Indonesia Terpuruk di SEA Games 2017

oleh -

JAKARTA-Penyelenggaraan SEA Games 2017 telah berakhir. Kontingen Indonesia, yang mengirim 533 atlet, ditambah 170 pelatih, 55 ofisial, dan 122 peserta mandiri, dipastikan hanya menempati urutan kelima klasemen perolehan medali. Tim Merah Putih hanya mengumpulkan 38 emas, 63 perak dan 90 perunggu.

Raihan kontingen Indonesia, yang datang ke Kuala Lumpur dipimpin Chief de Mission Aziz Syamsudin ini, gagal memenuhi target 55 emas yang dicanangkan sebelum keberangkatan ke SEA Games 2017.

Pasukan Merah Putih juga membukukan rekor terburuk dengan baru kali pertama meraih tak sampai 40 keping emas di SEA Games 2017. Kegagalan di SEA Games 2017 ini menjadi gambaran beratnya langkah Indonesia di Asian Games 2018.

Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menilai, wajar bila masyarakat menyatakan kekecewaannya. Dia juga meminta maaf kepada seluruh rakya Indonesia.

“Wajar kita semua prihatin dengan hasil ini. Dan saya pun harus mohon maaf, saya bertanggung jawab terhadap ini semua dan sudah barang pasti ini akan menjadi evaluasi total kami,” kata Imam di Kompleks Istana Kepresidenan.

Imam paham betul perjuangan atlet Indonesia di negeri Jiran saat ini. Meski sudah berjuang semaksimal mungkin, itulah hasil yang bisa didapat Indonesia.

Pengamat olahraga Djoko Pekik Irianto tak terkejut dengan hasil buruk Indonesia di SEA Games 2017 Kuala Lumpur. Dia menilai Indonesia sudah salah langkah sejak awal. Djoko Pekik menilai ada pihak yang abai dalam menyiapkan atlet elite menuju SEA Games. Padahal, Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) tak bisa bekerja sendirian seperti diatur dalam Perpres nomor 22 tahun 2010 tentang Satlak Prima.

“Menurut saya persiapan SEA Games hanya dilakukan Satlak Prima. Dewan Pelaksana Prima tidak berperan. Padahal di Perpres jelas dibunyikan rencana persiapan kontingen ke berbagai multievent yang menyusun adalah Dewan Satlak Prima, lalu yang melaksanakan Satlak Prima,” kata Djoko Pekik.

Selain itu, kegagalan Indonesia di SEA Games dipengaruhi oleh ketidakmampuan menentukan prioritas cabang atau nomor olahraga potensi emas. Dia juga melihat komunikasi KOI dan Satlak Prima tak berjalan dengan baik.

“Seharusnya setelah kembali dari Singapura 2015 ada rapat untuk menentukan cabang dan nomor apa yang dipertandingkan di SEA Games 2017.

Nah, di sana itu yang berperan dari KOI saja, padahal KOI tidak tahu konten kekuatan kita (Indonesia),” jelas Djoko yang juga Ketua Asosiasi Profesor Keolahragaan Indonesia (APKORI) ini.