IGPW: Ruang Demokrasi Bising dengan Narasi Kontraproduktif

oleh -
Direktur Indonesia Government and Parliament Watch (IGPW), M. Huda Prayoga. (Foto: Ist)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Direktur Indonesia Government and Parliament Watch (IGPW), M. Huda Prayoga memberikan dukungan terhadap langkah Bareskrim Polri yang telah menetapkan tersangka dan menahan Edy Mulyadi dalam kasus ujaran kebencian. Huda menyayangkan ruang demokrasi Indonesia terus diwarnai dengan ujaran kebencian.

“Ruang demokrasi kita terus-terusan bising dengan narasi dan hal-hal yang kontraproduktif. Ujaran-ujaran kebencian dan fitnah yang dibalut dengan kedok kebebasan berbicara dalam demokrasi masih kerap menghiasi kehidupan berbangsa dan bernegara,” tutur Huda yang juga Ketua Umum DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) DKI Jakarta 2017-2019, saat dimintai tanggapan, Rabu (2/2/2022).

Huda menambahkan, saat ini masyarakat dan negara lebih membutuhkan kritik yang didasarkan pada data serta dilandasi dengan ketulusan hati serta kecintaan terhadap kemajuan bangsa tanpa dibalut dengan kebencian, fitnah dan rasa sinis terhadap individu maupun golongan.

“Hal ini tentu dalam rangka perbaikan dan kemajuan kehidupan demokrasi kita agar mengarah kepada demokrasi yang substantif,” papar Huda yang juga mahasiswa magister Bahasa dan Sastra Arab UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Perjalanan kehidupan demokrasi Indonesia, sambung MHP sapaan akrab Huda, telah memberikan banyak pelajaran dari preseden-preseden buruk yang timbul akibat kecerobohan dan ketidakmampuan anak bangsa dalam menjaga tutur kata.

“Polarisasi yang tajam di tengah masyarakat, ketidakharmonisan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara hingga ancaman disintegrasi bangsa terkadang muncul hanya disebabkan karena ulah oknum-oknum tertentu yang tidak mampu menjaga ucapannya,” tegas Huda.

“Kami dukung penuh langkah Polri menahan Edy Mulyadi. Ulah oknum-oknum pemecah belah seperti Edy Mulyadi ini harus cepat diantisipasi untuk mencegah konflik horizontal di tengah masyarakat,” pungkasnya.

Sebelumnya diketahui, aktivis media sosial Edy Mulyadi resmi ditetapkan menjadi tersangka kasus ujaran kebencian oleh penyidik Bareskrim Polri. Edy juga langsung ditahan untuk mencegah yang bersangkutan melarikan diri.

“Setelah dilakukan gelar perkara, penyidik telah menaikkan status dari saksi menjadi tersangka,” kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan, di Jakarta, Senin (31/01/2022) malam.

Pemeriksaan terhadap Edy dilakukan oleh tim penyidik sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 18.30 WIB. Ramadhan mengatakan, kepolisian juga langsung melakukan penahanan terhadap Edy. “Penahanan di Rutan Bareskrim Polri,” tuturnya.

Kasus yang menjerat Edy Mulyadi ini berkaitan dengan cuplikan video berisi pernyataannya yang mempermasalahkan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Kepolisian pun mengusut belasan laporan yang diterima hingga saat ini sudah berstatus sebagai penyidikan.

Edy juga menyindir Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto. Ia menyebut bahwa Ketua Umum Partai Gerindra itu sebagai macan yang jadi meong. Pernyataan Edy pun menjadi viral di media sosial dan berujung pada laporan di Polda Sulawesi Utara (Sulut) oleh Kader Partai Gerindra.

Di sisi lain, Edy turut menyebut bahwa wilayah Kaltim sebagai tempat ‘jin buang anak’ sehingga menjadi aneh apabila ibu kota negara dipindahkan ke wilayah tersebut. Ia pun mengatakan bahwa segmentasi orang-orang di Kaltim adalah ‘kuntilanak’ hingga ‘genderuwo. ***