Hilangkan Stigma KPK Terpapar Radikalisme, Pegawai KPK Harus Ikut Pendidikan Lemhannas

oleh -
Dekan Fakultas Hukum Unpar yang juga Presidium Bidang Hukum ISKA, Liona Nanang Supriatna. (Foto: Ist)

Bandung, JENDELANASIONAL.ID –Presiden RI Joko Widodo sudah saatnya mewajibkan seluruh Pimpinan KPK yang baru serta 1500 pegawai yang ada mengikuti pendidikan yang rutin diselenggarakan oleh Lemhannas RI (Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia). Hal ini untuk menepis dan atau menghilangkan stigma yang mulai berkembang saat ini bahwa KPK terpapar radikalisme.

Demikian disampaikan pakar hukum dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Dr. iur. Liona Nanang Supriatna, S.H., M.Hum di Bandung, Senin (02/09/2019).

Menurut Liona, tugas dan fungsi Lemhannas RI berdasarkan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2016 tentang Lembaga Ketahanan Nasional Republik Indonesia tanggal 30 November 2016, Lemhannas RI mempunyai tugas membantu Presiden dalam hal menyelenggarakan pendidikan penyiapan kader  dan pemantapan pimpinan tingkat nasional yang berpikir komprehensif, integral, holistik, integratif dan profesional, memiliki watak, moral dan etika kebangsaan, negarawan, berwawasan nusantara serta mempunyai cakrawala pandang yang universal.

“Lemhannas juga bertugas menyelenggarakan pengkajian yang bersifat konsepsional dan strategis mengenai berbagai permasalahan nasional, regional, dan internasional yang diperlukan oleh Presiden, guna menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan menyelenggarakan pemantapan nilai-nilai kebangsaan guna meningkatkan dan memantapkan wawasan kebangsaan dalam rangka membangun karakter bangsa. Itu  yang perlu dimengerti oleh rakyat dan bangsa Indonesia. Lemhannas sendiri didirikan pada tahun 1965 oleh Presiden Soekarno,” ujar Liona.

Menurut Alumnus Lemhannas RI –  Angkatan PPRA LVIII ini, khalayak publik mengakui prestasi KPK yang menuai kesuksesan dengan melakukan operasi tangkap tangan atau OTT terhadap sejumlah koruptor. Namun demikian ada kekuatiran, di dalam tubuh KPK sedang tidak sehat, karena terjadi perkembangan paham radikalisme.  Ini sangat membahayakn dan mengkhawatirkan.  Kondisi ini tanpa disadari memperlemah KPK dari dalam, mengingat ada dugaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak transparan sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa KPK melakukan OTT pilih bulu serta ada muatan politik.

Sinyalemen yang berkembang dalam masyarakat bahwa KPK sudah terpapar radikalisme, Liona menjelaskan lebih lanjut, semakin yakin ketika penjaringan Komisioner KPK yang dilakukan oleh Pansel KPK menggandeng BNPT agar tidak ada calon pimpinan KPK yang terpapar radikalisme.

“Karena radikalisme itu merupakan network atau jaringan maka jaringan itu harus diputus berdasarkan jaringan pula dan oleh mereka  yang memiliki jaringan tersebut. Dalam konteks ini adalah tepat jika pemerintah menggunakan Lemhannas dalam melaksanakan pembekalan untuk para pegawai KPK mengingat Lemhannas memiliki jaringan yang amat luas,” ujar Liona.

Masih menurut Liona, penyiapan kader dan pemantapan pimpinan KPK harus berujung pada pegawai KPK  yang berwawasan nusantara, geopolitik dan geostrategis Indonesia dengan berpijak pada ideologi negara yakni Pancasila, NKRI, UUD NRI 1945 serta Bhinneka Tunggal Ika. Liona juga mendukung jika seluruh Aparat Sipil Negara (ASN), pegawai BUMN atau juga pengajar Perguruan Tinggi dan Pendidikan Dasar-Menengah juga di”Lemhannas”kan”.

Tuntutan utama adalah seluruh jajaran KPK harus Pancasilais dan tidak membiarkan nilai-nilai lain yang bertentangan dengan Pancasila hidup berkembang di KPK.

“KPK harus menjadi ujung tombak memperbaiki kehidupan bernegara dan berbangsa dengan lebih dulu menginstrospeksi dan memperbaiki dirinya. KPK juga harus memastikan dan menjamin bahwa ‘sapu’ yang digunakan untuk membersihkan juga bersih,” pungkasnya. (Ryman)