Ini Kejanggalan TGUPP Bentukan Anies dengan Gubernur DKI Sebelumnya

oleh -
Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Arief M Eddie. (Foto: Setkab.go.id)

JAKARTA – Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) bentukan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi polemik setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) selesai mengevaluasi Rancangan Perda tentang APBD DKI Jakarta.

Gubernur Anies mempertanyakan sikap Kemendagri yang mengoreksi anggaran TGUPP di APBD DKI Jakarta. Anies mengatakan heran karena tim tersebut juga ada pada gubernur sebelumnya, baik pada masa Joko Widodo hingga Djarot Saiful Hidayat, namun tidak pernah dipersoalkan Kemendagri.

Seperti diketahui, pada era Jokowi sebagai Gubernur DKI Jakarta, ada tim yang membantu gubernur. Namun, tim tersebut hanya berjumlah 2 orang, yang diambil dari kepala dinas yang dimutasi.

Pada masa Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), tim serupa juga dibentuk. Jumlah anggotanya meningkat menjadi 9 orang. Tim serupa juga dibentuk di era Djarot menjadi Gubernur, yang jumlahnya mencapai 13 orang.

Dari sisi penganggaran, ada peningkatan yang mencolok. Di era sebelum Anies, anggaran untuk tim gubernur dianggarkan sebanyak 2,35 milyar. Tapi kini, Anies menganggarkan dana Rp28,99 miliar untuk membiayai 74 anggota TGUPP. Dana sebesar itu, akan  dipakai untuk membayar honorium atau gaji anggota TGUPP. Rinciannya, 60 orang akan direkrut sebagai anggota tim, dengan gaji sebesar 24, 93 juta per bulan. Sementara, 14 orang akan diangkat jadi ketua tim dengan gaji, 27,9 juta per bulan.

Menanggapi itu, Kepala Pusat Penerangan Kemendagri, Arief M Eddie mengatakan, TGUPP bukannya tidak boleh ada. Namun, ketika menggunakan APBD, maka penganggarannya harus sesuai aturan.

“Bukan tak boleh. Kita (Kemendagri) di dalam UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, punya kewajiban melakukan evaluasi. Ketika anggaran itu diadakan agar sesuai ketentuan ya evaluasi dulu,” katanya.

Arief menegaskan dalam sistem penganggaran aturannya sudah jelas. Jika hendak merekrut ahli, atau pakar di sebuah bidang, dan penganggarannya dimasukkan ke APBD, maka harus mengikuti mekanisme yang sudah ditentukan. Jadi tidak bisa asal menganggarkan.

“Kalau mau merekrut ahli seyogyanya melekat pada kegiatan, jadi ahli itu melekat pada SKPD,” katanya.

Di zaman Jokowi, Ahok, dan Djarot, juga ada tim yang dibentuk membantu gubernur. Mereka rata-rata yang direkrut adalah mantan kepala dinas yang tak punya jabatan alias non job. Mereka bukan orang buangan. Pertimbangannya, mereka adalah pejabat yang punya golongan pegawai tinggi dan punya pengalaman serta keahlian. Daripada tidak ada jabatan, maka mereka diberdayakan untuk mengawasi serta memberi masukan.

“Karena dia dinonjobkan, punya golongan tinggi, ya diberdayakan. Karena dia PNS kan lebih mudah,” katanya.

Arief mengatakan, Kemendagri tidak pernah mencoret atau menghilangkan TGUPP. Evaluasi yang dilakukan Kemendagri yaitu terhadap anggaran TGUPP yang menggunakan APBD DKI Jakarta. Evaluasi itu, katanya, bersifat revisi untuk meluruskan agar penganggaran sesuai aturan. Bahkan, evaluasi Kemendagri memberi saran pembentukan TGUPP agar yang sesuai aturan.

“Kami tak mencoret,  ini kan merevisi untuk meluruskan agar sesuai aturan. Kita sarankan TGUPP itu dianggarkan  di biaya  operasional gubernur. Kalau ditaruh Biro Administrasi Sekda, itu kan menyalahi, ” kata dia.

Arief mengatakan, jika Gubernur Anies membutuhkan ahli di bidang lingkungan atau tata kota dan direkrut dari luar, maka harus ada Peraturan Gubernur. Dan, jika opsinya mau dibiayai APBD, maka ahli yang direkrut melekat pada kegiatan SKPD. “Nah melekat pada SKPD,” kata dia.

Arief juga menanggapi alasan Gubernur Anies memasukan TGUPP dalam Biro Administrasi Sekda agar gampang mengontrol. Menurut Arief, jika memang ingin gampang mengontrol tim, sebaiknya tim itu bukan ditempatkan di Biro Administrasi Sekda. Penganggarannya juga diambil saja dari anggaran biaya operasional gubernur, karena akan lebih mudah mengontrolnya.

“Untuk gampang mengontrol, ya diambil kan saja, atau gunakan dana operasional, itu sarankan kita. Kewajiban Kemendagri kan berikan saran, itu  perintah UU juga,” ujarnya.

Arif menambahkan, pada era Jokowi, Ahok dan Djarot, penganggaran tim gubernur diambil dari biaya operasional gubernur. Dan tim tersebut merupakan para mantan kepala dinas yang juga adalah PNS.

“Zaman Pak Jokowi, Ahok, diambil dari dana operasional gubernur. Untuk TGUP zaman dulu memang ada, tapi melekat pada kegiatan SKPD,  karena yang direkrut para mantan kepala dinas yang  non job, itu kan PNS. Nah, bedanya sekarang  kan mau merekrut non PNS. Nah, karena Pak Anies mau merekrut ahli untuk membantu tugas pokok gubernur, kita sarankan memakai dana operasional gubernur,” pungkas Arief.