Haedar Nashir: Kebijakan Negara Tidak Boleh Anti Terhadap Agama

oleh -
Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir pada Acara Orasi Ekonomi Kebangsaan dalam rangka Dies Natalis ke-61 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang, Selasa (18/10/2022). (Foto: Ist)

Malang, JENDELA NASIONAL.ID–Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir mengungkapkan bahwa kebijakan negara tidak boleh merugikan agama apalagi anti agama dengan segala bentuk pengorbanan dan perjuangan yang dilakukan oleh agama-agama untuk Indonesia.

Hal itu disampaikan Haedar pada Acara Orasi Ekonomi Kebangsaan dalam rangka Dies Natalis ke-61 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang, Selasa (18/10/2022).

Menurutnya, saat ini ancaman tidak hanya yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara agama tetapi juga harus ada kewaspadaan terhadap ancaman-ancaman yang berkeinginan mengubah Indonesia menjadi negara sekuler.

Dalam pandangan Muhammadiyah, Indonesia sudah final yang oleh Muhammadiyah dikonseptualisasikan sebagai Negara Pancasila Darul Ahdi Wasy Syahadah. Haedar menyebut, bahwa Muhammadiyah menjadi satu-satunya organisasi masyarakat yang melabelkan pada Indonesia dengan Pancasila.

“Muhammadiyah punya dokumen resmi yang menyebut negara Pancasila darul ahdi wa syahadah bahwa negara kita itu dasarnya Pancasila, dan mungkin satu-satunya ormas yang memberi label pada Indonesia pakai negara Pancasila yang lain selalu NKRI harga mati,” tegasnya dilansir dari laman resmi Muhammadiyah.

Terkait dengan peran agama-agama dalam proses Indonesia sampai sekarang, Haedar mengatakan agar kebijakan yang diproduksi oleh negara dapat menyerap pandangan agama-agama yang ada di Indonesia. Menurutnya, semua agama-agama itu menginginkan kebaikan bagi Indonesia.

Ekspresi keagamaan di Indonesia dijamin oleh konstitusi, oleh karena itu ketika umat beragama mengekspresikan keagamaannya jangan lalu kemudian disebut ekstrem. Aktualisasi atas agama yang diyakininya itu tidak salah, yang salah adalah ketika identitas agama tersebut digunakan untuk menyerang yang lain.

“Jangan dianggap ekstrim, yang muslim pakai kerudung, yang lain pakai identitasnya berdasarkan agamanya. Yang salah itu, umat beragama ketika memakai identitas agamanya lalu menyerang identitas yang lain,” ucapnya.

Haedar menegaskan, bahwa antara identitas yang satu dengan yang lain saling dipertentangkan. Jangan sampai menjadikan negara sebagai alat untuk menghadap-hadapkan sesama anak bangsa. Oleh karena itu, dia mendorong pandangan moderat sebagai dasar dalam beragama dan bernegara. (mwd)