera Merah Putih sebagai simbol bangsa.

“Bendera Merah Putih memiliki tiga kandungan  yang perlu kalian mengerti. Bendera merah putih kita mengandung makna, pertama kehormatan bangsa, kedua, harga diri bangsa, dan yang ketiga adalah jati diri bangsa. Karena itu kita pertahankan Merah Putih ini karena itu adalah kehormatan Bangsa,” ucapnya tegas.

Untuk itu dirinya meminta masyarakat mengetahui tiga kandungan makna yang ada dalam bendera Merah Putih tersebut dan bukan hanya sekedar berteriak ‘NKRI Harga Mati’ saja.

“Tapi yang namanya menjadi NKRI sejati tentunya akan tahu harga diri bangsa dan kehormatan bangsa. Wajib hukumnya untuk dipertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kalian harus bangga menyebut Indonesia,” pungkasnya. ***