AS Hikam: Penggunaan Bendera Palestina di Aksi 212 Bagian dari Propaganda

oleh -
Pengamat Politik AS Hikam. (Foto: Ist)

JAKARTA – Aksi reuni alumni 212 yang dilakukan pada Sabtu 2 Desember 2017 telah usai. Meskipun aksi dapat dianggap berjalan dengan tertib namun ada beberapa catatan terkait acara tersebut. Catatan yang sangat penting untuk ditindaklanjuti adalah penggunaan bendera negara sahabat (Palestina) dan bendera Al Liwa’ dan Ar Rayah yang dipasang bersamaan dengan bendera negara Indonesia, merah putih.

Terkait penggunaan bendera negara lain dalam aksi reuni alumni 212, pengamat politik Muhammad AS Hikam mengatakan membawa bendera tersebut dalam kegiatan politik di Indonesia tidak dibenarkan.

“Tujuan mereka menggunakan bendera Palestina adalah untuk memobilisasi simpati umat bahwa kelompok tersebut sangat penduli terhadap perjuangan bangsa Palestina melawan penindasan Israel,” ujarnya melalui siaran pers, Minggu (3/12/2017).

Pengamat politik yang juga dosen di President University ini menambahkan dilihat dari kepentingan hubungan Palestina dan Indonesia, hal tersebut kontraproduktif.

“Seakan-akan dikesankan bahwa rakyat Palestina dan pemerintahannya juga mendukung kelompok Islam garis keras itu. Padahal kedua negara punya hubungan historis yang tidak bersifat sektarian apalagi yang berlawanan dengan pemerintah,” tegas AS Hikam.

Pada Januari 2017 lalu, Kedubes Palestina memberikan pernyataan resmi terkait penggunaan bendera Palestina pada aksi unjuk rasa di Indonesia, yang menyebutkan bahwa perilaku itu tidak bisa diterima dan tidak bisa dianggap sebagai tanda dukungan atau solidaritas terhadap Palestina. Pihak Kedubes Palestina juga menyatakan bahwa teman Palestina yang asli dan tulus akan menjaga stabilitas dan kedamaian di negara mereka jika mereka benar-benar tulus ingin menciptkana kedamaian di Palestina.

Selain bendera negara lain, dalam aksi reuni alumni 212 tersebut terdapat pula bendera/panji Al Liwa’ dan Ar Rayah yang dipasang di atas bendera merah putih. AS Hikam mengatakan, bendera tersebut sebenarnya digunakan pada zaman Nabi yang kini sering digunakan oleh kelompok-kelompok Islam radikal seperti HT, Al Qaeda dll.

“Penggunaan bendera tersebut bagian dari propaganda mereka. Kalau pemerintah tidak hati-hati dalam menyikapi penggunaan bendera tersebut bisa saja dituduh anti Islam dan anti perjuangan Nabi. Padahal pada saat yang sama bendera tersebut digunakan sebagai kamuflase HTI di Indonesia,” ujarnya.

AS Hikam yang pernah menjadi Menteri pada era Presiden Gus Dur ini menegaskan bahwa pemerintah dan organisasi masyarakat sipil Islam harus memberikan pendidikan dan informasi yang benar tentang penggunaan  bendera-bendera seperti itu.

 

“Harus dilihat siapa yang mengibarkan, bukan hanya simbol bendera saja. Ini jelas merupakan cara yang berbau manipulasi,” pungkasnya.