Gus Miftah Analogikan Indonesia dengan Rumah Besar yang Terdiri dari Berbagai Kamar

oleh -
Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Gus Miftah bersama para tokoh menggelar acara 'Silaturahmi Kebangsaan Demi Merawat Kebhinekaan dan Keutuhan NKRI' yang diselenggarakan Polda Bali, Kamis (20/5/21). (Foto: ist)

Bali, INDONEWS.ID – Ketua MPR Bambang Soesatyo bersama para tokoh menggelar acara ‘Silaturahmi Kebangsaan Demi Merawat Kebhinekaan dan Keutuhan NKRI’ yang diselenggarakan Polda Bali, Kamis (20/5/21).

Turut hadir antara lain Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati, Kapolda Bali Irjen Pol. Putu Jayan Danu Putra, Danrem 163/Wira Satya Brigjen TNI Husein Sagaf, Anggota Komisi IV DPR RI AA Bagus Adhi Mahendra Putra. Hadir pula para Ketua dan perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama Bali, para rektor dan perwakilan dari berbagai universitas Bali, serta para perwakilan mahasiswa Papua dan elemen mahasiswa lainnya. Hadir secara virtual para Kapolres dan Kapolsek se-Bali.

Salah satu tokoh yang hadir yaitu Gus Miftah. Dia mengatakan, Indonesia merupakan Rumah Besar, yang di dalamnya terdapat berbagai kamar yang terdiri dari bagi berbagai suku, agama, ras, dan antargolongan.

Karena itu, jika para pemilik kamar kembali ke kamarnya masing-masing maka hal itu tidak salah. Yang salah adalah jika masuk apalagi merusak kamar pemilik lain. Maka niscaya kerukunan, persatuan, dan juga perdamaian tidak akan terwujud.

“Mereka yang gagal paham dalam kebhinekaan, menjadi mudah menistakan agama yang lain, menyemarakan intoleransi, serta berujung pada sikap radikal. Agar tidak gagal paham, ikutlah pendapat ahli. Jangan ikut orang yang ahli berpendapat. Tentang hati, ibadah, dan keyakinan beragama merupakan wilayah privat yang tidak bisa dicampuradukan oleh orang lain. Tapi dalam muamalah, kita bisa berjalan bersama,” ujar Gus Miftah.

Sementara itu, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengatakan bahwa menjaga kebhinekaan dalam pluralitas adalah fitrah bangsa Indonesia. Kemerdekaan Indonesia terwujud tidak lain karena bangkitnya semangat nasionalisme.

Para pendiri dan seluruh elemen bangsa yang terdiri dari berbagai latar belakang suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) bersatu padu berjuang melawan penjajah. Tugas semua elemen bangsa memastikan cita-cita proklamasi kemerdekaan mewujudkan Indonesia yang adil dan makmur bisa terwujud.

“Bukan justru malah menghancurkan ikatan kebangsaan melalui polusi ujaran kebencian berlandaskan SARA. Khususnya dengan menyalahgunakan ajaran agama untuk merendahkan ataupun memusuhi saudara sebangsa. Maupun mendiskreditkan salah satu suku tertentu. Ingat, mereka yang bukan saudaramu dalam iman, adalah saudara dalam kemanusiaan. Dan puncak ajaran agama adalah cinta,” ujar Bamsoet.

Ketua DPR RI ke-20 ini menegaskan, sebagaimana diungkapkan Bung Karno dalam Sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 1 Juni 1945, bahwa Negara Republik Indonesia bukan milik sesuatu golongan, bukan milik sesuatu agama, bukan milik sesuatu suku, bukan milik sesuatu golongan adat-istiadat, tetapi milik kita semua.

“Presiden Abdurrahmah Wahid (Gus Dur) juga menegaskan, tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik buat semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu,” tegas Bamsoet.

Ketua Umum Ikatan Motor Indonesia (IMI) ini menerangkan, daripada sibuk mempolitisasi SARA, lebih baik energi bangsa dihabiskan untuk mewujudkan bangsa Indonesia yang adil dan makmur. Mengingat menurut Bank Dunia, PDB Indonesia tahun 2018 menembus 1,04 triliun US dollar, menempatkan Indonesia pada ranking 16 dunia. Bahkan jika diukur dari paritas daya beli, Indonesia menduduki rangking 7 dunia.

“Namun ketika angka tersebut dibandingkan dengan besarnya jumlah penduduk Indonesia, maka pendapatan nasional bruto per kapita Indonesia ada di angka 3.840 US dollar. Menempatkan Indonesia di ranking 120 dunia. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa pemerataan kesejahteraan masih harus kita perjuangkan bersama,” pungkas Bamsoet. (Ryman)