H. Andi Aderus: Pesantren Selalu Hadir Ketika Ada Ancaman Bagi Tanah Air

oleh -
Wakil Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Dr. H. Andi Aderus, Lc., M.A. (Foto: Ist)

Makassar,  JENDELANASIONAL.ID — Pondok Pesantren sebagai warisan sistem pendidikan Islam khas nusantara telah menjadi pilar dalam mengembangkan Islam yang menjadi rahmat, toleran dan beradaptasi dengan kearifan lokal. Pesantren telah menjadi salah satu pilar peradaban bangsa dan memiliki kekhasan dalam mentransmisikan konsep keagamaan yang moderat.

Wakil Direktur Pasca Sarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Dr. H. Andi Aderus, Lc., M.A. mengungkapkan bahwa sejatinya secara historis pesantren telah memberikan andil besar kepada bangsa ini baik melalui perjuangan fisik pada masa perebutan kemerdekaan maupun dalam periode pencerdasan anak bangsa.

“Pesantren saat zaman perjuangan kemerdekaan, sudah berperan penting baik dalam pembelaan Tanah Air baik secara fisik maupun dalam memperkuat bangsa melalui dunia Pendidikan,” ujar Dr. H. Andi Aderus, di Makassar, Kamis (3/2/2022).

Ia melanjutkan, pada masa perjuangan kemerdekaan tidak banyak atau bahkan hampir tidak ada dana dari pemerintah untuk membangun sekolah maupun institusi pendidikan, sehingga banyak pesantren yang secara swadaya didirikan oleh masyarakat.

“Sejak dahulu, selain mengajarkan tentang keagamaan, akhlak dan berkehidupan, nasionalisme juga selalu diajarkan, dan pesantren selalu hadir ketika ada ancaman yang datang di tanah air kita,” jelasnya seperti dikutip dari siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT.

Dikatakannya, para ulama dan kyai serta para santri memahami bahwa sejatinya mempertahankan Tanah Air adalah bagian daripada keimanan. Tidak hanya itu, dirinya juga mengungkapkan bagaimana pesantren berasimilasi dengan budaya lokal yang ada di negeri ini.

“Ponpes saat itu juga mempengaruhi islamisasi budaya lokal. Bukan dengan menjustifikasi kebudayaan bahwa agama lain itu salah, tetapi tetap melestarikan budayanya dengan konten yang berbeda, dengan nilai keislaman” jelasnya.

 

Cermat Memilih Pesantren

Pria yang juga menjabat sebagai pimpinan Pondok Pesantren Darud Dakwah Wal-Irsyad (DDI) ini juga mengungkapkan, di Indonesia dengan jumlah pesantren yang sangat besar, maka keberagaman corak, khas dan budaya dari masing-masing pesantren menjadi hal yang sangat istimewa.

“Dengan keragaman ini justru memberikan banyak alternatif kepada anak bangsa untuk menimba ilmu pengetahuan,” ungkapnya.

Andi menggaris bawahi, disamping banyaknya jenis dan kekhasan pesantren, seperti pesantren tahfidz, darul hadits, dan pesantren modern, penting untuk mengetahui mana ponpes yang belajar tentang moderasi beragama dan mana ponpes yang jauh dari nilai moderasi beragama.

“Jadi, saya kira memang ini sangat penting bagi orang tua atau wali untuk melihat track record dari sebuah ponpes (Pondok Pesantren), perlu dilihat juga bagaimana ponpesnya, alumninya, pengajar seperti apa, hingga kurikulum atau pengajarannya juga dilihat,” ujarnya.

Terkait moderasi beragama, ia menuturkan bahwa beberapa ponpes sudah mulai surut Pendidikan kebangsaannya dan bahkan nilai moderasinya. Sehingga ia menilai penting untuk cermat memilih ponpes yang memiliki latar belakang yang baik dan masih gencar mengajarkan moderasi beragama.

“Misalnya NU (Nahdlatul Ulama) dengan ribuan ponpes, ada Darud Dakwah Wal Irsyad ini memang ponpes yang mengajarkan moderasi beragama, serta Nahdlatul Wathan, dan sebagainya yang sudah kita ketahui bersama track record-nya dan pastinya mengajarkan moderasi beragama,” tuturnya.

Ia menilai, tentunya menjadi hal penting bagi Kementerian Agama untuk dapat melihat legalitas dari pesantren, latar belakang, serta kurikulum pembelajarannya. Hal ini sebagai upaya untuk mewaspadai ponpes yang didirikan oleh kelompok yang mengajarkan ideologi transnasional.

“Tapi ponpes yang lahir dan didirikan dari ormas yang ikut berjuang terhadap kemerdekaan bangsa, tentunya menurut saya itu tidak perlu diragukan lagi,” ujarnya.

Pria yang juga Ketua Ikatan Cendekiawan Alumni Timur Tengah (ICATT) ini juga menyinggung narasi islamophobia yang dilayangkan beberapa kelompok atas indikasi adanya pesantren yang terafiliasi dengan kelompok teroris. Dirinya  menilai harus ada kebijaksanaan dan keterbukaan baik dari tim riset dan pondok pesantren itu sendiri.

“Kita harus membangun keterbukaan. Ponpesnya jangan sampai eksklusif, tetapi harus welcome terhadap siapa saja yang ingin masuk, bukan hanya komunitas atau orang tertentu yang boleh masuk. Begitu juga dengan tim peneliti, harus ada keterbukaan,” ucapnya.

Untuk itu, Andi mengimbau kepada semua pihak terutama ormas keagamaan, ulama dan tokoh pesantren untuk menanamkan dan bahkan mengakarkan kepada umat tentang pentingnya nasionalisme sebagaimana yang diajarkan Rasulullah SAW dalam Piagam Madinah.

“Ini kadang lepas dari pembacaan kawan-kawan yang suka berpikir bahwa tidak ada nasionalisme dalam Islam. Jadi saya kira ormas, maupun oranisasi yang ada perlu dan wajib mengakarkan kepada umat bahwa kita wajib menjaga bangsa ini,” katanya mengakhiri. ***