AS Hikam: Statemen Kapolri Terkait Ormas Pendiri NKRI Harus Dilihat dari Konteksnya

oleh -
Pengamat Politik AS Hikam. (Foto: Ist)

JAKARTA – Beberapa hari ini publik diramaikan dengan beredarnya pernyataan Kapolri Jenderal Pol M. Tito Karnavian mengenai NU dan Muhammadiyah sebagai dua ormas pendiri NKRI. Dalam situasi saat ini pernyataan tersebut menjadi bahan perdebatan sekaligus amunisi pihak-pihak tertentu untuk memanaskan suasana politik Indonesia.

Pengamat politik dari President University, Muhammad AS Hikam berpenddapat bahwa statemen Kapolri itu harus dicermati bukan hanya dari sisi apa yang dikatakan tetapi juga konteksnya.

“Jika mengikuti penjelasan dari KH Ma’ruf Amin, Ketua MUI yang sekaligus menjadi tuan rumah pada saat pidato tersebut, maka konteks pidato Kapolri adalah menyikapi dinamika ancaman kelompok-kelompok anti Pancasila dan NKRI pada dewasa ini,” ujar AS Hikam melalui siaran pers di Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Selanjutnya, mantan Menteri di era Presiden Gus Dur tersebut mengatakan bahwa dalam pandangan Kapolri, NU dan Muhammadiyah, adalah ormas yang konsisten. Jadi sesuai dengan hasil tabbayun yang dilakukan oleh Ketua MUI tersebut, konteks pidato itu bukan soal sejarah perjuangan ormas-ormas Islam dalam memerjuangkan berdirinya NKRI.

“Kalau masalah sejarah itu, Kapolri tentu sangat paham bahwa bukan hanya dua ornas Islam besar itu saja yang memiliki saham. Sedang pihak yang disebut ingin merontokkan NKRI, dalam konteks tersebut, tentunya adalah berbagai organisasi radikal yang mengusung ideologi radikal dari dalam maupun transnasional. Organisasi tersebut misalnya Al-Qaeda, JI, ISIS, NII, dan lainnya”, ujar dosen politik di berbagai perguruan tinggi tersebut.

AS Hikam menambahkan bahwa pidato Kapolri tersebut dilakukan pada awal 2017 di ponpes milik KH. Ma’ruf Amien. Penjelasan Kapolri tersebut bisa dipertanggungjawabkan kesahihan dan validitasnya. Jika saat ini menuai kritik tentu bisa dijelaskan oleh Kapolri dengan gamblang dan jujur, untuk menunjukkan konteks dan arah yang dimaksudkan Kapolri pada saat pidato tersebut dilakukan.

“Tanpa mencermati teks dalam konteksnya maka bisa saja terjadi pemahaman dan penafsiran yang distortif terhadap suatu statemen. Itu sebabnya sangat tepat jika Kapolri bermaksud akan bertemu dengan berbagai pemangku kepentingan, khususnya ormas-ormas Islam, dan menjelaskannya secara terbuka, jujur, dan kontekstual,” pungkas peraih gelar doktor dari Universitas Hawaii di Manoa.