Hikmahanto: Indonesia Perlu Ingatkan Rusia Terkait Hukum Humaniter

oleh -
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Indonesia perlu mengingatkan Rusia dalam penggunaan kekerasan (use of force) di Ukraina untuk wajib mematuhi hukum humaniter.

Hukum humaniter merupakan aturan dalam hukum internasional bila konflik bersenjata terjadi.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana mengatakan, salah satu hukum humaniter yang harus dipatuhi adalah perlindungan terhadap rakyat sipil yang tidak berstatus sebagai kombatan.

Disamping itu, ujar Rektor Universitas Jenderal A Yani, serangan senjata hanya ditujukan ke instalasi militer maupun institusi pemerintah. Tidak seharusnya permukiman ataupun apartemen serta rumah sakit menjadi sasaran.

“Bila hukum humaniter tidak dipatuhi maka para pelaku termasuk pejabat tertinggi yang menginstruksikan serangan dikatagorikan sebagai pelaku kejahatan perang,” ujarnya melalui siaran pers di Jakarta, Jumat (25/2).

Kejahatan perang adalah salah satu kejahatan internasional atau pelanggaran HAM Berat.

Karena itu, seruan Indonesia terhadap Rusia, tidak merupakan penyimpangan terhadap kebijakan luar negeri yang bebas aktif. “Namun sebagai menjadi kewajiban moral anggota masyarakat internasional yang memiliki andil dalam ketertiban dunia,” pungkasnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, Hikmahanto mengatakan bahwa pernyataan Presiden Jokowi terkait Ukraina sudah tepat.

Presiden Jokowi menyatakan sikap Indonesia dengan mengatakan “Penanganan krisis Ukraina harus dilakukan secara cermat agar bencana besar bagi umat manusia bisa dihindarkan”. Hal ini seiring dengan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

Dia mengatakan, bila Presiden menyebut Rusia melakukan ‘invasi’ maka terlihat adanya keberpihakan Indonesia terhadap Ukraina yang didukung oleh negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat serta Australia.

Presiden Jokowi, katanya, juga menghindari diri untuk membuat pernyataan yang membenarkan sikap Presiden Putin untuk mengakui dua Republik baru yang merupakan pecahan dari Ukraina, yaitu Republik Rakyat Donetsk dan Republik Rakyat Luhansk.

Oleh karena itu, siapapun yang kalah ataupun menang dalam kemungkinan perang di Ukraina tidak bisa menuduh Indonesia memiliki keberpihakan.

“Sikap tidak memihak ini bukan berarti Indonesia hendak mencari selamat, tetapi ini dilakukan agar Indonesia dapat secara aktif berupaya agar perang tidak bereskalasi menjadi besar,” ujarnya.

Menurut Hikmahanto, Indonesia dengan politik luar negeri bebas aktif tidak boleh sekadar menjadi penonton tetapi harus mengambil berbagai inisiatif agar perdamaian tercipta.

Inisiatif ini semakin penting dirasakan karena Indonesia saat ini sedang menjabat Presidensi G20.

Eskalasi perang, katanya, akan berdampak buruk bagi pertumbuhan dan pemerataan ekonomi internasional.

“Untuk itu perlu dihindari agar sebagaimana disampaikan Presiden Jokowi ‘bencana besar bagi umat manusia bisa dihindarkan.’ Saatnya sekarang bagi Indonesia untuk tampil dalam rangka ikut melaksanakan ketertiban dunia,” ujarnya. ***