Haris Azhar Tolak Jadi Saksi BPN di MK, Ini Komentar Politisi PDIP

oleh -
Koordinator PDI Perjuangan wilayah Nusa Tenggara Timur Andreas Hugo Pareira. (Foto: ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID – Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira, memberikan komentar terkait dengan penolakan Haris Azhar sebagai saksi BPN di Mahkamah Konstitusi. Nama Haris diajukan oleh kubu 02 sebagai saksi. Namun, ia menolak memberikan keterangan pada sidang gugatan pilpres di Mahkamah Konstitusi.

Menurut Hugo, penolakan Haris merupakan pukulan telak bagi pihak yang mengajukan namanya sebagai saksi di persidangan MK. Tentu, yang bersangkutan mempunyai alasan untuk menolak memberikan keterangan. Pihak yang mengajukan juga tidak memaksakan kehendaknya kepada mereka yang tidak mau menyampaikan kesaksiannya.

“Yang mengajukan adalah Tim 02, mengajukan saksi yang tidak bersedia menjadi saksi adalah ‘pukulan balik’ buat tim 02,” kata Hugo di Jakarta, Kamis, (19/06)

Lebih lanjut, Hugo mengatakan bahwa Haris menolak menjadi saksi BPN di MK karena pertimbangan masalah Hak Asasi Manusia (HAM). Ada catatan pelanggaran yang tidak bisa ditolerir oleh penggiat HAM tersebut.

“Apalagi Haris juga tidak bersedia karena alasan pelanggaran HAM oleh Prabowo,” jelas Hugo.

Sementara itu, Wasekjen PDIP Ahmad Basarah mengaku menghormati alasan penggiat HAM Haris Azhar menolak menjadi saksi dalam sidang di Mahkamah Konstitusi. Basarah juga menegaskan bahwa penyelesaian masalah HAM yang disinggung Haris membutuhkan kerja sama semua pihak, bukan hanya tanggungjawab seorang presiden.

“Terkait sikapnya yang kritis terhadap sikap dan kebijakan presiden Jokowi yang dinilainya belum maksimal untuk menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu juga harus kita hormati,” ungkap Basarah.

Berkaitan dengan penyelesaian masalah HAM, jelas Basarah, pemerintahan Jokowi sedang berusaha untuk menyelesaikan. Ada berbagai macam faktor yang menjadi kendala dalam proses penyelesaian masalah HAM masa lalu. Namun, pemerintah membutuhkan dukungan semua pihak agar dapat diselesaikan dengan baik.

“Meskipun kami menyadari bahwa perihal penuntasan pelanggaran HAM masa lalu bukan semata-mata faktor keberanian Jokowi untuk menuntasnnya tetapi karena memang faktor yang harus dipertimbangkan bersifat multidimensional dan jika keliru menanganinya berpotensi menimbulkan turbulensi politik yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan politik yang ujung-ujungnya juga berpotensi menciptakan pelanggaran HAM baru jika terjadi chaos antarkomponen masyarakat Indonesia,” pungkasnya. (Ryman)