Imam Prasodjo: Tiga Semangat dalam Membangun Ibu Kota Negara Baru

oleh -
Sosiolog Universitas Indonesia, Imam Prasojdo. (Foto: Marketeer.com)

Jakarta, JENDELANASIONAL.ID — Presiden Joko Widodo telah mengumumkan pemindahan ibu kota baru ke Kalimantan Timur, tepatnya di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian Kabupaten Kutai Kartanegara. Selanjutnya, Presiden menunggu persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terkait rencana tersebut.

Pro dan kontra memang menyelimuti rencana pemindahan tersebut, mulai dari alasan pemindahan, proses pemindahan, hingga terkait dana yang digunakan dalam proses pengerjaan infrastruktur di lokasi ibu kota baru tersebut.

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Imam Prasodjo dalam sebuah acara dialog di sebuah televisi swasta mengatakan, rencana pemindahan ibu kota baru itu setidaknya harus memenuhi tiga semangat baru dalam membangun bangsa ini  ke depan.

Pertama, rencana pemindahan ibu kota baru tersebut bisa menghadirkan sebuah spirit perubahan untuk menjadi bangsa yang lebih maju lagi. “Karena itu, rencana pemindahan ibu kota baru ini harus dapat menjadi spirit bagi bangsa ini untuk secara bersama-sama berubah menjadi lebih baik lagi,” ujarnya di Jakarta, Selasa (27/8).

Jadi, rencana pemindahan ibu kota baru ini harus menjadi momentum untuk secara bersama membangun bangsa ini ke depan, seperti telah didengung-dengunkan oleh Presiden Jokowi.

Kedua, yaitu prinsip atau semangat kehati-hatian. Imam meminta Pemerintah agar memikirkan semua rencana terkai pemindahan tersebut secara matang dan hati-hati. “Prinsip kehati-hatian ini sangat penting untuk menghindari segala kemungkinan terburuk yang terjadi akibat pemindahan tersebut. Jangan sampai pemindahan ibu kota nanti hanya memindahkan masalah ke tempat yang baru,” ujarnya.

Ketiga yaitu adanya semangat keikutsertaan seluruh lapisan masyarakat dalam rencana pemindahan ibu kota tersebut. Karena itu, Pemerintah tidak boleh melihat pemindahan itu hanya sebagai proyek tanpa melibatkan keikutsertaan seluruh rakyat Indonesia. “Inilah prinsip inklusivitas dalam rencana pemindahan ibu kota negara itu. Jadi harus melibatkan semua rakyat Indonesia,” ujar Imam.

Selain itu, kata Imam, ada sejumlah pertanyaan lain yang mesti dijawab oleh pemerintah terkait rencana pemindahan tersebut. Misalnya, apakah rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur itu bisa membuat beban Jakarta menjadi berkurang dan Jakarta menjadi lebih tertata.

Selanjutnya, apakah rencana pemindahan itu akan membuat pembangunan menjadi Indonesia-sentris, bukan Jawasentris seperti terjadi selama ini.

“Apakah juga dengan memindahkan ibu kota ke tempat baru kinerja aparat birokrat kita menjadi lebih ekfektif dan efisien,” ujar Imam.

Hal-hal tersebut penting dipikirkan karena perpindahan ibu kota itu bukan seperti memindahkan barang. “Segala hal mesti dipertimbangkan, baik di lokasi baru maupun di lokasi yang akan ditinggalkan. Sehingga perpindahan ibu kota tidak justru mendatangkan masalah baru di tempat yang baru,” pungkasnya. (Ryman)