Ganjar Relatif Diterima Pemilih Etnis Selain Jawa, Anies Relatif Tidak Diterima Pemilih Jawa

oleh -
Para bakal calon presiden pada pemilu 2024. (Foto: Tribunnews.com)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Ganjar Pranowo unggul jauh pada pemilih beretnis Jawa.

Demikian salah satu kesimpulan dari studi yang dilakukan Prof. Saiful Mujani yang disampaikan dalam program ‘Bedah Politik bersama Saiful Mujani’ episode “Kartu SARA di Pilpres 2024”. Program ini disiarkan melalui kanal Youtube SMRC TV pada Kamis, 9 Maret 2023.

Video utuh pemaparan Prof. Saiful Mujani bisa disimak di sini: https://youtu.be/OmcgBSHF5Wc

Dalam survei SMRC pada Desember 2022, pemilih yang beretnis Jawa 40,5 persen, etnis terbesar kedua adalah Sunda sekitar 15 persen. Secara keseluruhan, etnis lain selain Jawa sebanyak 59,5 persen.

“Dari 40,5 persen warga yang beretnis Jawa, 53 persen memilih Ganjar, 16 persen memilih Anies Baswedan, dan 20 persen memilih Prabowo Subianto. Ada 11 persen yang tidak menjawab,” ujarnya.

Saiful menjelaskan fakta bahwa ada 53 persen orang Jawa memilih Ganjar sementara yang memilih Anies hanya 16 persen menunjukkan ada perbedaan yang signifikan dari perilaku memilih masyarakat Jawa.

Menurut Saiful, perbedaan signifikan ini yang membuat Ganjar sejauh ini lebih unggul dari Anies. Saiful menyebut bahwa Prabowo juga adalah orang Jawa, namun ke-Jawaannya tidak sekental Ganjar. Ayah Prabowo adalah orang Jawa, Ibunya Manado. Sementara ayah dan ibu Ganjar adalah orang Jawa.

“Perbedaan dukungan tersebut menunjukkan bahwa unsur etnis penting dalam perilaku pemilih di Indonesia. Latar belakang etnis pemilih membuat perbedaan dalam pilihan. Suara dari kelompok etnis terkonsentrasi pada satu calon, tidak menyebar secara seimbang. Di masyarakat kita, faktor etnik masih berpengaruh,” jelasnya.

Saiful menambahkan bahwa memang jika digabung, etnik di luar etnik Jawa cukup besar. Namun sebenarnya etnik lain itu tidak bisa digabungkan. Etnis Melayu, misalnya, berbeda dengan Sunda, juga beda dengan Bugis, dan lain-lain. Masing-masing etnik seharusnya dianalisis satu per satu secara terpisah. Hanya saja karena alasan teknis, maka etnis-etnis lain selain Jawa digabungkan dalam studi ini.

Dari 59,5 persen warga yang beretnis selain Jawa, 35 persen memilih Anies, 29 persen memilih Prabowo, dan 23 persen memilih Ganjar. Masih ada 13 persen yang belum menyebutkan pilihan.

Saiful menjelaskan bahwa walaupun suara publik dari yang beretnis selain Jawa lebih banyak ke Anies, namun selisih suara Anies dan Ganjar di variabel ini tidak terlalu berbeda, 35 persen berbanding 23 persen. Selisihnya tidak sebesar pilihan warga beretnis Jawa: 53 persen Ganjar berbanding 16 persen untuk Anies.

Data ini menunjukkan bahwa dilihat dari sisi etnis, Ganjar masih relatif bisa diterima oleh pemilih dari etnis selain Jawa. Namun orang Jawa relatif tidak mau menerima Anies. Artinya, menurut Saiful, data ini mengkonfirmasi pandangan bahwa pemilih Indonesia masih mementingkan SARA. Pemilih Jawa terpusat pada satu tokoh, tidak menyebar.

Ada kemungkinan, kata Saiful, jika etnis di luar Jawa dilihat satu per satu, preferensi pemilihnya juga tidak terdistribusi merata, tapi terkonsentrasi pada satu figur, misalnya di NTT atau Bali lebih cenderung memilih Ganjar, sementara di suku lain lebih ke Anies atau Prabowo. Karena itu data gabungan semua etnis di luar Jawa menjadi lebih merata karena terdiri dari banyak etnis.

Saiful menegaskan bahwa sentiment etnik yang kuat tidak hanya pada etnik Jawa, tapi juga pada etnik yang lain. Misalnya dalam komunitas Arab di Indonesia, mungkin suara Anies dominan. Hal yang sama terjadi pada etnik Tionghoa di Pilkada DKI Jakarta 2017, di mana suara mereka dominan ke Ahok.

“Orang yang punya sentimen etnik seperti itu tidak khas etnik tertentu. Tapi itu berlaku bagi semua etnik,” jelasnya. ***