Heboh Migrasi Dana Jumbo Membawa Berkah

oleh -
Ronsi B Daur

Oleh: Ronsi B Daur

Bermula dari laporan Bloomberg dan south China Morning, pekan lalu, bahwa di penghujung 2015 ada migrasi besar-besaran dana dari Guernsey wilayah di kepulauan Channel Inggris ke Singapura. Migrasi tersebut disinyalir karena diawal tahun 2016 Guernsey menerapkan Pertukaran Informasi secara otomatis tekait pajak (Common Reporting Standard/CRS).

Laporan tersebut bukan tidak mendasar, karena saat ini tengah dilakukan investigasi mendalam secara bersama oleh Monetary Authority of Singapore (MAS) dan Guernsey’s Financial Service Commission (GFSC).

Tidak tanggung-tanggung dana WNI tersebut diperkirakan mencapai USD 1.4 miliar atau setara Rp 18,9 Triliun.

Migrasi tersebut dilakukan melalui lembaga keuangan Inggris Standard Chartered Plc (Standchart).

Regulator keuangan Inggris Financial Conduct Authority (FCA) sebenarnya sudah mengetahui aktivitas transfer tersebut, hanya saja belum melakukan kajian mendalam.

Spekulasipun bermunculan atas migrasi dana tersebut. Financial Times (7/10), merilis bahwa nasabah WNI tersebut terkait dengan militer (TNI/Polri), walau rilis tersebut sudah di bantah oleh Direktur Jenderal Pajak, Kementrian Keuangan Republik Indonesia, Ken Dwijugisteadi Senin (9/10) di Kantor Pusat DJP dibilangan Gatot Subroto, Jakarta.

Ken menegaskan ”Tidak ada nama pejabat TNI, Polri atau penegak hukum lainnya, maupun pejabat negara yang berhubungan dengan institusi yang disebut”.

Pernyataan ini membuat lega para petinggi TNI/Polri serta purnawirawan yang institusinya dibawa-bawa.

Berbeda dengan Ken, Wakil Kepala PPATK, Dian Ediana Rae mengatakan”yang kami sampaikan terkait dengan sejumlah perusahaan dan pengusaha warga negara Indonesia” dan telah diserahkan ke Ditjen Pajak, karena diduga berkaitan dengan penyelewengan pajak (tax evasion/tax fraud).

Memang, kegaduhan tersebut membuat tiga lembaga menjadi pusing dibuatnya.

Bagaimana tidak PPATK, OJK, Ditjen Pajak menjadi sasaran pertanyaan berbagai kalangan. Ketidakpastian informasi dan sambil menunggu investigasi yang dilakukan oleh ketiga lembaga tersebutlah membuat publik semakin bertanya ada apa sebenarnya dengan migrasi dana tersebut.

Kalaupun benar bahwa migrasi tersebut dengan alasan pemberlakuan CSR di Guernsey, pertanyaanya kemudian muncul, mengapa memilih Singapura? Kedua negara tersebut sudah sejak lama sama-sama dikenal sebagai negara “surga pajak” (tax haven).

Tax haven countries adalah negara yang tarif pajaknya lebih rendah bahkan tidak dikenakan pajak sama sekali (0%) dibandingkan dengan negara lain dalam berinvestasi. Apabila modusnya demikian maka bisa dipastikan bahwa ini adalah penghindaran pajak (tax evasion). Sebaliknya, apabila mengikuti alur pemikiran dirjen pajak, bahwa migrasi tersebut dengan alasan karena Indonesia mau memberlakukan tax amnesty tahun 2016, maka ini dipastikan sebagai itikad baik dari individu yang melakukan migrasi dana.

Tantangan buat DJP sekarang adalah bagaimana membuktikan 81 nama tersebut (62 sudah mengikuti program pengampunan pajak serta 19 disinyalir tidak mengikuti program pengampunan pajak). Disini otoritas pajak Indonesia dalam hal ini DJP harus melakukan pemilahan dan membandingkan atas Surat Pengungkapan Harta (SPH) dibandingkan dengan data yang ada dalam dana migrasi tersebut, lalu demikian pula bagi ke-19 individu yang tidak mengikuti program pengampunan pajak.

Memang bukan pekerjaan yang mudah, tapi ini adalah demi terwujudnya rasa keadilan dan mau memastikan bahwa Undang-undang No. 11 Tahun 2016 pasal 18 tentang Pengampunan Pajak, serta Peraturan pemerintah no. 36 tahun 2017  tentang Pengenaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan Tertentu Berupa Harta Bersih Yang Diberlakukanatau Dianggap Sebagai Pebghasilan, sebagai tindaklanjut atas Undang-undang Pengampunan Pajak benar-benar ditegakkan, demi rasa keadilan, serta mebuat efek jera buat pengempang pajak.

Direktorat Jenderal Pajak telah mengantongi nama-nama atas migrasi dana tersebut, maka seharusnya khusus untuk 62 nama yang telah mengikuti program Pengampunan Pajak, segera melakukan penyidikan untuk memastikan bahwa semua dana yang migrasi tersebut telah lapor dalam Surat Pengungkapan Harta. Ini adalah salahsatu potensi pajak dipenghujung triwulan keempat tahun 2017. Agar pencapaian target penerimaan negara dari pajak sesuai APBN-P 2017 sebesar 1.283,6 trilyun bisa menekan short fall. Seperti diketahui sampai akhir september 2017, pencapaian penerimaan pajak baru sekitar 770,7 Trilyun atau sekitar 60% dari target.

Bagi ke 19 nama yang tidak mengikuti program Pengampunan Pajak, selain menerapkan pasal 18 UU Pengampunan Pajak, juga jerat dengan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (Money loundring), serta pasal 38 Undang-undanng nomor 27 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Kerjasama lintas departemen menjadi kunci keberhasilan atas migrasi dana tersebut (Kemenkeu, OJK, PPATK, dan BI)

 

Penulis adalah Praktisi Perpajakan di Jakarta